Kamis, 30 Desember 2010

Dari Titik hingga Ruang

Leave a Comment

semua berawal dari titik, titik yang berderet itu membentuk garis, garis terus akan meliuk dan tumbuh terus menerus, dan akhirnya deretan titik yang membentuk garis itu kembali ke titik awal hingga menjadi ruang. sesungguhnya titik tolak itu pada dasarnya adalah titik akhir. ruang yang tercipta membentuk karakter tersendiri, membentuk dirinya sendiri, membentuk komunitasnya sendiri hingga membentuk karakternya sendiri. sebuah ruang menghindarkan diri daruang yang lain, tapi kadang kala ada rung berkait seperti yang tergambar dalam diagram ven. antar ruang terpisah dan ruang yang terkait dengan ruang lain, padahal kesemuanya itu berada dalam satu ruang.

ruang adalah tempat berteduh, tempat berlari, tempat istirahat hingga tempat kembali. ruang bisa membuat perang ruang bisa menjadi barang jualan. ruang terkadang ajang pamer. ruang dalam ruang membuat ruang baru hingga saat ruang itu menjadi besar, ruang lupa pada titik. ruang terlalu besar untuk mengakui dirinya hanyalah titik. padahal sesungguhnya ruang hanyal titik. terlalu banyak ruang dalam ruang hingga muncul ruang dalam ruang. hingga ruang-ruang kecil lupa pada awal ruang, bahwa deretan titik yang menjadi ruang kini adalah titk yang muncul dalam ruang besar. titik yang menetes pada ruang besar telah membentuk ruang baru hingga titik baru yang muncul kesulitan mencari ruang di ruang besar.

jika saja titik tetap menjadi titik dalam ruang besar yang awal, tentu akan lebih banyak lagi titik, sehingga titik-titik itu berjejer membentuk warna pada ruang utama. tapi titik telah berjejer dengan titik membentuk ruang-ruang baru. hingga titik baru harus membuat pilihan, berada di ruang besar dengan menjadi titik sendiri, berbaris memperbesar ruang dalam ruang, atau yang ketiga masuk dalam ruang di dalam ruang atau justru menjadi titik dan menjadi besar sebagai titik. dan kini diriku hanyalah titik dalam ruang besar, hanya titik di pojokan, titik semu yang semakin pudar. aku tak bisa menjadi titik utama hingga mencolok. kunikmati diriku setitik, walau itu noda.
Read More...

Rabu, 29 Desember 2010

Dedramatisasi Laskar Pelangi

Leave a Comment

apakah ada adalah orang yang sudah khatam Laskar Pelangi atau anda bahkan orang yang sudah menamatkan tetralogi tersebut hingga novel terakhirnya yaitu Maryamah Karpov atau anda bahkan lebih dari itu, yaitu seorang pemuja Andrea Hirata dan bahkan menamatkan Padhang Rembulan atau lebih manik dari itu hingga membaca semua Novel, tulisan dan semua hal yang berhubungan dengan pemuda asli belitong tersebut. jawabannya bisa iya bisa tidak, tapi saya yakin banyak di antara kita pernah mendengar Laskar Pelangi, minimal tahu jalan cerita tersebut secara garis besar dan bisa jadi diantara itu sudah banyak pula yang membaca Laskar Pelangi berulang-ulang.

Novel ini menjadi box office indonesia di awal abad 21 bersamaan dengan Ayat Ayat Cinta karangan Habiburahman El Syrazi. Laskar Pelangi berhasil menyihir banyak pambaca tidak hanya di kalangan pecinta sastra tapi juga berhasil menempatkan kisahnya berjejeran dengan Harry Potter di rak-rak buku anak muda dan remaja di Indonesia. kemampuan Andrea mengolah LP dengan bahasa khas penuh ilmu pengetahuan dengan mem-fiksi-kan otobiografisnya menjadi nilai sendiri untuk buku yang berhasil naik cetak 20 kali ini.  novel ini memang layak untuk dibaca bukan dimana sang penulis berhasil membuat narasi yang tepat, indah, berisi, dan cerdas.

bahkan Sunaryo Basuki Ks menempatkan Andrea bersama Ayu Utami dan E.S Ito sebagai harapan karena kemampuan mereka bertiga melepaskan diri dari persoalan pribadi dan masuk dalam kisah yang disampaikan untuk menyatakan sikap hidupnya.  anda mungkin sering mendengar Andra maupun Ayu tapi mungkin sebagian dari kita tidak terlalu familiar dengan Ito, penulis yang oleh Fadjroel Rachman disebut sebagai Pramodya Ananta Toer muda karena keliahainnya menulis dalam novel Rahasia Meede. disaat Rahasia Meede ditempatkan bersamaan dengan Bilangan Fu dalam jajaran nominasi KLA, Andrea Hirata justru tengah sumringah karena LP laris di pasaran bak kacang goreng.

membaca tulisan Damhuri Muhammad berjudul “Dari Gontor ke Trafalgar Square” (jawa pos 2009), dimana di awal tulisannya Damhuri menyindir seorang pejabat pemrov sumbar karena pejabat tersebut mengatakan bahwa tidak ada penulis dari ranah minang membuat “karya besar” seperti laskar pelangi dimana dalam karyanya berhasil memperkenalkan geografis dan demografis dalam rangkaian tulisannya hingga daerahnya bisa jadi termasyuhr dengan begitu karya tersebut bisa digolongkan menjadi “karya besar”.  lebih lanjut Damhuri membalikan pernyataan tersebut dengan penekanan yang jauh lebih filosofis dan bermakna, yaitu jika sebuah karya itu hanya diibaratkan sebagai “iklan” daerah maka apa bedanya sebuh novel dengan brosur-brosur dan bukjlet-buklet yang diiklankan oleh pemda baupun biro wisata.
kini novel-novel yang di anggap “karya besar” justru banyak dinilai diluar bahasan sastra itu sendiri sehingga unsur-unsur estetik dan artistik sering terabaikan lantaran pengalaman pembaca hanya sampai pada pencapaian pesan-pesan etik dan didaktik. lanjut Damhuri inilah yang menyebabkan sejumlah kegamangan muncul disebabkan pendekatan non-artistik pada kreatifitas literal. dimana kita akhirnya menilai novel dari apakah novel itu “memotivasi” atau “tidak-memotivasi” sehingga menjadi pertanyaan apakah bedanya novel dengan buku motivasi dan di tingkat lanjut mungkin kita tidak bisa membedakan antara Andra Hirata dan Mario Teguh.

diluar itu dalam tahap selanjutnya muncul hal-hal unik yang saya lihat dari jajaran novel dalam rak-rak di toko-toko buku, di sadari atau tidak endrosment yang muncul di belakang buku tidak lagi dari kalangan sastrawan atau kritikus sastra tapi bisa dari artis, sutradara, tokoh politik, karyawati hingga ibu rumah tangga, bahakn tak sedikit dari media. bahkan jika anda lebih jeli di sampul-sampul novel ada hal unik yang terjadi tahun-tahun belakangan ini, ada yang menulis “novel pembangun jiwa”, “novel spiritual”, “novel remaja”, “novel motivasi”, “novel islami”, “novel dari kisah nyata”, atau bahkan ada yang menarik pembaca dengan didepannya di tulis “untuk dewasa”, untuk 17 tahun keatas” dan macam-macam.

mungkin saya adalah satu dari ribuan atau bahkan jutaan yang larut dalam kisah Laskar Pelangi, hingga kekaguman saya pada kisah dalam novel itu dan kisah Andra sendiri yang berhasil jadi mahasiswa Sobrone walau anak seorang penggali timah di tanah belitong. menjadikan saya berada dalam posisi sulit terhadap novel ini, sehingga saya tidak lagi menjadikannya dalam bentuk sebuah apresiasi tapi sudah menjadikannya dramatisasi terhadap Laskar Pelangi.

membaca kembali hubungan Andra sebagai anak blitong dengan kemelaratan masyarakat walau di saat yang sama PT Timah berhasil mengeruk kekayaan yang amat sangat dahsyat dan di kemudian hari ditinggalkan hingga menyisakan puing-puing sisa kebangkutan. bisa jadi “kebencian” anak blioitong terhadap negara dalam hal ini karena adanya pemisahan sekolah dengan anak-anak karyawan belitong menjadikan kisah tersendiri dalam Laskar Pelangi, walau saya percaya bahwa “kebencian” tidaklah berlanjut menjadi “dendam”.

kisah penuh intrik, kesedihan, dan semangat tak pantang menyerah pada laskar pelangi inilah yang membuat saya berjumpa dengan banyak pemuja Laskar Pelangi lainnya, akibat keprihatinan dan rasa simpati pada tokoh-tokoh dalam kisah maupun semangat yang tumbuh pada perjuangan diri seorang pengarang itu sendiri. kekaguman pada laskar pelangi terkadang di dasari kebencian terhadap korporasi dan perusahaan besar yang mengeruk kekayaan suatu daerah. atau bahkan bisa jadi kecintaan pada Laskar Pelangi dikarenakan nilai islami dalam novel tersebut salah satunya sekolah Muhammadiyah itu sendiri. hingga penilaian tidak lagi di dasari pada nilai sastranya sehingga Kerancuan yang lebih menyangkut masalah psikologi itu, sudah menerjang ke bidang kritik sastra. Akibatnya, tolok ukur yang dipakai untuk menilai karya sastra pun kabur.

menurut saya realisme dalam novel otobiografis Andrea Hirata berjudul Laskar Pelangi itu adalah kekuatan novel itu sendiri, dimana kisah yang dituliskannya adalah kisah yang dialami, didengar maupun dirasakan dalam sebuh garis besar yang jelas. justru dengan inilah saya yakin bahwa karya pemuda belitong ini tidaklah besar, karena penulisnya pemuda “pedalaman” yang berhasil kuliah di Sobrone, bukan juga karena bukunya laris manis kemudian menjadikannya punya nilai lebih. tapi lebih karena karya Andra Hirata memang hebat. namun, tidak ada kehebatan yang tidak boleh diragukan, kecuali kehebatan Tuhan. dan Andrea adalah manusia biasa, setiap karya sepatutnya di apresiasi, dan apresiasi tidak selalu dalam bentuk pujian dan sanjungan. karena terkadang kritik, celaan, bahkan hingga hujatan adalah bentuk apresisasi disisi lain karena sebuah karya besar dan hebat akan tetap luar biasa. bahkan semakin banyak dan beragam bentuk apresiasi itu karya tersebut bisa semakin bersinar. sehingga saya berpendapat dramatisasi yang muncul dari Laskar Pelangi pada “kehidupan nyata” tidaklah perlu terjadi sehingga saya tidak terikat pada kekaguman berlebih yang mengekang diri saya dari sikap kritis terhadap suatu karya, bukan hanya karya Andera tapi juga yang lainnya.

yogyakarta, 29 desember 2010… siang hari saat matahari bersembunyi, dan malu menampakan diri di bumi.
Read More...

Selasa, 28 Desember 2010

Selamat Ulang Tahun Wi

Leave a Comment

cahaya pagi di jogja tidaklah terlalu cerah hari ini. mendung, dingin dan penuh misteri, matahari tak kunjung muncul seperti pagi-pagi sebelumnya dimana sang surya memancarkan cahaya dengan perkasa. semoga matahari cerah ditempatmu kini, sebagai pertanda awal hidup barumu kan bersinar seperti mentari. akhir desember kini telah tiba, seperti keceriaan hari-mu kini, dimana awal kelahirnmu disambut gempita deru terompet dan kerlip pancaran kembang api dilangit saat tahun baru tiba. tangismu kala itu adalah tawa bahagia kedua orang tua mu, lahirmu adalah awal dari deretan kelahiran adik-adikmu.

aku memang bukan orang pertama yang memberimu ucapan selamat tapi itu bukan berarti aku lupa akan hari ini bahkan aku telah menantinya semenjak awal desember.  sengaja tak mengucapnya tengah malam tadi  saat gelap masih pekat, tapi ku ingin mengucapkannya saat pagi tiba dimana mentari bersinar cerah, selain itu ku tahu sejak semalam mungkin kau tetap terjaga, menyambut keceriaan pagi esok harinya. dering dan getar ponselmu tak kunjung henti menerima ucapan selamat atas ulang tahun, malam tadi hingga lewat dini hari, mungkin kau tak kunjung henti membalas setiap sms dan coretan dinding di profil facebookmu yang memberi iringan doa atas hari lahirmu. mungkin hingga gari ini sederet ucapan selemat berbentuk ucapan, hingga kado masih kau terima. bahkan mungkin saja hingga kini kau justru mengenang sesuatu yang hilang di masa lampau hingga cita-cita di masa depan dengan senyum dan sedih bergantian menyelimuti wajahmu.

wi, ultah itu sesungguhnya adalah mengenang kembali perjuangan ketika ibumu rela memutuskan 40 urat nadi di dinding rahminya dengaun peluh keringat dan darah disertai jeritan perjuangan hanya untuk membuatmu melihat cerahnya mentari pagi dan engkau bisa menghirup nafas kehidupan, supaya kau tahu apa artinya sebuah cinta dan kasih sayang
wi, ultah itu sesungguhnya adalah mengang kembali wajah khawatir bapakmu ketika bibirnya tak lepas dari doa ketika menyaksikan perjuangan ibumu. saat itu adalah saat dimana mendengarkan kembali alunan adzan yang terlauntun di telingamu sebagai awal suara pertama yang bapakmu isi sebagai bekal perjalanan hidupmu kelak, supaya kau tahu apa artinya kehormatan

wi, ultah itu sesungguhnya adalah mengenang kembali waktu yang telah hilang dimasa lampau. merasakan kembali sejarah manis getir hidupmu yang telah kau lewati selama ini. semua yang ada pada dirimu saat ini adalah sebuah proyeksi atas apa yang telah kau lakukan dimasa hidup yang telah kau lewati dulu supaya kau tahu apa artinya kehidupan

wi, ultah itu sesungguhnya adalah menatap laju kedepan sebagai sebuah persiapan mengejar cita-cita dan harapan. mempersiapkan diri untuk perjalanan dan lika-liku hidup yang penuh misteri yang tak pernah kau tahu akan hal itu karena kita dimasa depan adalah apa yang kita lakukan sekarang. lepaskan semua harapan dari belenggu kekahawatiran untuk cita dimasa depan supaya kau tahu apa artinya perjuangan

wi, ulah itu sesungguhnya adalah melihat sisa usia pada diri kita yang penuh noda. karena pada setiap tiupan lilin yang padam, pada setiap potongan kue dan tumpeng yang kita potong adalah pertanda mulai padam dan terpotongnya jatah usia kita untuk beribadah dan berbakti sebagai anak dan hamba. mozaik itu adalah epos nyata suaya kau tahu apa artinya pengabdian

wi, ultah itu sesunggunya adalah menikmati setiap jejak langkah hidup kita yang bertabur, manis, pahit, asam dan asin. merasakan setiap titian langkah hidup yang penuh misteri dan kejutan tak beralas, mengurai kembail rangkaian benang-benang kusut yang membuat wajah kita berganti tawa ceria hingga duka penuh luka. semua itu akan menyadarkan kita akan apa artinya perjalanan

wi, ultah itu sesungguhnya menyadari keberadaanmu sebagai manusia didunia. mengingatkanmu akan hak yang kau miliki dan kewajiban yang harus kau jalani. kehadiran dirimu sebagai individu dapat dipengaruhi dan bisa mempengaruhi orang lain sehingga membentuk karaktermu sendiri. itu semua terangkai dalam setiap kisah supaya kau tahu apa artinya tanggungjawab

hidup bukanlah seperti putaran komedi putar yang berputar datar, hidup sadalah putaran bianglala yang terkadang di atas kadang di bawah. hidup esensinya adalah sikap kita menjalani perjalanan itu sendiri. dan saat ultah adalah saatnya bernostalgia untuk setiap perjalanan kita. Nostalgia emang asik. Banyak hal yang mungkin telah kita temukan. Banyak titik-titik yang ternyata menjadi garis yang mengantar kita hingga menjadi apa kita sekarang ini. Hati-hati lubang kesedihan menganga di setiap langkah yang telah terjejak, bahkan kegembiraan menjadi suatu hal yang pahit untuk dikenang karena maknanya menjadi berbeda kini. Dia yang dulu mungkin bergembira dengan kita telah tiada, dia yang dulu menjadi kesayangan orang lain, dan betapa singkatnya semua tertutup menjadi kenangan dibungkus waktu dalam kotak ingatan.

Kembali melangkah menuju pemberhentian. Setelah lelah berjalan dan bekal habis, berhentilah dulu, mengisi lagi. Untuk kembali riang menebar senyum disepanjang jalan. Berbagi bekal dengan semua yang menghampiri. Mari kembali merasakan kekosongan bekal kita, kembalilah membaca, melangkah lagi untuk sebuah perjalanan panjang.

mundur perlahan beberapa langkah, berhenti sejenak, tarik nafas perlahan, yang panjang, tahan sebentar, keluarkan perlahan, pejamkan mata sejenak, buka mata dan tatap kedepan, meloncat sedikit, buat langkah kecil, perlahan, tambah tempo dan kecepatan, berlari, cepat, lebih cepat, siapkan sebuah langkah besar, lebih cepat, bertolak, loncat, lebih tinggi, lebih jauh. bersiaplah karena pada suatu waktu pasti akan turun kembali, dan bersiaplah untuk sebuah pendaratan yang terbaik.

setamat ulang tahun wi, teriring doa dan harapku semoga hari-hari yang akan kau tempuh di masa depan adalah sebuah kebaikan yang terus akan kau jalani dan penuh limpahan rahmat dan perlindungan dari Allah Sang Penguasa Hati serta penuh selimut kehangatan kasih sayang dari orang-orang terdekatmu, jika kau jatuh dan terpuruk ingatlah aku, mungkin saja aku bisa mengentaskanmu dari keterpurukan itu. saat kau senang lupakanlah aku, bila kau takut aku akan merusak kebahagiaan yang kau jalani.

ditulis 06.00 waktu jogja
28 desember 2010
Read More...

Rabu, 22 Desember 2010

Secangkir Kopi dan Seiris Hati

Leave a Comment

secangkir hati dan seiris hati, kubuang jauh kenangan atas dirimu yang tersaji pahit penuh sentuhan manis dan hangat dalam secangkir kopi ini. kubung jauh kenangan atas senyum yang tersaji atas ketulisan hatimu saat memebelaiku dengan rasa yang tak pernah tulus itu. sebuah rahasia kecil diantara jutaan butir rahasia yang tersaji dalam seonggok mimpi di malam hari, ku ingin menemuimu lagi seperti kala itu kau sajikan secangkir kopi di dingin malam yang menusuk hati.

sumber ilustrasi : mindtalk.com
secangkir kopi dan seiris hati, kunikmati malam ini. kubingkai semua kisah kita, kusajikan dalam pameran terdahsyat, setelah itu aku akan masukan kedalam museum. karena kutahu dalam museum bingkai itu tak kan terawat dan kutahu dalam museum akan menjadi terlupakan, karena kutahu banyak orang menggap museum adalah tempat barang usang. seperti itulah ku ingin kisah kita dalam secangkir kopi dan seiris itu terjadi, menjadi usang, dan terlupakan dalam kenangan.

secangkir kopi dan seris hati, bersatu dalam hitam dan merah. dua warna aneh yang tak mungkin bersatu. kutahu itu semenjak pertama kita bertemu, kuyakinkan hati bahwa tak ada yang berbeda dari setiap sisi makna kehidupan, biar pahitnya kopi membasuh luka di hati, supaya semakin perih terasa.

secangkir kopi dan sirirs hati, hanyalah satu sisi dari banyaknya sisi kehidupan manusia. ini bukan soal kau dan aku tapi lebih dari itu ini tentang kita, kita berdua. bukan soal hati dan kopi ini soal teh sayang. kau tahu kenapa, karena dalam dunia ini tak hanya kopi yang pahit tapi teh juga pahit. ah apa pula ini tak jelas mau kemana tulisan ini berjalan.

setan alas, secangkir kopi dan seiris hati kini teronggok sempurna menjadi usang di sudut kamar yang berisi penuh sampah ini, dengarlah angin dengarlah air, bersatulah, jadilah badai. hempaskan dan hancurkan semua yang ada. sajikan kehancuran itu dan barengi dengan tawa yang dahsyat. hancurkanlah, biar selaksa cerita tersaji tentang suka yang berubah duka, kemudian bingkai semuanya dan sajikan di museum supaya menjadi usang, ini bukan tentang aku dan kau tapi tentang kita, karena aku tak suka susu dencow tapi suka susu bendera.
:
There is no distance in friendship
Read More...

Selasa, 21 Desember 2010

Satu Hari di Kala Hujan Menyapa

Leave a Comment

entah sudah berapa lama saya mencoba lepas dari layar monitor baik itu PC maupun laptop, tak pernah saya hitung, pertama-tama terasa agak aneh kemudian ketika semakin lama saya mulai terbiasa. saya hanya mencoba menjauh dari teknologi, entah karena alasan apa saya melakukannya, tapi yang pasti mata saya semakin terbiasa. melepas diri dari gegap gempita kota jogja yang minggu-minggu terakhir ini di datangi hujan bahkan terkadang ditemani sambaran petir dahsyat. menjauh gari hingar-bingar sepakbola indonesia yang tengah menggelora, bahkan detak e-mail maupun notif tak terdengar lagi. tapi di lain itu saya merasa bersalah kepada kawan-kawan yang kemarin berbagi senyum dengan teman-teman kecil di perbukitan prambanan. bahkan HP saya pun sudah tak lagi berdering, hanya getar menyapa saat oprator memberi kabar tentang promosi layanan. ada satu-dua pesan masuk namun tak sempat saya balas karena pulsa saya sisakan 93 rupiah saja.

diawali dari sebuah ketidaksengajaan dan saya coba bertahan dari lingkup yang selama ini saya diami. apa rasanya, biasa saja tak berasa apapun. namun pagi ini saya mencoba keluar untuk sekedar menghirup udara segar dari satu sudut yang tak pernah saya hirup.  mencoba kembali menemukan sesuatu, entah apa sesuatu itu sesuatu yang sedang saya cari tapi di sisi lain saya tak tahu apa yang sebenarnya sedang saya cari. perjalanan tak berujung itu terhenti tatkala saya mendengar sayup-sayup kumandang adzan dari suatu sudut yang tak saya tahu. tak lama perjalanan saya terhenti ketika mata melihat sebuah menara kecil di sebuah sudut gang. tak salah lagi itu menara mushola, sejenak saya mencoba beristirahat, berwudhu, membasuh muka, dan kemudian sholat dzuhur disitu, sebuah daerah yang asing buat saya, namun anehnya saya tak merasa asing kala masuk dalam masjid dan sholat berjamaah.

sumber pengambilan gambar: kintarous.com
tak lama setelah sholat tiba-tiba grimis kecil menyapa dengan riang, saat tetesan air berdenting di atas genting. urung niat saya untuk beranjak pergi. sambil menanti hujan tiba-tiba saya di sapa seorang kakek-kakek yang tadi sholat bersama. sikakek tadi menyapa dengan lembut, terbaca dari suaranya yang samar, bahwa beliau sudah mulai renta. dialog terbuka dan basa-basi sederhana di mulai, dari nama hingga asal-usul keluarga dan hubungan dengan jogja, dari keistimewaan hingga sepakbola. tapi ada sesuatu hal menarik saat beliau bertanya kepada saya “apakah saya mengerti agama”. pertanyaan itu seperti sebuah petir yang menyambar di tengah hening grimis yang menyapa. kakek itu berbicara setengah protes namun dalam kesedihan penuh harap, tentang islam alias “mengerti islam”. beliau berbicara siapa yang sebenarnya mengerti islam, mereka yang NU atau Muhammadiyah, mereka yang sunni atau syiah, mereka yang berteriak bid’ah atau sunnah. bahkan beliau setengah protes saat harus berhari raya dengan hari berbeda. sebuah protes besar, kenapa harus berbeda dalam wadah yang sama.

lama sekali kakek itu bicara hingga ashar kembali datang walau langit tak kunjung tenang. sudah lewat ashar huujan mereda, langkah kaki saya lanjutkan dengan sebuah perpisahan berat dengan kakek yang tak saya tahu namanya itu. motor honda astrea legenda yang biasa saya tunggangi itu, kembai saya pacu di tengah basah aspal sisa hujan tadi. kembali melihat wajah-wajah basah, ada penjual es krim bermerek yang didorong, ada penjual susu, hingga penjual pecel. bahkan tukang parkir telah kembali ke jalan. jalanan masih berkabut dan terasa sendu, ah jogja terasa berbeda di luar lingkar kota dimana saya biasa berkelana. melihat senyum wajah-wajah ramah yang mulai jarang saya temui hingga seorang buta yang tengah berjalan dalam gelapnya. berburu waktu dengan sepeda ontel dengan penunggang yang penuh peluh keringat berpaut tetesan hujan. damai dan tenang, jogja sederhana yang akan selalu saya rindukan.

tapi tiba-tiba saya tersadar saat sekumpulan anak kecil berselempang sarung dan berpeci berjalan riang dalam satu arah, ah iya, senja mulai muncul dan teman-teman kecil itu pasti menuju mushola untuk memuja Tuhan-nya. tak ingin lagi terperangkan hujan, saya mencoba memacu kendaraan saya lebih kencang untuk pulang, tapi ternyata hujan  semakin deras, akhirnya keputusan diambil. saya berteduh sejenak di pinggi bangunan kecil tak bertuan dengan di dampingi rindang pohon. tak lama adzan kembali berkumandang, ini saatnya maghrib dan berbuka puasa, puasa sunah di hari senin. saya batalkan puasa saya dengan tetesan air hujan. alhamdulillah tak lama berselang bapak-bapak penjual mie ayam lewat, lumayan semangkuk 4000 rupiah cukup untuk mengganjal perut sampai nanti di rumah. kembali di tengah hujan ditemani pedas dan hangat mie ayam sambil bercengkrama dengan sang penjual saya menemukan banyak “pengakuan” hebat dari orang-orang yang Tuhan takdirkan bersapa tegur dengan saya dalam sebuah periode waktu yang menjadi rahasia Tuhan.

waktu maghrib yang singkat memaksa saya menembus hujan mencari tempat bersujud untuk bersyukur atas semua nikmat hari ini. sebuah tempat kecil dengan bantuan cucuran hujan saya basuh muka dalam niat berbudlu dan sebuah takbir siri saya ucapkan sebagai awal ibadah. kini saya bersujud seorang diri di tempat yang seharusnya saya terbiasa dengannya. semoga Tuhan mendengar doa saya kali ini. hujan mulai reda kembali saat waktu isya telah datang. 

kembali motor saya pacu, masuk kota kembali menyusuri jalan kecil di samping selokan, saya kenal betul jalan ini, sehingga tak ragu mampir ke greenz, tempat dimana saya biasa berbagi tawa dengan kawan-kawan yang sudah agak lama belum lagi saya sapa. ah saya rindu mereka. ternyata saya tak sia-sia, sekejap setelah saya duduk mas tosse datang menyapa, sebuah jabatan erat yang lama tak saya rasa. hangat penuh keakraban, ditengah hujan deras yang kembali datang menyapa. mendengar cerita mas tosse tentang perjalanannya ke studio biru dan rencana untuk berbagi tawa di akhir desember mengiringi pembicaraan kami, tentang canting dan studio biru di temani teh hangat yang tersaji.

hari semakin malam dan cuaca semakin dingin di jogja, gerimis telah reda, saatnya saya pulang untuk sholat isya kemudian tidur, sebuah syukur tak terhingga untuk yang kuasa atas hari ini yang luar biasa. saya rindu tawa di bangku kayu ini. di akhir hari ini saya punya jawaban atas pertanyaan seorang kakek yang saya temua siang tadi di mushola ujung gang, beliau bertanya apa cita-cita saya, dan saat itu saya tak bisa menjawabnya dengan kata, hanya saya jawab dengan segaris senyum. tapi di ujung malam ini saya punya jawabannnya, cita-cita saya adalah semua cita-cita kawan-kawan saya terwujud.
Read More...

Kamis, 09 Desember 2010

Penghuni Rumah dan Orang Rumah

Leave a Comment

hujan masih saja menyapa jogja sejak tadi siang bahkan dari siang kemarin lusa. penjual es bingung kemana dia berjalan menjajakan dagangan. es lebih lama mencair tapi uang tak kunjung cair hingga malam pun lahir tanpa pemberitahuan pada remang petang. malam menjelang melewati petang, membohongi sore yang tak terlihat datang. makanan di rumah mulai matang tapi penghuni belum kunjung datang. terjebak rintik hujan di tepian jalan, susah mengambil keputusan, apakah menanti rintik reda atau menerobos begitu saja. masing-masing punya resiko sendiri, menerobos dengan berlari berarti kuyup dingin mengelayut hati atau menunggu di tepi jalan menanti hujan yang tak jelas berhenti kapan.

orang rumah menunggu cemas, berharap sang penghuni tiba pada masa yang sama saat waktu makan malam tiba. tapi waktu telah berlalu melewati isya sang penghuni masih terjebak rintik yang tak kunjung reda. orang rumah menunggu dengan mengelus dada melihat makan malam mulai tak berselera. hati orang rumah mulai gundah, tak ada kabar dari penghuni yang katanya tadi pagi berangkat kerja. nasi di rumah mulai dingin dan es di tremos mulai mencair. penghuni rumah ragu pulang dengan hampa tanpa membawa apa, orang rumah menunggu dengan setia akan kepulangan sang penggugah rasa.

hujan yang menyapa jogja menimbulkan curiga tentang apa yang terjadi di sudut jalan penuh misteri. adakah cinta menguatkan hati keduanya untuk saling percaya dalam resah gelisah yang tak terarah. susana di jalan semakin sepi menjelang malam hari, penghuni rumah termenung di pinggir jalan memandang langit yang mendung. orang rumah mulai meraung sambil merenung dalam gelap saat PLN kalap mematikan lampu pelanggan di rumah yang tak beratap. penghuni rumah di jalan mulai kesepian, orang rumah di meja makan mulai kegelapan.

penghuni rumah memberanikan diri menerobos deras rintik hujan, dan orang rumah bangun dari duduk untuk menghangatkan makanan. kompor menyala didapur menghangatkan tubuh dan makanan, penghuni rumah berlari menembus hujan demi sebuah perasaan. ditemani sebatang lilin kecil, orang rumah kembali menyiapkan makanan di meja dengan dua kursi berhadapan. penghuni rumah datang, terdengar ketuk pintu dari depan halaman. cukup satu ketukan orang rumah tahu penghuni rumah tiba dari bekerja. wajah keduanya bertatapan seolah faham apa yang telah terjadi dalam rintik hujan.

singkat cerita daripada bosen membaca, keduanya langsung makan, tentu saja setelah badan penghuni rumah di keringkan dan makanan yang dingin sudah dihangatkan, biarkan es yang mencair menjadi saksi air yang mengalir dari cakrawala yang entah kapan berakhir. begitu kisah singkat orang kehujanan di pinggir jalan, jangan protes apalagi minta jatah makan dan sisa jualan es. sekian dan terima kasih, mari makan dengan yang terkasih.
Read More...

Kata-Kata Malam

Leave a Comment

biarlah kata-kata yang menemaniku setiap malam hingga pagi buta menjelang. bersama setan-setan jalang menghentak setiap nurani orang-orang yang katanya beriman itu. bertanya kenapa anda hidup dan untuk apa hidup bagai buir yang menjadi batas imajiner debur ombak dengan pantai. buih yang mengisi lobang-lobang karang yang diterpa gelombang. masihkah nurani bertahan diantara sisa-sisa debur kehidupan yang tak bertuan. adakah hal bertanya tentang maknawi jiwa-jiwa yang terluka.

biarlah kata yang menemaniku membelah setiap luka yang tak pernah ada. kututup kutambal dengan kata yang terjuntai nurani kata tanpa suara. mendekatlah kini sayang, dimana kau berada. adakah kau berada dalam pelukan keabadian maut yang mengancam, ataukah dalam pantauan izrail yang rama, ataukah izrail tampak garang dihadapanmu. rindukan izrail seperti merindukan kedatang kekasih menyapa setiap menjelang tidur.

sumber foto ilustrasi : agendajogja.com
mari sentuh tanganku karena kata tak pernah bicara. atas nama pengkhianatan dan kesetiaan. karena sesungguhnya pengkhianatan terbesar dan kesetiaan paling hakiki adalah sebuah kebranian. kita yang setia sesungguhnya adalah sebuah keberanian untuk mengkhianati perasaan kita sendiri demi kepercayaan orang lain.  dan kita yang berkhianat sesungguhnya adalah para pemberani untuk mengkhianatai sebuah kepercayaan demi egisme pribadi.

malam yang mengancam dengan kata-kata yang tajam, menghujam. angkat tangan kita katakan tidak pada ketidakadilan. kenapa dia bisa makan sedangkan banyak yang kelaparan. katakan dengan diam dikala lidah kelu dan biarkan kata terangkai dengan kaku, merambah dunia yang rindu, rindu pada kelmbu, yang menutup hati dari debu. kelambu kusam yang kian menghitam.

aku rindu melihatmu tersenyum seperti kerinduanku meluhatmu menangis, bersyukurlah kau masih bisa menampakan emosimu. karena aku lupa bagaimana cara menangis dan tertwa. rindu bagaimana kita bercengkrama dalam tama, saling menjaga bahu ditengah luka. kini dimana dirimu, tak ada lagi kau disampingku. hanya ada kata-kata malam yang menemani dingin malam yang bisu.
Read More...

Sabtu, 27 November 2010

Wanita Tua, Pemuda dan Senja

Leave a Comment

sore gerimis perlahan menyapa jogja, menghapus sisa abu kemarin lusa. ada wanita tua di ujung senja mencoba menyapa hari yang tak pernah ia suka. gemuruh merapi memang sudah mereda tapi wanita tua itu tak pernah tau kapan dia bisa kembali kerumahnya. wanita tua di ujung senja meratapi perjalanan hidup di ujung usia di kota yang bernama jogja. di sudut yang hampir sama para pemuda yang entah anak siapa tertawa ceria penuh canda tanpa peduli dengan sejarah hidup didepannya. dunia wanita tua di desa berbeda dengan pemuda di pusat kota. hari yang sama dalam sebuah proyeksi yang mendua antara duka dan suka.

merana meratap sisa hidup tanpa atap, dalam dekap penuh harap. mengurai benang kalbu yang berdebu, di ujung jiwa yang semu. jogja tak lagi sendu seperti saat tertutup debu. jogja kembali ceria seperti dulu dalam peluk merapi yang tak menentu. aku rindu jogja seperti dulu, bersanda gurau dengan nyanyian burung pipit yang merdu. banyak hati bertalu-talu di ujung senja yang tetap beku. mengharap penuh haru bahwa banyak pemuda merasakan hati wanita tua yang merana. menunggu senja tenggelam,  menanti malam temaram, berharap pagi ceria menyapa dengan tentram.

hati ini haru melihat sebgian pemuda saling bahu membahu, mendatangi tempat tinggal wanita tua, di ujung utara jogja,  sementara di tengah kota jogja yang jauh dari desa si wanita tua yang menatap senja, jauh dari tempat tinggal wanita tua saat muda. beberapa pemuda keluar dari wilayah nyaman, mengulurkan tangan menyingkirkan rintangan untuk sesuatu hal yang tak pernah dia pikirkan. bertarung asa ditengah bencana, menjadi relawan tanpa mengharap apa. menyumbang dana dan tenaga lebih dari sekedar doa dan kata. sebagian dari mereka rela bertarung nyawa, tanpa berharap pamrih walau badan ringkih.

mimpi kita semua duka ini berakhir suka, tak hanya di jogja tapi seluruh indonesia, karena kami tak butuh obama dan amerika, tak butuh pahlawan, karena rakyat kini butuh makan. berbagi cinta dari para relawan yang tak pernah mengharap pamrih untuk semua cinta dan kasih. gerimis mulai reda seperti abu yang hilang dari jogja, kini di tengah harap merapi kembali dalam diam. tegakan kepala kawan mari berbagi senyuman, jangan pasrah menghadapi cobaan.
Read More...

Rabu, 13 Oktober 2010

Pukulan yang Menenangkan

Leave a Comment

shelter trans jogja KOPMA UGM, jogja yang teduh, matahari tak bersinar terlalu terik sore ini ditengah sepoi angin yang beradu dengan deru mesin-mesin kendaraan jalan kaliurang. tiba-tiba terdengar ledakan dari sudut shelter. bukan ledakan bom, tapi sebuah tangisan bayi yang digendong seorang ibu. meledaklah tangisan itu menyingkirkan desir angin yang dingin, membekap deru kendaraan jalanan di tengah kepenatan bus trans jogja yang tak kunjung datang.

semua mata tertuju pada bayi yang digendong itu, entah berapa bulan usianya, tapi yang pasti bayi itu hanya bisa menangis, tangisan yang tak pernah tahu kapan kan berhenti. semua mata di shelter memperhatikan bayi itu dengan tajam, penuh selidik, dan muka yang tegang bercampur aduk, ada yang kasian, ada yang merasa teganggu, ada sebagian kecil yang acuh dan tak acuh. seharusnya di saat seperti itu wajah si ibu tegang, karena selain si bayi yang jadi pusat perhatian si ibu tentu juga salah satu pusat penyelidikan.

si ibu tak peduli lingkungan sekitar, dengan tenang dan penuh kelembutan memukul-mukul pantat si bayi satu dua pukulan. dan mengelurkan ucapan-ucapan kecil “cup, cup cup” sejurus kemudian si ibu melakukan hal yang sama sekali lagi dengan penuh perasaan dan kelmbutan, pantat si bayi dia pukul-pukul lagi dengan perlahan. ajaib si bayi tiba-tiba terdiam dan tenang kembali, di usp wajah si bayi yang mulai berkeingat. perlahan namun pasti bayi tersebut mulai tersenyum dalam ketenangannya.

si bayi tak peduli pengapnya shelter dan deru mesin-mesin kendaraan di jalanan. sunguh pemandangan yang menakjubkan. bayi yang masih putih bersih tanpa dikotori segala macam dikotomi penafsiran prilaku manusia menafsirkan sebuah pukulan sebagi bentuk kaih sayang dan sang ibunda. bayi bisa membaca bahwa pukulan itu bukan siksaan tapi sebuah arti kasih sayang.

bayi belum pernah menyaksika bahwa pukulan adalah kekerasan seperti isi film dan bacaan. dia merasakan naluri dari ibu, naluri ibu inilah yang diserap oleh naluri yang sama pada si bayi. pikiran dan hati yang bersih seorang bayi mendapat inpluf yang positif dari sang ibu dengan memaknai sebauh tepukan atau pukulan. hal yang ketika bayi itu beranjak dewasa akan hilang akibat pengaruh lingkunga dan pergaulan.

apakah ketika bayi itu menjalani usianya, merangkak hingga berlari, dan otak serta hatinya mulai teisi berbagai macam hal sehingga tidak murni lagi, masihkah bayi itu sat dewasa nani memaknai pukulan halus orang tuanya sebagai sebuah bentuk kasih sayang ataukah dia akan menganggap pukulan orang tuanya sebagai sebuah siksaan. waktu yang akan menjawab apakah pukulan yang sama dari orang yang sama akan dimaknai sama pula ketika si bayi itu ada di bangku SMP bahkan SMA.
Read More...

Selasa, 12 Oktober 2010

Rumput Kering

Leave a Comment

kering kerontang tanah gresang
pertanda musim mulai usang
rumput-rumput hijau berubah kuning
bebas terbang wahai rumput kering

dengung dzikir mengurai kalbu
rumput-rumput terbang bagai debu
kisah hidup tak pernah menentu
hancur lebur hidup bagai abu

rumput-rumput kering tak lagi menarik untuk kambing
menambah permasalahan petani yang semakin pusing
terbentuk garis-garis tanah yang terbongkah
menelanjangi lidah akar yang mengangah

banyak hati tak lagi peduli
akan nasib petani dan kuli

Read More...

Senin, 04 Oktober 2010

Sketsa Keberagaman di Sudut Jogja

61 comments
Ketika saya mengetahui adanya kontes menulis atau dalam bahasa David Beckham disebut Writing contest akan diadakan dalam rangka meramaikan Pesta Blogger 2010, saya terkejut dan sibuk sendiri. sibuk bukan sembarang sibuk tapi sibuk karena terkejut bahwa tema yang diusung seperti filosofi kalimat pusaka Indonesia "bhineka tunggal ika" dan oleh para blogger bahasanya disederhanakan menjadi "merayakan keberagaman". secara filosofis kedua frase kata itu memiliki makna yang sama, untuk itulah saya mengobrak-abrik 3 rak buku di kamar saya untuk mencari refrensi makna dari "keberagaman".

saya memang menemukan beberapa literatur sebagai refrensi tulisan, seperti tentang kisah Ibnu Rusyd yang pernah berfriksi dengan Imam Al-Ghazali tentang filsafat dan agama sehingga di ujung kisah ,Ibnu Rusyd mendapat gelar filusuf peletak tonggak perbedaan atas tiga prinsip dasar yang beliau kemukakan, tiga prinsip dasar itu antara lain, Pertama, keharusan untuk memahami yang lain dalam sistem referensinya sendiri. kedua, adalah prinsip menciptakan kembali hubungan yang subur antara dua kutub dengan mengedepankan hak untuk berbeda. dan yang ketiga, mengembangkan sikap toleransi.


bahkan dalam rangka pengobrak-abrikan rak buku saya menemukan dua buku yang mengulas keberagaman satu fiks dani satu lagi nonfiksi. buku fiksi yaitu novel karya Oki Madasari berjudul "Entok". novel yang terbit zaman orde baru ini menceitakan kisah perlawanan melawan anti-keberagaman. sedangkan buku non fiksi yang berhasil saya temukan buku berjudul "Rethinking Multiculutralism, Keberagaman Budaya dan Teori Politik". tapi semua itu tidak memuaskan dahaga saya untuk memaknai arti dari "merayakan Keberagaman".

sebagian kwana-kawan yang hadir minus yg telat (canting doc)
beberapa angota komunitas blogger canting

ditengah keputusasaan minimnya refrensi yang saya coba untuk dapatkan, saya justru mendapat SMS dari seorang kawan blogger "inget, ya.... nanti sore jam4 kumpul di TBY, seperti biasa jangan telat dan bawa konsumsi sendiri". ya, itu adalah pesan pendek pemberitahuan untuk kopadar komunitas "canting", komunitas blogger kecil-kecilan di Jogja. tanpa pikir panjang saya balas pesan pendek itu dengan kata "YA...".

akhirnya, dalam kata-kata "canting", "blogger", "komunitas", "keberagaman". sebuah garis kata imajiner yang membuat saya bisa menarik benang lurus yang tidak kusut dalam memaknai frasa "merayakan keberagaman" yang di usung dalam pesta blogger 2010. sebuah pesan pendek dari kawan blogger itu menarik memori saya jauh kebelakang, kepada teman-teman yang sering kopdar, tentang para blogger dari berbagai macam suku dan agama serta pemahaman yang berbeda dapat disatukan dalam sebuah komunitas kecil bernama "canting".

jujur saya menyadari, saya terlalu rumit berfikir tentang keberagaman. saya berfikir dan memaknainya terlalu filosofis dan akademis untuk mencari refrensi yang memuaskan, tapi ternyata saya justru menemukannya di sekeliling saya sendiri. keberagaman dan blogger dua kata yang saya temukan dalam satu kata "canting". sebuah komunitas blogger kecil di jogja yang nomaden tapi memiliki sebuah makna yang mendalam.

di "canting" inilah saya menemukan kawan-kawan blogger dalam satu komunitas yang disatukan oleh perbedaan namun mengusung visi yang sama. disatukan oleh perbedaan disitu kata kuncinya. kami di komunitas canting bersama bukan karena kami sama tapi bersama karena kami berbeda. di komunitas ini budaya egaliter tercermin dari kebiasaan kami saat kopdar yang selalu bergaya lesehan entah itu di Taman Budaya Yogyakarta maupun di Trotoar Titik Nol Jogja.

disini saya bisa bertemu berbagi macam orang dan latar belakang mapun sudut pandang berfikir. saat duduk sebagai blogger tidak pernah ada yang berdiri angkuh memamerkan latar belakang dirinya tapi semua bersatu dalam satu kata yaitu blogger, ada fotografer, pengusaha, jurnalis, teknisi, guru, mahasiswa (dari berbagai jurusan), anak SMA, dosen, penulis, editor buku, dan berbagai macam latar belakang. selain latar belakang pendidikan dan profesi komunitas ini berasal dari berbagai macam agama dan suku. ada mas Amrul dan mas Agung yang dari Sulawesi hingga mas Mumu dari lampung dan mas Sigit dari Padang. keberagaman itu semua disatukan dalam dua hal blogger dan Jogja. jadi keberagaman juga perlu disatukan dalam sebuah bentuk, dan bentuk itu berupa dua kata blogger dan Jogja.

perbedaan dan keberagaman inilah yang akhirnya memunculkan ide-ide dan konsep baru dari setiap pertemuan dan diskusi baik di alam maya maupun dunia nyata. hingga muncul ide-ide yang luar biasa yang berhasil disimpulkan dari masukan yang terkumpul. disinilah letak nilai dari keberagaman yang sesungguhnya, dari keberagaman akhirnya dapat membentuk sesuatu yang baru dan lebih baik. semakin beragam semakin bik asal juga diilhami untuk saling memahami dan mengerti.

kebersamaan dan keceriaan serta tawa ini semoga tidak cepat berlalu
salah satu aksi sosial di sanggar anak

lalu bagaimana bisa bersama padahal berbeda?
canting memang diusung dari hal yang sederhana, saat beberapa bogger kompasiana mengadakan kopdar, lama berlangsung ada keinginan untuk membentuk sebuah komunitas blogger jogja sebagai wadah untuk saling berinteraksi sesama kompasianer (blogger) di wilayah jogja dan sekitarnya. akhirnya di usung nama canting, sebuah alat untuk membatik dengan filosofi sederhana bahwa anggota canting akan "membatik" blog dan dunia dengan tulisan-tulisan tentang jogja dari berbagai sudut pandang.

di "canting" inilah kami tidak dituntut untuk disatukan dalam satu "ruang" walaupun cikal bakalnya berasal dari blogger kompasiana. kami tetap bebas menulis di blog-blog masing-masing ada yang aktif di kompasiana, di blogspot, di multiply, di wordpress, dan bermaca-macam blog pribadi. namun saat kami kopdar tidak pernah mengusung nama blognya. karena saat kopdar itulah mendapat ilmu selain keakraban. saat bertemu banyak yang dibahas, dari mulai tukar-menukar buku, diskusi film terbaru hingga aksi sosial dari pinggir pantai dengan menanam mangrove hingga bantaran kali sebagai aksi untuk anak-anak kurang mampu. dan kini masih dala persiapan membangun sangar anak untuk korn gempa jogja di wilayah perbukitan perambanan, sebagai pembuktian bahwa manusia-manusia maya dapat berguna didunia nyata.

ada hal kecil disekitar kita sebagai sebuah pembelajaran yang justru sangat luar biasa. saya tidak pernah bisa menarik makna dari keberagaman dalam setiap buku refrensi maupun kisah yang saya dengar, tapi saya justru menemukannya di lingkungan sekitar yang sebelumnya tidak pernah masuk dalam hitungan. saya akhirnya sedikit mengerti tagline yang diusung oleh pesta blogger tentang keberagaman.

bersantai di trotoar sambil nungu teman yang lain (canting doc)
kebiasaan kopdar lesehan di trotoar (egaliter, keberagaman dan kebersamaan)

I had jumped off the edge, and then, at the very last moment, something reached out and caught me in midair. That something is what I define as diversty. It is the one thing that can stop a man from falling, powerful enough to negate the laws of gravity. ada sebuah sketsa kecil di sudut jogja tentang sebuah makna dari keberagaman, fragmen-fragmen yang tersaji seperti sebuah mimpi tak terbeli. di sudut inilah dalam sebuah komunitas kecil tersaji sebuah keberagaman yang bukan sebatas ilusi.
satu kata satu perbuatan. kebersamaan itulah harga paling mahal yang tak bisa dibayar dengan uang tapi bisa dibeli dengan saling memahami. mari menerima perbedaan dengan senyuman.

Dalam kaitan semua hal itu pula, risiko keberagaman yang sepantasnya dirayakan, tak perlu melahirkan hero baru. Sebagaimana analogi dalam dunia industri, siapa pun sah menulis apapun dalam blognya asal dibarengi rasa tanggungjawab. Sebagaimana dalam lingkungan petani, maka menjadi lumrah jika siapa pun yang sanggup menanam dan memelihara padi, ya, tanamlah dan peliharalah padi tersebut. Eghm, kini, momentum para blogger Indonesia untuk unjuk gigi, mengkarnavalkan dirinya sudah tiba, karena tuntutan situasi. Di luar tetek-bengek persoalan bangsa saat ini, sebagai konsekuensi seleksi alam kita tinggal menunggu waktu, apakah blogger-blogger Indonesia akan menjadi pualam, melabu, ataukah malah bertalu, meraih zaman keemasannya.

Hiduplah para blogger dalam keberagaman eksperimentasi karnaval estetika.
Read More...

Jumat, 01 Oktober 2010

Sempurna Itu Omong Kosong

Leave a Comment

saya tidaklah berbicara tentang kesempurnaan dalam luang lingkup Tauhid, tapi kesempurnaan dalam sebuah ekosistem kemanusiaan, bahwa tak ada yang sempurnah dalam hidup manusia, Tuhan memang menciptakan manusia dalam sebuah kesempurnaan, tapi manusia tidaklah bisa sempurna dalam hidupnya. untuk itu sebuah kesalahan besar jika kita semua mengharapkan kesempurnaan dalam setiap langkah yang kita lakukan, tapi perlu dicatat satu hal bahwa kita berjuang untuk lebih baik.

mengejar kesempurnaan, perfecsionis, selalu di awali dengan tidak mau mentolerir kesalahan oran lain dan pada tahap selanjutnya mudah tersulut emosi. Jika terluka bathinnya ada bara emosi yang akan meledak tiba-tiba. orang yang mengejar kesempurnaan banyak mengalami kejadian menghadapi orang yang yang berpikir sempurna dan selalu mengeluh melihat lingkungan semrawut, tidak rapi dan berantakan. Mulut nyerocos, melihat orang lain sebagai biang dari keruwetan dan tidak suka introspeksi diri.

timbul kenekatan dengan ancaman yang mengerikan. Letupan emosinya sungguh luar biasa, Mengejar kesempurnaan memang bagus tapi jika menjadi obsesif dan ekstrem dalam implementasikan bisa membahayakan komunikasi personal, interaksi sosial dan hubungan antar sesama. tak perlu mengejar kesempurnaan agar semuanya terlihat baik, cukuplah berbuat baik dengan menghargai oranglain. karena kesempurnaan dan kebaikan dimata kita belum tentu menjadi hal yang sama di mata orang lain.

saling memahami dan memberi solusi serta mencari titik temu adalah lebih baik dari saling ngotot untuk mempertahankan pemahaman yang dirasa paling benar. jikapun akhirnya usul dan pemahaman kita menjadi minoritas (baca:kalah) maka itu bukanlah kita menjadi jelek, tapi lebih pada adanya pemahaman yang berbeda.

kita tidak akan pernah pernah menjadi sempurna, jika pendapat kita ditolak dalam suatu forum dan komunitas itu tidak ahrus kita kelur dari mejelis. satu kata satu perbuatan. kebersamaan itulah harga paling mahal yang tak bisa dibayar dengan uang tapi bisa dibeli dengan saling memahami. mari menerima perbedaan dengan senyuman.
Read More...

Kamis, 30 September 2010

Ibu, dalam Duka dan Kata

Leave a Comment

ada kisah yang menarik tadi pagi, saat seorang anak kecil -mungkin- masih usia anak SD, ngamuk-ngamuk di sebuah kawasan pertokoan di jogja. ngamuk bukan sembarang ngamuk marah bukan sembarang marah, anak itu benar-benar dalam emosi tinggat tinggi dengan membentak orangtuanya gara-gara memilih baju. si anak dengan nada keras membentak orang ibunya dengan nada yang membuat saya bergetar.

mammaaaahhhh….. mamah ini bagaimana masa milih baju buat dedek yang ini, ade ga suak, ganti!!!” dengan nada kasar dan mata melotot si anak membentak ibunya, tidak sampai disana, si anak masih meneruskan eksistensinya “ade pengen yang merah, ga suka dengan ini, ganti” bahkan sandal yang dia paki dia tendangkan hingga terlempar, setelah itu si anak setengah merengek dengan nada perintah meminta ibunya mengambilkan sandal tadi. sedangkan si ibu dengan tersenyum menghadapi anaknya yang kurang ajar.

tak jauh lama setelah itu saya keluar dan menuju parkiran, frgmen yang hampir sama tersaji kira-kira anak seusia remaja dengan santainya memerintah dan membentak orang tuanya. mencap sang ibu dengan bermacam hal yang tidak sopan, sedangkan si ibu yang luga dan mungkin merasa kurang gaul tetap diam saja dan menurut sama anaknya. dan si anak merasa di atas angin memerintah ibunya seperti perintah pada jongos.

dua kisa yang tersaji di depan mata dalam satu hari ini seperti sebuah wajah yang tak bisa dihilangkan. perlahan si anak mulai nyaman dalam posisi bekuasa atas orang tua, dari mulai merengek, meminta, hingga berdiri dalam posisi berani memerintah hingga membentak dengan nada kasar. ada apa ini dan fenomena apa ini?.

sungguh akal sehat saya tidak bisa mengerti akan apa yang saya lihat apakah ini ada hunbungannya dengan film-film di layar kaca dimana tidak ada lagi penghormatan anak pada orang tua, inilah contoh yang dibuat media kemudian ditelan oleh anak maupun orang tua. penghormatan anak atas orang tua bukan semata-mata atas perintah agama penghormatan anak pada orang tua bukanlah hamba pada raja, penghormatan anak akan orang tua bukanlah penentangan atas faham egliterisme yang ada. tapi penghormatan anak atas orang tua adalah keharusan ke-tahudiri-an anak atas posisinya.

patuh pada orang tua bukanlah menghamba, tapi sopan dlam tindak-tanduk dan tata krama. ituah yang hilang, bukan soal perbedaan pendpat tapi bagaimana anak berposisi sebagai anak dan orang tua memposisikan diri dimana sebagai pengayom dan penyayang. entah bagaimana pemahaman  zaman sekarang, karena orang tua saya selalu bilang beda anak sekarang dengan dulu.

ibu saya pernah “protes” saat saya bertengkar dengan adik saya. beliau bilang “dulu ibu dua telor dibagi tujuh tidak pernah bertengkar dan selalu rukun, kenapa kini kalian yang dikasih satu butir telor masing-masing suka bertengkar“. mungkin saya adalah generasi dimana menatap mata orng tua adalah sebuah “dosa”. dilarang memotong saat orang tua bicara. sehingga saat itu saya berfikir apakah saya takut atau saya hormat. dan kini saya menemukan jawaban atas semua “kekerasan” orang tua atas didikannya.

hal inilah yang selalu membuat saya pulang saat lebaran tiba, keinginan dan kerinduan akan kasih sayang, bahwa saya tahu kemarahan itu adalah bentuk perhatian. penghormatan terhadap ibu bukanlah tuntutan ibu untuk di hormat tapi sebuah keharusan anak bukan untuk balas jasa, karena jasa itu tak mungkin di balas, tapi untuk sebuah ke-tahudiri-an seorang anak.

dulu wajah ibu begitu biasa tapi kini ketika waktu dan jarak memisahkan dalam segmentasi yang jauh dan lama, maka hal-hal kecil dari ibu menjadi bayang menyenangkan sekaligus mengerikan. bibirnya yang pucat tanpa pernah tersentuh lipstik itu menampakan dengan jelas sungai-sungai darah diantara kelupasan daging di bibirnya yang merekah. ibu adalah orang yang terakhir makan dan terakhir minum.

bagaimanapun juga ibu telah berjuang dengan mempertaruhkan nyawanya hanya untuk mengantarku menghirup udara dunia ini. ibu rela memutuskan 40 urat yang melintang dirahimnya hanya untuk mewujudkan hasrat segumpal daging menyaksikan indahnya sinar mentari. betapa inginnya aku menyentuh pipi ibuku dan menyeka air mata yang meleleh dari matanya yanga ayu itu. tapi aku tak berdaya sama sekali, aku hanya bisa terdiam, membisu dan sepi.

jikalau saja esok hari atau lusa, sinar mentari masi berkenan menyinari bumi dan sejuknya embun pagi singgah di antara rongga-rongga dada, mungkin saat itu aku akan tahu apa artinya cinta, kasih sayang, kesetiaan, bala budi dan harga diri.
Read More...

Kamis, 09 September 2010

Apakah Menjadi Benar Itu Benar?

Leave a Comment

KEBENARAN KITA BERKEMUNGKINAN SALAH
KESALAHAN ORANG BERKEMUNGKINAN BENAR
HANYA KEBENARAN TUHAN YANG
BENAR-BENAR BENAR

saya selalu ingat kata-kata itu, dan terus saya fahami dengan perlahan, namun saya lupa kapan serta dimana dan dari saiapa saya mendengar atau membaca kata-kata itu untuk pertama kali. diluar “copyright” pemilik kata-kata sakral itu saya merasa kalimat yang teruntai memiliki makna yang mendalam. kata-kata itu mengajarkan dalam baha sederhana untuk tidak ngotot merasa benar dalam setiap pemahaman dan pengetahuan yang kita miliki. semuanya dikekembalikan pada Tuhan sang pemilik dan penguasa alam Sang Rahman yang Ar-Rahim. Dzat yang berkuasa atas semua pengetahuan yang ada pada manusia, sumber-dari semua sumber keilmuan Allah jalla jalaluh. hal ini menjauhkan kita sebagai manusia untuk “keras kepala” mempertahankan kebenaran semua yang mungkin menurut Tuhan hanyalam pembenaran saja. kata-kata itu mengajarkan kepada saya bagaimana belajar perlahan dari yang kecil dari langkah perlahan hingga akhirnya sampai pada tujuan.

catatan kecil di atas hanyalah sebuah intro, untuk pengantar catatan-catatan kecil berikutnya tentang betapa saya sering menyaksikan orang berdebat dengan panas seolah dirinya paling benar hingga keluar kata-kata yang tak pantas diucapkan terutama pembicaraan tentang agama, sehiangga saya harus berfikir keras untuk memahami mengapa banyak kata-kata yang tidak pantas dan tidak sopan keluar dari atau oleh orang-orang yang mengaku beragama. lebih dari kata-kata kotor bahkan prilaku barbarian dan anarkis serta sangat kasar bisa dilakukan oleh banyak yang mengaku akademis dan bahkan oleh mereka yang merasa dirinya beriman kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

fenomena-fenomena ini saya baca dari sebuah pembelajaran yang “melompat” baik dalam sebuah ideologi kasus hingga agama. dalam pemahaman ideologi contohnya bagaiaman tindakan anarkis banyak dilakukan oleh para mahasiswa -yang seharusnya- terpelajar. dimana segalah tingkah lakunya difikirkan secara matang baik dan buruknya. tapi nyatanya masih banyak mahasiswa yang bersikap anarkis saat aksi, tentu saya tidak sedang “memojokan” para aktivis mahasiswa saja, tapi kenyataan banyak aksi yang dilakukan lebih banyak membuat susah masyarakatyang lain, disinilah ideologi “semua gue” berjalan dengan ideologi -sok- perubahan dan -sok- revolusi. maka harus dipertanyakan sebuah kebenaran apa yang sesungguhnya diperjuangkan. berteriak anti korupsi tapi berujung dengan pengrusakan, sungguh akal sehat saya yang miring ini tidak menemukan korelasi yang pas antara anti korupsi dan membakar ban.

pembelajaran yang melompat-lompat inilah yang akhirnya menjadi para juragan, contohnya banyak berteriak tentang pasal-pasal pendidikan tapi lupa pasal yang ada di UUD45.  atau  banyak para aktivis berteriak negara busuk dan bermasalah tapi justru yang berteriak ini lupa apa yang terjadi disekitarnya. bisa diambil contoh lagi yang lebih konkrit seperti mahasiswa berteriak presiden turun atau pemerintah salah, tapi lupa bertanya siapa dirinya menuntut presiden turun, bahkan tat cara hingga protap bagaimana menurunkan presiden saja tidak tahu, ini sangat menggelikan atau berteriak pemerintah salah tapi lupa apakah dirinya sudah benar sebagai “wakil-wakil” mahasiswa sebenarnya, apakah aspirasi itu beanr-atau hanya kepuasan sesaat.
ilustrasi : sumber merdeka.com


belajar agama yang “melompat”
bukan hanya dalam kalangan civitas akademika saja dalam pembelajaran yang melompat itu, dalam kejadian ber-agama-pun banyak kita temui, banyak orang berteriak hebat terlihat keren sekali seolah ilmu agamanya begitu tinggi, sampa mengutip banyak hadist dan ayat, berfikir luas tentang Tuhan dan meneriaki sodaranya dengan kata-kata kasar. fenomena seperti ini bermunculan baik di dunia nyata maupun dunia maya. di dunia maya berargumen tentang agama membaw ayat dan hadist dan pemahaman tentang ketuhanan dan tahuhin ternyata bermodal “Google”. di tanya langsung “search” terus seperti itu, dapat copy-paste dengan pemahaman katanya yang katanya dari katanya tanpa pembelajaran secara penuh.

sehingga “agama” google mungkin bisa disematkan karena menjadikan “google” sebagai tempat kembali sebala keresahan. apakah ini salah? tentu tidak google dan kawan-kawan adalah sarana pembelajaran yang ada dan bisa dimanfaatkan seperti sebuah perpustakaan dan web menjadi sebuah buku yang terus kita pelajari. tapi menjadikan “search engine” sebagai rujukan utama hanya demi nafsu tidak mau kalah debat adalah menjerumuskan diri kita pada sebuah keterbatasa hidup sebenarnya, demi sebuah hawa nafsu dan gengsi. banyak diantara kita berdebat merasa paling hebat dalam beragama, baik yang seiman maupun yang berbeda keyakinan, menjadiakn hawa nafsu “kesombongan” sebagai orang “faham” agama.

ada sebuah kisah dari serambi masjid kampus UGM, sebuah kegiatan pembelajar agama yang sering saya temui, di awal-awal saya kuliah beberapa kali saya “nongkrong” setiap jum’at atau minggu pagi di masjid kampus untuk ikut pengajian yang ada, belajar agama-agama dan dakwah seperti ini di kota besar menghasilkan “santri baru” yang -sepertinya- sangat faham agama. dilihat dari cara berpakaian yang katanya jejak rosul sampai gaya berbicara ke-arab-arab-an dengan sebutan “akhwat, antum, ukhti dll. kegiatan pembelajaran yang banyak dari mereka yang bagi saya nampak ‘melompat’.

Saya terbiasa di lingkungan kampung saya, dimana orang mempelajari dan mendiskusikan agama sesuai dengan tingkat penguasaan ilmunya masing-masing. Saat belajar fiqh, misalnya, seorang santri akan urut mulai dari thaharah (cara bersuci, baik dari najis maupun hadats). Mereka fokus betul di situ, mulai dari penguasaan ilmu hingga prakteknya. Sebelum rampung menguasai aspek thaharah, mereka tak akan melompat membicarakan topik besar seperti tauhid. Tapi yang saya temui di Gelanggang Mahasiswa atau Masjid Kampus UGM kerap sebaliknya. Banyak teman yang saya lihat masih melakukan wudlu’ dengan cara yang tidak sempurna, namun saat berdiskusi bisa begitu canggihnya berbicara tentang tauhid uluhiyah. Saya waktu itu kerap tertegun karenanya. Para ‘santri baru’ ini, demikian menurut saya ketika itu, benar-benar sembrono dan tidak urut dalam mempelajari agama.

banyak yang berbicara, antum, ukhti, akhi yang saya kira pintar bahasa arabnya ternyata tidak tahu apa arti nama belakang saya (ngashim). bahkan banyak pula yangkelihatan pintar bahas arab dari gaya bahasanya tidak tahu bagaimana menyebutkan angka 1 sampai 10 dalam bahasa arab. buat saya ini ironis, pembelajaran “melompat” ini terlihat dengan jelas dimata saya. ini tidak hanya terjadi di kampus, justru banyak juga terjadi di organisasi masa yang mengaku pejuang dan wakil-wakil Tuhan.

epilog
terkadang kebenaran-kebenaran yang kita yakini hanyalah sebuah pembenaran subjektif yang kita benarkan, karena kebenaran kita bukanlah kebenaran orang lain, memaksakan kebenaran adalah sebuah kesalahan yang mengkhianatai kebenaran yang kita miliki dan kita yakini. pembelajarn yang melompat-lompat seperti ana SMP kemudian di ajarkan tentang integral hingga kalkulus tentu tidak akan pas karena memang ilmunya baru sebatas mencari persamaan dengan metode eliminasi dan belajar diagram ven. mencari kebenaran bukanlah dengan jalan “searc engine”, maksudnya bukan dengan jalan singkat kemudian kita yakini karena merasa “pas” kemudian berkoar-korar. cari, pelajari, dan gali kemudian utarakan, itu akan lebih menahan diri untuk tidak berlaku anarkis baik dalam berdiskusi/ berdebat dan bertindak dilapangan, sehingga tak perlu lagi kata-kata kotor terucap dan tindakan kasar terlaku, tak ada lagi teriak anti korupsi dengan mengumpat dan melempar batu tak ada lagi teriak anti ahmadiyah dengan memukul tongkat dan kata-kata kotor.

jas almamater dan jubah putih itu terlalu terhormat untuk membalut tubuh yang penuh kekerasana dan kepalan tangan. maka apakah dengan emosi sesaat dan atas harga diri serta mengejar nafsu untuk menjadi hebat benar-benar menjadikan diri kita hebat.

Orang yang paling berani ialah orang yang MERASA menjadi wakil Allah untuk menghakimi dan menghukum hamba-hambaNya.

Read More...

Kamis, 29 Juli 2010

Menelisik Makam Raja Jawa

8 comments
sunyi dan sedikit mistis, itulah perasaan pertama yang saya rasakan ketika melewati jembatan kecil yang menjadi gerbang masuk pertama ke makam Sultan Agung di Imgori yang sangat terkenal. Berada sekitar 20 kilometer di sisi selatan kota Yogyakarta, bukit Imogiri benar-benar menyimpan misteri setelah dijadikan makam raja-raja Mataram.

Berbeda dengan bukit-bukit lainnya di bagian selatan Yogyakarta yang kebanyakan sudah gundul, maka karena kesakralan makam itu, pepohonan di Imogiri tumbuh subur. Ada pohon jati yang berusia 300 tahun lebih, ada pula pohon beringin, kepel, pala, bambu, dan pepohonan lain yang tumbuh tak terusik tangan manusia. Kicau burung, angin semilir yang sejuk, merupakan hasil keseimbangan ekosistem yang terjaga lantaran kesakralan itu. senyum ramah terurai dari seorang setengah baya yang bertugas sebagai penjaga parkir. hembusan angin sore menyeruak dari celah-celah daun di sekeliling makam. sebuah sambutan alam yang cukuup untuk membuat pengunjung lebih berhati-hati.

gerbang utama ke makam para raja, batas pengunjung biasa (aziz doc)

belum cukup sampai disitu, karena untuk menuju kompleks makam utama pengunjung harus menempuh anak tangga yang cukup panjang. saya secara pribadi membaginya dalam 3 jenis tangga utama. pertama, tangga awal yang cukup landai tapi panjang tidak terlalu curam tapi cukup panjang dan melelahkan, di sebelah kiri berupa hutan dan ada beberapa makam warga, sedangkan di sebelah kanannya berupa perumahan warga yang beberapa diantaranya berupa ruko. setelah melalui tangga tahap pertama ini pengunjung akan sampai pada pemberhentian pertama di sebuah Masjid dan joglo kecil yang cukup untuk melepas lelah. Masjid itu merupakan masjid tradisional yang di bangun kira-kira pada masa Sultan Agung .

secara umum bangunanya masih asli hanya pada bagian serambinya saja yang mengalami perubahan yaitu pada bagian lantainya. Masjidnya beratap sirap , tetapi kini bagian atasnya dilapisi seng. sehingga atap, sirap hanya bisa dilihat dart dalam masjid saja. Unsur kekunoan lain pada masjid ini adalah pawestren dan kolam di halaman depan . Pada serambi masjid terdapat tubuh (Bedeng), besar dengan diameter 99 cm, panjang 146 cm. Menurut juru kunci makam tabuh ini di buat semasa dengan masjid. Unsur asli yang lain adalah saka guru dari kayu jati yang di sangga umpak persegi dari batu kali. Mihrap berupa relung pada dinding barat, dan mimbar berhias ukir-ukiran diantaranya ada yang manyerupai kala.

tak dinyana dan tak di duga, ternyata kedatangan saya kesana berbarengan dengan adanya pengambilan gambar acara Si Bolang TransTV. lumayan untuk melepas lelah sambil melihat tingkah polah anak-anak lugu di depan kamera. ternyata makam mistis ini menjadi daya tarik tersendiri untuk setting sebuah tayangan televisi.


shoting Si Bolang, di sekitar kompleks makam (aziz doc)

kembali ke makam Sultan Agung dan Raja-raja jawa, terutama Mataram dan semua keturunannya. Kompleks ini berada di Ginirejo Imogiri. Makam ini didirikan oleh Sultan Agung antara tahun 1632 - 1640M merupakan bangunan milik Mataram dan di jaga oleh dua pendopo dari Yogyakarta yang berada di sebelah kiri dan Surakarta di sebelah kanan gerbang utama makam. tapi sebelum kesana persiapkan fisik dulu untuk mendaki tangga dengan panjang lebih dari 200m dengan kemiringan 45°. jumlah tangganya 4009 anak tangga dengan pembagian masing-masing yang juga memiliki filosofi.

tangga menuju makam. puncak'y belum keliatan tuh :P (aziz doc)

sebelum masuk kompleks utama makam, pengunjung harus melewati gerbang utama yang berbentuk gapura seperti candi-candi hindu. menurut cerita dari seorang penjaga makam di pendopo penjagaan Yogyakarta yang merupakan abdi dalem kraton bernama mbah Jamidi atau Ngabei Sidohandono (nama yang di dapat dari kraton), dan buku sejarah. berbentuk gapura bentar yaitu gapura yang berbentuk seperti candi terbelah, tanpa atap dan tanpa daun pintu. ukuran panjang 220 cm. lebar 150 cm, dan terbuat dan batu bata . Pada bagian kaki terdapat hiasan giometris. Di sebelah menyebelah kori supit urang ada dua padhasan, dengan lapik berhias tumpal.

gapura, gerbang pertama,

plakat prasasti penghargaan, pahlawan dari keluarga kraton termasuk sultan Agung

tepat di depan gerbang uatma di jaga oleh 6 gentong air. atau yang di kenal dengan nama padasan. 2 buah terdapat di luar gerbang supit urang dan 4 buah terdapat dihalaman Kamandhungan dan biasanya disebut enceh atau Kong. Dua buah enceh yang berada di timur tangga regol Sri Manganti 1 dinamai Kyai Mendhung dan Nyai Siyem. Kedua enceh ini merupakan persembahan dari raja Ngerum (Turki) dan Siyem (Thailand). Sedang yang berada, di sebelah barat tangga bernama Kyai Danumaya dan Nyai Danumurti, berasal dari Aceh dan Palembang.

Yang menarik adalah, Makam Imogiri - juga disebut Pajimatan Imogiri - terbagi menjadi tiga bagian. Jika kita datang menghadap ke makam itu, maka pada bagian tengah adalah makam Sultan Agung dan Susuhunan Paku Buwono I. Lalu di sebelah kanan berderet bangunan makam para sultan Kraton Yogyakarta, mulai dari Sultan Hamengku Buwono I, II, III yang disebut Kasuwargan. Disusul di sebelah kanan makam Sultan Hamengku Buwono IV,V, dan VI yang dinamakan Besiaran. Dan paling akhir di sisi paling kanan adalah makam Sultan HB VII, VIII, dan IX yang disebut Saptorenggo.

Pada sisi kiri berturut-turut adalah makam para sunan dari Kraton Surakarta, mulai dari Susuhunan Paku Buwono III (abang Sultan HB I) hingga Susuhunan Paku Buwono XI. Khusus makam Sultan Hamengku Buwono II, jenazahnya dimakamkan di Makam Senopaten di Kotagede, Yogyakarta, di dekat makam raja Mataram I, Panembahan Senopati yang ketika muda bernama Sutawijaya atau Panembahan Loring Pasar.

untuk masuk makam utama yaitu makam Sultan Agung harus melewati 3 gerbang lagi dan memakai pakaian khusus yang disediakan oleh pihak penjaga makam. selain itu juga terdapat banyak peraturan khusus dari mulai sikap hingga pakaian. selain itu setelah masuk kompleks gerbang pertama tidak boleh menggabil gambar atau foto.

jika ingin masuk ke dalam terutama makam raja-raja di perkenankan pada hari senin dan minggu pukul 10-13 WIB dan jum’at 13-16 WIB. pada waktu-waktu itu gerbang utama dibuka dan masyarakat umum boleh masuk dengan menyanggupi semua persyaratan yang diberlakuakan.

mbah jamidi alias ngabei sidohandoko penjaga di pendopo jogja (aziz doc)

harap maklum karena masuk makam raja-raja di jawa berbeda dengan berziarah ke pemakaman biasa. dan perlu di ketahui ternyata tanah di bukit merak yang menjadi puncak itu berbau harum, boleh percaya atau tidak. dan satu lagi ternyata jumenengan atau yang telah menjabat sebagai Raja atau Sultan tidak berhak dan tidak boleh untuk menginjakan kaki di kompleks makam. menurut penjaga di situ, peraturan itu sudah menjadi UU tak tertulis yang tak boleh dilanggar.

nyambung dikit : ternyata, gaji penjaga makam di sana hanya Rp. 7050,-dan mereka melakukan profesi (saya menggap sebagai profesi bkn sekedar pekerjaan) itu dengan bahagia.

masuk ke makam itu tidak di tarik biaya atau tiket, hanya ada uang parkir. tapi di setiap muka tangga atau bangunan ada kotak amal yang sebaiknya di isi se-ikhlas-nya.

segitu dulu ya, kapan-kapan jalan-jalannya di lanjut lagi….
Read More...