ilustrasi saja |
tengah malam tadi saya menghabiskan sedikit waktu luang saya di titik nol kilometer jogja, hal yang sejak setahun lampau adalah tempat paling mengasikan untuk berbagi tawa. duduk lesehan di trotoar beralas tikar robek di angkringan milik ibu-ibu gendut yang terlihat semakin menua, lesehan ini adalah salah satu tempat paling memorial dalam perjalanan saya sebagai seorang mahasiswa dan blogger, tempat berkumpul dalam kesedrhanaan dan egaliter bersama kawan-kawan blogger jogja saat kopdar. tawa, ceria, keramaian serta kegilaan tertuang menghiasi malam-malam dimala lalu. tawa itu kini mulai tak terdengar lagi, senyum lebar itu kini kian menipis. malam tadi terasa amat sangat sunyi, sunyi bukan saja karena memang itu malam jum'at dan tidak banyak orang di titik nol, tapi juga sunyi dalam arti kegilaan yang meredup hilang.
menyisakan 3 orang 3 teh hangat 5 gorengan 1 sate kerang dan 2 arem-arem. menghiasi sisa obrolan penuh diam semalam. terasa lebih sunyi dari biasanya. sepi atau sendiri sebenarnya adalah bagian dari kehidupan sehari-hari buat saya, tapi saya tidak mengerti kenapa sepi kali ini terasa sangat berbeda. apakah bener kata seorang teman yang sedang berjuang mencari serat centhini itu, bahwa mungkin satu plot cerita dari buku 5cm bisa dimaknai dan diterapkan, ah saya merasa akan sangat rindu atau saya perlu meng-iya-kan argumennya. tapi, lihat saja nanti, waktu memberi jeda untuk sebuah jawaban karena waktu tak pernah memberi jawaban.
malam tadi tentu bukan malam-malam 1 tahun lalu, sepi kali ini harusnya dirayakan. banyak sudah yang berubah dalam dimensi lembar tikar sobek di atas trotoar depan gedung bank indonesia. banyak kemajuan dan perbuatan yang dicapai, banyak peserta duduk dan peserta tawa yang yang telah membuat dirinya ada di dalam dimensi kemajuan dan saya masih duduk ditempat yang sama tanpa perubahan. entah kenapa malam itu saya merasa tikar yang saya duduki seperti mendaulat orang-orang bersila sebagai para pegiat sosial, atau kini saya justru mencari keriunduan untuk sekedar berbagi tawa, sekeder menggila, berbicara dalam bahasa sederhana.
sungguh sepi seperti tak pernah serumit ini, tak sesesak ini, dan tak semistis ini. seorang kawan sambil menyeruput teh hangat berujar, "de javu kah" mungkin iya, tapi saya rasa saat ini bukan setahun lalu, saat ini bukan saat bertemu untuk tertawa dan bergembira. lain kali kita mungkin akan kembali menggila tapi tidak dalam waktu dekat ini, entahlah kapan, mungkin sampai ada satu moment di mana Tuhan akan mengijinkan sebuah pertemuan. ah kini sudah banyak yang jadi orang-orang waras.