Jumat, 10 Agustus 2012

Satu Petang di Prostitusi Sarkem

Leave a Comment

agustus, sang saka merah putih lusuh di tiang pancang bambu hijau yang tak mampu lagi berkibar karena basah, gemericik grimis dan sepoi angin bersenandung nakal dengan gemuruh dan kelip halilintar membentuk simphoni mistis yang mengiringi aliran air di got-got pengap dan busuk dalam pasar kembang. suara angin berseloroh melarikan kabut-kabut di tepi cakrawala. di penghujung petang itu, di tepi jalan, pada sebuah becak renta dari besi bekas yang semakin berkarat saat musim penghujan tiba, di kursi becak yang sudah tak berbusa lagi seorang pria setengah baya duduk santai bak sang raja di singgasananya.

tanpa disadari sang pria setengah baya, sepasang mata wanita di sudut stasiun tugu dekat gerbong rongsok yang sudah tak terpakai, menatapnya dengan tajam, bagai harimau mengincar kijang.  wajahnya datar walupun samar-samar tertutup asap dari rokok yang tak henti dia hisap. make up tebal menutup setiap pori wajah dan harum wangi parfum eceran menyeruak dari badannya. wajah datar sang wanita perlahan berubah menjadi senyum sinis penuh makna. dibuang rokok yang belum habis. langkahnya perlahan tapi pasti menghampiri pria pengayuh becak yang duduk nyaman di singgasananya.

“pak, sendiri aja?…..”  lantunan lembut suara sang wanita merontokan lamunan sang pria

“i..i…iya mba” ragu penuh keterkejutan mencoba menjawab pertanyaan tadi.

“yang lain kemana?”

“mungkin sudah pulang” sang pria menjawabnya penuh kebingungan, dan masih antara percaya dan tidak, tiba-tiba ditengah grimis, dia didatangi wanita bohai yang sebelumnya tak penah dia kenal

“ooowwhh…… boleh saya temani” nada akrab dari sang wanita kembali meluncur
“iii….ya.. bo..boleh”

“tapi disini ga asik, gimana kalau ikut ketempat saya saja?” rayu sang wanita
pria separuh baya hanya mengangukan kepalanya, dan dibalas senyum pasti dari sang wanita.  dikayuhnya becak dengan penuh kebingungan dan tentang peristiwa yang sedang dia alami. belum habis lamunan kebingungan pria paruh baya itu. sang wanita tiba-tiba menyuruhnya berhenti, di depan gang kecil samping hotel berbintang redup.

“disini saja, ayo masuk” kembali suara lembut wanita itu mengajaknya masuk gang-gang kecil yang tak jelas ujungnya. sebuah rangkaian gang yang membentuk labirin rumit tanpa ujung yang pasti. sepanjang perjalanan langkah kakinya, dia diikuti sorotan mata yang sinis penuh harap. semakin lama ia tak peduli, langkahnya semakin cepat mengikuti jejak wanita yang mengajaknya tadi.

kanan, kiri, kanan, kiri, lurus, belok, kanan, kanan, kiri, kiri, lurus, ia semakin sadar bahwa tak mampu keluar sendiri dari labirin ini. tapi mulutnya seperti terkunci, tak ada yang bisa dilakukan pria setengah baya selain terus mengikuti setiap langkah wanita itu. hingga dia berhenti di depan sebuah pintu dari kayu, yang di atas bertuliskan “ucapkan salam sebelum masuk” dan dibawahnya ada tulisan agak kecil ” anda puas saya lemas”. kali ini sang pria semakin tidak mengerti, kejadian ini baru pertama kali dia alami.

si tukang becak mulai menguatkan hati untuk bertanya tentang arti setiap langkah yang dia jalani. mulutnya mulai terbuka, tapi tiba-tiba wajah wanita tadi menatapnya tajam, dan perlahan kembali tersenyum, senyumnya kali ini berbeda dengan saat pertama dia bertemu di pangkalan becak pinggir jalan. senyum sang wanita kali ini penuh arti dan penuh harap, lembut, bak seorang ibu kepada anaknya. akhirnya pria setengah baya kembai menutup mulutnya yang sudah terlanjur terbuka.
“sebentar…” suara lebut itu keluar lagi dari sang wanita, namun nadanya telah berubah menjadi berat dan tak lagi mesra.

“mbak… mbak….ini saya, sudah bawa orangnya” teriak sang wanita sambil mengetuk pintu dengan keras. wajahnya perlahan mulai panik, sambil menengok kesamping kanan dan kirinya. sedangkan sang pria semakin bingung tentang apa yang dia alami.

“oia, sebentar……… ayo mas jangan malu-malu” kembali suara wanita terdengr dari dalam, kali ini berbeda, suara wanita itu terdengar paru, berat dan penuh kesedihan seolah menyimpan timbunan beban yang tak habis.

ditengah ketidak jelasan situasi yang dia hadapi, akhirnya pria setengah baya membuka suara,,,,
“ada apa ini…? kalian siapa dan apa hubungannya dengan saya?… keras suara sang pria menghentak, mempertanyakan kondisinya.
“mbak mana anak itu?” terburu-buru wanita yang membawanya tadi bertanya.
“ini”
“ini, bawa pergi bayi ini jauh-jauh, dan jangan kembali lagi kesini, ceeeepppaaattttt laaarriii…..” perintah wanita itu,

“cepat tidak ada waktu lagi, dia datang”

tiba-tiba pintu kayu yang tadi di dobrak oleh seorang pria kekar dan mulai berteriak-teriak,
“hey, jalang…. mana anakmu itu, cepat bawa sini…..jangan kau sembunyikan, kau tau kan harga anakmu itu mahal, dan sudah ada pembelinya…cepat bawa sini”

suasana semakin tidak jelas bagi pria separuh baya, dia hanya tukang becak yang tak mengerti apapun, dan kini berada dalam situasi yang tak pernah dia bayangkan. hatinya penuh pertanyaan ada apa ini, siapa mereka, dan harus lari kemana.

“cepat lari lewat pintu itu, kemudian belok kiri… lari terus jangan menengok, nanti kau akan ketemu dengan jalan tempat becakmu mangkal, cepat lari, jangan pedulikan kami…..” entah suara siapa itu yang pasti itu suara wanita…

ditengah anomali hidup, si tukang becak terus berlari sambil mengendong bayi, dia terus berlari, tanpa pernah mengerti apa yang sebenarnya sang pria ini alami. malam baru saja memuntahkan kegelapannya,  dan bulan mulai merangkakditemani burng-burung malam yang mulai bersanda gurau dengan bintang, kakinya terus berlari kearah yang sang tukang becak sama sekali tak pernah mengerti.

0 komentar:

Posting Komentar

bagi komentar, saran dan kritiknya kawan.... (no spam)