Kamis, 30 Desember 2010

Dari Titik hingga Ruang

Leave a Comment

semua berawal dari titik, titik yang berderet itu membentuk garis, garis terus akan meliuk dan tumbuh terus menerus, dan akhirnya deretan titik yang membentuk garis itu kembali ke titik awal hingga menjadi ruang. sesungguhnya titik tolak itu pada dasarnya adalah titik akhir. ruang yang tercipta membentuk karakter tersendiri, membentuk dirinya sendiri, membentuk komunitasnya sendiri hingga membentuk karakternya sendiri. sebuah ruang menghindarkan diri daruang yang lain, tapi kadang kala ada rung berkait seperti yang tergambar dalam diagram ven. antar ruang terpisah dan ruang yang terkait dengan ruang lain, padahal kesemuanya itu berada dalam satu ruang.

ruang adalah tempat berteduh, tempat berlari, tempat istirahat hingga tempat kembali. ruang bisa membuat perang ruang bisa menjadi barang jualan. ruang terkadang ajang pamer. ruang dalam ruang membuat ruang baru hingga saat ruang itu menjadi besar, ruang lupa pada titik. ruang terlalu besar untuk mengakui dirinya hanyalah titik. padahal sesungguhnya ruang hanyal titik. terlalu banyak ruang dalam ruang hingga muncul ruang dalam ruang. hingga ruang-ruang kecil lupa pada awal ruang, bahwa deretan titik yang menjadi ruang kini adalah titk yang muncul dalam ruang besar. titik yang menetes pada ruang besar telah membentuk ruang baru hingga titik baru yang muncul kesulitan mencari ruang di ruang besar.

jika saja titik tetap menjadi titik dalam ruang besar yang awal, tentu akan lebih banyak lagi titik, sehingga titik-titik itu berjejer membentuk warna pada ruang utama. tapi titik telah berjejer dengan titik membentuk ruang-ruang baru. hingga titik baru harus membuat pilihan, berada di ruang besar dengan menjadi titik sendiri, berbaris memperbesar ruang dalam ruang, atau yang ketiga masuk dalam ruang di dalam ruang atau justru menjadi titik dan menjadi besar sebagai titik. dan kini diriku hanyalah titik dalam ruang besar, hanya titik di pojokan, titik semu yang semakin pudar. aku tak bisa menjadi titik utama hingga mencolok. kunikmati diriku setitik, walau itu noda.
Read More...

Rabu, 29 Desember 2010

Dedramatisasi Laskar Pelangi

Leave a Comment

apakah ada adalah orang yang sudah khatam Laskar Pelangi atau anda bahkan orang yang sudah menamatkan tetralogi tersebut hingga novel terakhirnya yaitu Maryamah Karpov atau anda bahkan lebih dari itu, yaitu seorang pemuja Andrea Hirata dan bahkan menamatkan Padhang Rembulan atau lebih manik dari itu hingga membaca semua Novel, tulisan dan semua hal yang berhubungan dengan pemuda asli belitong tersebut. jawabannya bisa iya bisa tidak, tapi saya yakin banyak di antara kita pernah mendengar Laskar Pelangi, minimal tahu jalan cerita tersebut secara garis besar dan bisa jadi diantara itu sudah banyak pula yang membaca Laskar Pelangi berulang-ulang.

Novel ini menjadi box office indonesia di awal abad 21 bersamaan dengan Ayat Ayat Cinta karangan Habiburahman El Syrazi. Laskar Pelangi berhasil menyihir banyak pambaca tidak hanya di kalangan pecinta sastra tapi juga berhasil menempatkan kisahnya berjejeran dengan Harry Potter di rak-rak buku anak muda dan remaja di Indonesia. kemampuan Andrea mengolah LP dengan bahasa khas penuh ilmu pengetahuan dengan mem-fiksi-kan otobiografisnya menjadi nilai sendiri untuk buku yang berhasil naik cetak 20 kali ini.  novel ini memang layak untuk dibaca bukan dimana sang penulis berhasil membuat narasi yang tepat, indah, berisi, dan cerdas.

bahkan Sunaryo Basuki Ks menempatkan Andrea bersama Ayu Utami dan E.S Ito sebagai harapan karena kemampuan mereka bertiga melepaskan diri dari persoalan pribadi dan masuk dalam kisah yang disampaikan untuk menyatakan sikap hidupnya.  anda mungkin sering mendengar Andra maupun Ayu tapi mungkin sebagian dari kita tidak terlalu familiar dengan Ito, penulis yang oleh Fadjroel Rachman disebut sebagai Pramodya Ananta Toer muda karena keliahainnya menulis dalam novel Rahasia Meede. disaat Rahasia Meede ditempatkan bersamaan dengan Bilangan Fu dalam jajaran nominasi KLA, Andrea Hirata justru tengah sumringah karena LP laris di pasaran bak kacang goreng.

membaca tulisan Damhuri Muhammad berjudul “Dari Gontor ke Trafalgar Square” (jawa pos 2009), dimana di awal tulisannya Damhuri menyindir seorang pejabat pemrov sumbar karena pejabat tersebut mengatakan bahwa tidak ada penulis dari ranah minang membuat “karya besar” seperti laskar pelangi dimana dalam karyanya berhasil memperkenalkan geografis dan demografis dalam rangkaian tulisannya hingga daerahnya bisa jadi termasyuhr dengan begitu karya tersebut bisa digolongkan menjadi “karya besar”.  lebih lanjut Damhuri membalikan pernyataan tersebut dengan penekanan yang jauh lebih filosofis dan bermakna, yaitu jika sebuah karya itu hanya diibaratkan sebagai “iklan” daerah maka apa bedanya sebuh novel dengan brosur-brosur dan bukjlet-buklet yang diiklankan oleh pemda baupun biro wisata.
kini novel-novel yang di anggap “karya besar” justru banyak dinilai diluar bahasan sastra itu sendiri sehingga unsur-unsur estetik dan artistik sering terabaikan lantaran pengalaman pembaca hanya sampai pada pencapaian pesan-pesan etik dan didaktik. lanjut Damhuri inilah yang menyebabkan sejumlah kegamangan muncul disebabkan pendekatan non-artistik pada kreatifitas literal. dimana kita akhirnya menilai novel dari apakah novel itu “memotivasi” atau “tidak-memotivasi” sehingga menjadi pertanyaan apakah bedanya novel dengan buku motivasi dan di tingkat lanjut mungkin kita tidak bisa membedakan antara Andra Hirata dan Mario Teguh.

diluar itu dalam tahap selanjutnya muncul hal-hal unik yang saya lihat dari jajaran novel dalam rak-rak di toko-toko buku, di sadari atau tidak endrosment yang muncul di belakang buku tidak lagi dari kalangan sastrawan atau kritikus sastra tapi bisa dari artis, sutradara, tokoh politik, karyawati hingga ibu rumah tangga, bahakn tak sedikit dari media. bahkan jika anda lebih jeli di sampul-sampul novel ada hal unik yang terjadi tahun-tahun belakangan ini, ada yang menulis “novel pembangun jiwa”, “novel spiritual”, “novel remaja”, “novel motivasi”, “novel islami”, “novel dari kisah nyata”, atau bahkan ada yang menarik pembaca dengan didepannya di tulis “untuk dewasa”, untuk 17 tahun keatas” dan macam-macam.

mungkin saya adalah satu dari ribuan atau bahkan jutaan yang larut dalam kisah Laskar Pelangi, hingga kekaguman saya pada kisah dalam novel itu dan kisah Andra sendiri yang berhasil jadi mahasiswa Sobrone walau anak seorang penggali timah di tanah belitong. menjadikan saya berada dalam posisi sulit terhadap novel ini, sehingga saya tidak lagi menjadikannya dalam bentuk sebuah apresiasi tapi sudah menjadikannya dramatisasi terhadap Laskar Pelangi.

membaca kembali hubungan Andra sebagai anak blitong dengan kemelaratan masyarakat walau di saat yang sama PT Timah berhasil mengeruk kekayaan yang amat sangat dahsyat dan di kemudian hari ditinggalkan hingga menyisakan puing-puing sisa kebangkutan. bisa jadi “kebencian” anak blioitong terhadap negara dalam hal ini karena adanya pemisahan sekolah dengan anak-anak karyawan belitong menjadikan kisah tersendiri dalam Laskar Pelangi, walau saya percaya bahwa “kebencian” tidaklah berlanjut menjadi “dendam”.

kisah penuh intrik, kesedihan, dan semangat tak pantang menyerah pada laskar pelangi inilah yang membuat saya berjumpa dengan banyak pemuja Laskar Pelangi lainnya, akibat keprihatinan dan rasa simpati pada tokoh-tokoh dalam kisah maupun semangat yang tumbuh pada perjuangan diri seorang pengarang itu sendiri. kekaguman pada laskar pelangi terkadang di dasari kebencian terhadap korporasi dan perusahaan besar yang mengeruk kekayaan suatu daerah. atau bahkan bisa jadi kecintaan pada Laskar Pelangi dikarenakan nilai islami dalam novel tersebut salah satunya sekolah Muhammadiyah itu sendiri. hingga penilaian tidak lagi di dasari pada nilai sastranya sehingga Kerancuan yang lebih menyangkut masalah psikologi itu, sudah menerjang ke bidang kritik sastra. Akibatnya, tolok ukur yang dipakai untuk menilai karya sastra pun kabur.

menurut saya realisme dalam novel otobiografis Andrea Hirata berjudul Laskar Pelangi itu adalah kekuatan novel itu sendiri, dimana kisah yang dituliskannya adalah kisah yang dialami, didengar maupun dirasakan dalam sebuh garis besar yang jelas. justru dengan inilah saya yakin bahwa karya pemuda belitong ini tidaklah besar, karena penulisnya pemuda “pedalaman” yang berhasil kuliah di Sobrone, bukan juga karena bukunya laris manis kemudian menjadikannya punya nilai lebih. tapi lebih karena karya Andra Hirata memang hebat. namun, tidak ada kehebatan yang tidak boleh diragukan, kecuali kehebatan Tuhan. dan Andrea adalah manusia biasa, setiap karya sepatutnya di apresiasi, dan apresiasi tidak selalu dalam bentuk pujian dan sanjungan. karena terkadang kritik, celaan, bahkan hingga hujatan adalah bentuk apresisasi disisi lain karena sebuah karya besar dan hebat akan tetap luar biasa. bahkan semakin banyak dan beragam bentuk apresiasi itu karya tersebut bisa semakin bersinar. sehingga saya berpendapat dramatisasi yang muncul dari Laskar Pelangi pada “kehidupan nyata” tidaklah perlu terjadi sehingga saya tidak terikat pada kekaguman berlebih yang mengekang diri saya dari sikap kritis terhadap suatu karya, bukan hanya karya Andera tapi juga yang lainnya.

yogyakarta, 29 desember 2010… siang hari saat matahari bersembunyi, dan malu menampakan diri di bumi.
Read More...

Selasa, 28 Desember 2010

Selamat Ulang Tahun Wi

Leave a Comment

cahaya pagi di jogja tidaklah terlalu cerah hari ini. mendung, dingin dan penuh misteri, matahari tak kunjung muncul seperti pagi-pagi sebelumnya dimana sang surya memancarkan cahaya dengan perkasa. semoga matahari cerah ditempatmu kini, sebagai pertanda awal hidup barumu kan bersinar seperti mentari. akhir desember kini telah tiba, seperti keceriaan hari-mu kini, dimana awal kelahirnmu disambut gempita deru terompet dan kerlip pancaran kembang api dilangit saat tahun baru tiba. tangismu kala itu adalah tawa bahagia kedua orang tua mu, lahirmu adalah awal dari deretan kelahiran adik-adikmu.

aku memang bukan orang pertama yang memberimu ucapan selamat tapi itu bukan berarti aku lupa akan hari ini bahkan aku telah menantinya semenjak awal desember.  sengaja tak mengucapnya tengah malam tadi  saat gelap masih pekat, tapi ku ingin mengucapkannya saat pagi tiba dimana mentari bersinar cerah, selain itu ku tahu sejak semalam mungkin kau tetap terjaga, menyambut keceriaan pagi esok harinya. dering dan getar ponselmu tak kunjung henti menerima ucapan selamat atas ulang tahun, malam tadi hingga lewat dini hari, mungkin kau tak kunjung henti membalas setiap sms dan coretan dinding di profil facebookmu yang memberi iringan doa atas hari lahirmu. mungkin hingga gari ini sederet ucapan selemat berbentuk ucapan, hingga kado masih kau terima. bahkan mungkin saja hingga kini kau justru mengenang sesuatu yang hilang di masa lampau hingga cita-cita di masa depan dengan senyum dan sedih bergantian menyelimuti wajahmu.

wi, ultah itu sesungguhnya adalah mengenang kembali perjuangan ketika ibumu rela memutuskan 40 urat nadi di dinding rahminya dengaun peluh keringat dan darah disertai jeritan perjuangan hanya untuk membuatmu melihat cerahnya mentari pagi dan engkau bisa menghirup nafas kehidupan, supaya kau tahu apa artinya sebuah cinta dan kasih sayang
wi, ultah itu sesungguhnya adalah mengang kembali wajah khawatir bapakmu ketika bibirnya tak lepas dari doa ketika menyaksikan perjuangan ibumu. saat itu adalah saat dimana mendengarkan kembali alunan adzan yang terlauntun di telingamu sebagai awal suara pertama yang bapakmu isi sebagai bekal perjalanan hidupmu kelak, supaya kau tahu apa artinya kehormatan

wi, ultah itu sesungguhnya adalah mengenang kembali waktu yang telah hilang dimasa lampau. merasakan kembali sejarah manis getir hidupmu yang telah kau lewati selama ini. semua yang ada pada dirimu saat ini adalah sebuah proyeksi atas apa yang telah kau lakukan dimasa hidup yang telah kau lewati dulu supaya kau tahu apa artinya kehidupan

wi, ultah itu sesungguhnya adalah menatap laju kedepan sebagai sebuah persiapan mengejar cita-cita dan harapan. mempersiapkan diri untuk perjalanan dan lika-liku hidup yang penuh misteri yang tak pernah kau tahu akan hal itu karena kita dimasa depan adalah apa yang kita lakukan sekarang. lepaskan semua harapan dari belenggu kekahawatiran untuk cita dimasa depan supaya kau tahu apa artinya perjuangan

wi, ulah itu sesungguhnya adalah melihat sisa usia pada diri kita yang penuh noda. karena pada setiap tiupan lilin yang padam, pada setiap potongan kue dan tumpeng yang kita potong adalah pertanda mulai padam dan terpotongnya jatah usia kita untuk beribadah dan berbakti sebagai anak dan hamba. mozaik itu adalah epos nyata suaya kau tahu apa artinya pengabdian

wi, ultah itu sesunggunya adalah menikmati setiap jejak langkah hidup kita yang bertabur, manis, pahit, asam dan asin. merasakan setiap titian langkah hidup yang penuh misteri dan kejutan tak beralas, mengurai kembail rangkaian benang-benang kusut yang membuat wajah kita berganti tawa ceria hingga duka penuh luka. semua itu akan menyadarkan kita akan apa artinya perjalanan

wi, ultah itu sesungguhnya menyadari keberadaanmu sebagai manusia didunia. mengingatkanmu akan hak yang kau miliki dan kewajiban yang harus kau jalani. kehadiran dirimu sebagai individu dapat dipengaruhi dan bisa mempengaruhi orang lain sehingga membentuk karaktermu sendiri. itu semua terangkai dalam setiap kisah supaya kau tahu apa artinya tanggungjawab

hidup bukanlah seperti putaran komedi putar yang berputar datar, hidup sadalah putaran bianglala yang terkadang di atas kadang di bawah. hidup esensinya adalah sikap kita menjalani perjalanan itu sendiri. dan saat ultah adalah saatnya bernostalgia untuk setiap perjalanan kita. Nostalgia emang asik. Banyak hal yang mungkin telah kita temukan. Banyak titik-titik yang ternyata menjadi garis yang mengantar kita hingga menjadi apa kita sekarang ini. Hati-hati lubang kesedihan menganga di setiap langkah yang telah terjejak, bahkan kegembiraan menjadi suatu hal yang pahit untuk dikenang karena maknanya menjadi berbeda kini. Dia yang dulu mungkin bergembira dengan kita telah tiada, dia yang dulu menjadi kesayangan orang lain, dan betapa singkatnya semua tertutup menjadi kenangan dibungkus waktu dalam kotak ingatan.

Kembali melangkah menuju pemberhentian. Setelah lelah berjalan dan bekal habis, berhentilah dulu, mengisi lagi. Untuk kembali riang menebar senyum disepanjang jalan. Berbagi bekal dengan semua yang menghampiri. Mari kembali merasakan kekosongan bekal kita, kembalilah membaca, melangkah lagi untuk sebuah perjalanan panjang.

mundur perlahan beberapa langkah, berhenti sejenak, tarik nafas perlahan, yang panjang, tahan sebentar, keluarkan perlahan, pejamkan mata sejenak, buka mata dan tatap kedepan, meloncat sedikit, buat langkah kecil, perlahan, tambah tempo dan kecepatan, berlari, cepat, lebih cepat, siapkan sebuah langkah besar, lebih cepat, bertolak, loncat, lebih tinggi, lebih jauh. bersiaplah karena pada suatu waktu pasti akan turun kembali, dan bersiaplah untuk sebuah pendaratan yang terbaik.

setamat ulang tahun wi, teriring doa dan harapku semoga hari-hari yang akan kau tempuh di masa depan adalah sebuah kebaikan yang terus akan kau jalani dan penuh limpahan rahmat dan perlindungan dari Allah Sang Penguasa Hati serta penuh selimut kehangatan kasih sayang dari orang-orang terdekatmu, jika kau jatuh dan terpuruk ingatlah aku, mungkin saja aku bisa mengentaskanmu dari keterpurukan itu. saat kau senang lupakanlah aku, bila kau takut aku akan merusak kebahagiaan yang kau jalani.

ditulis 06.00 waktu jogja
28 desember 2010
Read More...

Rabu, 22 Desember 2010

Secangkir Kopi dan Seiris Hati

Leave a Comment

secangkir hati dan seiris hati, kubuang jauh kenangan atas dirimu yang tersaji pahit penuh sentuhan manis dan hangat dalam secangkir kopi ini. kubung jauh kenangan atas senyum yang tersaji atas ketulisan hatimu saat memebelaiku dengan rasa yang tak pernah tulus itu. sebuah rahasia kecil diantara jutaan butir rahasia yang tersaji dalam seonggok mimpi di malam hari, ku ingin menemuimu lagi seperti kala itu kau sajikan secangkir kopi di dingin malam yang menusuk hati.

sumber ilustrasi : mindtalk.com
secangkir kopi dan seiris hati, kunikmati malam ini. kubingkai semua kisah kita, kusajikan dalam pameran terdahsyat, setelah itu aku akan masukan kedalam museum. karena kutahu dalam museum bingkai itu tak kan terawat dan kutahu dalam museum akan menjadi terlupakan, karena kutahu banyak orang menggap museum adalah tempat barang usang. seperti itulah ku ingin kisah kita dalam secangkir kopi dan seiris itu terjadi, menjadi usang, dan terlupakan dalam kenangan.

secangkir kopi dan seris hati, bersatu dalam hitam dan merah. dua warna aneh yang tak mungkin bersatu. kutahu itu semenjak pertama kita bertemu, kuyakinkan hati bahwa tak ada yang berbeda dari setiap sisi makna kehidupan, biar pahitnya kopi membasuh luka di hati, supaya semakin perih terasa.

secangkir kopi dan sirirs hati, hanyalah satu sisi dari banyaknya sisi kehidupan manusia. ini bukan soal kau dan aku tapi lebih dari itu ini tentang kita, kita berdua. bukan soal hati dan kopi ini soal teh sayang. kau tahu kenapa, karena dalam dunia ini tak hanya kopi yang pahit tapi teh juga pahit. ah apa pula ini tak jelas mau kemana tulisan ini berjalan.

setan alas, secangkir kopi dan seiris hati kini teronggok sempurna menjadi usang di sudut kamar yang berisi penuh sampah ini, dengarlah angin dengarlah air, bersatulah, jadilah badai. hempaskan dan hancurkan semua yang ada. sajikan kehancuran itu dan barengi dengan tawa yang dahsyat. hancurkanlah, biar selaksa cerita tersaji tentang suka yang berubah duka, kemudian bingkai semuanya dan sajikan di museum supaya menjadi usang, ini bukan tentang aku dan kau tapi tentang kita, karena aku tak suka susu dencow tapi suka susu bendera.
:
There is no distance in friendship
Read More...

Selasa, 21 Desember 2010

Satu Hari di Kala Hujan Menyapa

Leave a Comment

entah sudah berapa lama saya mencoba lepas dari layar monitor baik itu PC maupun laptop, tak pernah saya hitung, pertama-tama terasa agak aneh kemudian ketika semakin lama saya mulai terbiasa. saya hanya mencoba menjauh dari teknologi, entah karena alasan apa saya melakukannya, tapi yang pasti mata saya semakin terbiasa. melepas diri dari gegap gempita kota jogja yang minggu-minggu terakhir ini di datangi hujan bahkan terkadang ditemani sambaran petir dahsyat. menjauh gari hingar-bingar sepakbola indonesia yang tengah menggelora, bahkan detak e-mail maupun notif tak terdengar lagi. tapi di lain itu saya merasa bersalah kepada kawan-kawan yang kemarin berbagi senyum dengan teman-teman kecil di perbukitan prambanan. bahkan HP saya pun sudah tak lagi berdering, hanya getar menyapa saat oprator memberi kabar tentang promosi layanan. ada satu-dua pesan masuk namun tak sempat saya balas karena pulsa saya sisakan 93 rupiah saja.

diawali dari sebuah ketidaksengajaan dan saya coba bertahan dari lingkup yang selama ini saya diami. apa rasanya, biasa saja tak berasa apapun. namun pagi ini saya mencoba keluar untuk sekedar menghirup udara segar dari satu sudut yang tak pernah saya hirup.  mencoba kembali menemukan sesuatu, entah apa sesuatu itu sesuatu yang sedang saya cari tapi di sisi lain saya tak tahu apa yang sebenarnya sedang saya cari. perjalanan tak berujung itu terhenti tatkala saya mendengar sayup-sayup kumandang adzan dari suatu sudut yang tak saya tahu. tak lama perjalanan saya terhenti ketika mata melihat sebuah menara kecil di sebuah sudut gang. tak salah lagi itu menara mushola, sejenak saya mencoba beristirahat, berwudhu, membasuh muka, dan kemudian sholat dzuhur disitu, sebuah daerah yang asing buat saya, namun anehnya saya tak merasa asing kala masuk dalam masjid dan sholat berjamaah.

sumber pengambilan gambar: kintarous.com
tak lama setelah sholat tiba-tiba grimis kecil menyapa dengan riang, saat tetesan air berdenting di atas genting. urung niat saya untuk beranjak pergi. sambil menanti hujan tiba-tiba saya di sapa seorang kakek-kakek yang tadi sholat bersama. sikakek tadi menyapa dengan lembut, terbaca dari suaranya yang samar, bahwa beliau sudah mulai renta. dialog terbuka dan basa-basi sederhana di mulai, dari nama hingga asal-usul keluarga dan hubungan dengan jogja, dari keistimewaan hingga sepakbola. tapi ada sesuatu hal menarik saat beliau bertanya kepada saya “apakah saya mengerti agama”. pertanyaan itu seperti sebuah petir yang menyambar di tengah hening grimis yang menyapa. kakek itu berbicara setengah protes namun dalam kesedihan penuh harap, tentang islam alias “mengerti islam”. beliau berbicara siapa yang sebenarnya mengerti islam, mereka yang NU atau Muhammadiyah, mereka yang sunni atau syiah, mereka yang berteriak bid’ah atau sunnah. bahkan beliau setengah protes saat harus berhari raya dengan hari berbeda. sebuah protes besar, kenapa harus berbeda dalam wadah yang sama.

lama sekali kakek itu bicara hingga ashar kembali datang walau langit tak kunjung tenang. sudah lewat ashar huujan mereda, langkah kaki saya lanjutkan dengan sebuah perpisahan berat dengan kakek yang tak saya tahu namanya itu. motor honda astrea legenda yang biasa saya tunggangi itu, kembai saya pacu di tengah basah aspal sisa hujan tadi. kembali melihat wajah-wajah basah, ada penjual es krim bermerek yang didorong, ada penjual susu, hingga penjual pecel. bahkan tukang parkir telah kembali ke jalan. jalanan masih berkabut dan terasa sendu, ah jogja terasa berbeda di luar lingkar kota dimana saya biasa berkelana. melihat senyum wajah-wajah ramah yang mulai jarang saya temui hingga seorang buta yang tengah berjalan dalam gelapnya. berburu waktu dengan sepeda ontel dengan penunggang yang penuh peluh keringat berpaut tetesan hujan. damai dan tenang, jogja sederhana yang akan selalu saya rindukan.

tapi tiba-tiba saya tersadar saat sekumpulan anak kecil berselempang sarung dan berpeci berjalan riang dalam satu arah, ah iya, senja mulai muncul dan teman-teman kecil itu pasti menuju mushola untuk memuja Tuhan-nya. tak ingin lagi terperangkan hujan, saya mencoba memacu kendaraan saya lebih kencang untuk pulang, tapi ternyata hujan  semakin deras, akhirnya keputusan diambil. saya berteduh sejenak di pinggi bangunan kecil tak bertuan dengan di dampingi rindang pohon. tak lama adzan kembali berkumandang, ini saatnya maghrib dan berbuka puasa, puasa sunah di hari senin. saya batalkan puasa saya dengan tetesan air hujan. alhamdulillah tak lama berselang bapak-bapak penjual mie ayam lewat, lumayan semangkuk 4000 rupiah cukup untuk mengganjal perut sampai nanti di rumah. kembali di tengah hujan ditemani pedas dan hangat mie ayam sambil bercengkrama dengan sang penjual saya menemukan banyak “pengakuan” hebat dari orang-orang yang Tuhan takdirkan bersapa tegur dengan saya dalam sebuah periode waktu yang menjadi rahasia Tuhan.

waktu maghrib yang singkat memaksa saya menembus hujan mencari tempat bersujud untuk bersyukur atas semua nikmat hari ini. sebuah tempat kecil dengan bantuan cucuran hujan saya basuh muka dalam niat berbudlu dan sebuah takbir siri saya ucapkan sebagai awal ibadah. kini saya bersujud seorang diri di tempat yang seharusnya saya terbiasa dengannya. semoga Tuhan mendengar doa saya kali ini. hujan mulai reda kembali saat waktu isya telah datang. 

kembali motor saya pacu, masuk kota kembali menyusuri jalan kecil di samping selokan, saya kenal betul jalan ini, sehingga tak ragu mampir ke greenz, tempat dimana saya biasa berbagi tawa dengan kawan-kawan yang sudah agak lama belum lagi saya sapa. ah saya rindu mereka. ternyata saya tak sia-sia, sekejap setelah saya duduk mas tosse datang menyapa, sebuah jabatan erat yang lama tak saya rasa. hangat penuh keakraban, ditengah hujan deras yang kembali datang menyapa. mendengar cerita mas tosse tentang perjalanannya ke studio biru dan rencana untuk berbagi tawa di akhir desember mengiringi pembicaraan kami, tentang canting dan studio biru di temani teh hangat yang tersaji.

hari semakin malam dan cuaca semakin dingin di jogja, gerimis telah reda, saatnya saya pulang untuk sholat isya kemudian tidur, sebuah syukur tak terhingga untuk yang kuasa atas hari ini yang luar biasa. saya rindu tawa di bangku kayu ini. di akhir hari ini saya punya jawaban atas pertanyaan seorang kakek yang saya temua siang tadi di mushola ujung gang, beliau bertanya apa cita-cita saya, dan saat itu saya tak bisa menjawabnya dengan kata, hanya saya jawab dengan segaris senyum. tapi di ujung malam ini saya punya jawabannnya, cita-cita saya adalah semua cita-cita kawan-kawan saya terwujud.
Read More...

Kamis, 09 Desember 2010

Penghuni Rumah dan Orang Rumah

Leave a Comment

hujan masih saja menyapa jogja sejak tadi siang bahkan dari siang kemarin lusa. penjual es bingung kemana dia berjalan menjajakan dagangan. es lebih lama mencair tapi uang tak kunjung cair hingga malam pun lahir tanpa pemberitahuan pada remang petang. malam menjelang melewati petang, membohongi sore yang tak terlihat datang. makanan di rumah mulai matang tapi penghuni belum kunjung datang. terjebak rintik hujan di tepian jalan, susah mengambil keputusan, apakah menanti rintik reda atau menerobos begitu saja. masing-masing punya resiko sendiri, menerobos dengan berlari berarti kuyup dingin mengelayut hati atau menunggu di tepi jalan menanti hujan yang tak jelas berhenti kapan.

orang rumah menunggu cemas, berharap sang penghuni tiba pada masa yang sama saat waktu makan malam tiba. tapi waktu telah berlalu melewati isya sang penghuni masih terjebak rintik yang tak kunjung reda. orang rumah menunggu dengan mengelus dada melihat makan malam mulai tak berselera. hati orang rumah mulai gundah, tak ada kabar dari penghuni yang katanya tadi pagi berangkat kerja. nasi di rumah mulai dingin dan es di tremos mulai mencair. penghuni rumah ragu pulang dengan hampa tanpa membawa apa, orang rumah menunggu dengan setia akan kepulangan sang penggugah rasa.

hujan yang menyapa jogja menimbulkan curiga tentang apa yang terjadi di sudut jalan penuh misteri. adakah cinta menguatkan hati keduanya untuk saling percaya dalam resah gelisah yang tak terarah. susana di jalan semakin sepi menjelang malam hari, penghuni rumah termenung di pinggir jalan memandang langit yang mendung. orang rumah mulai meraung sambil merenung dalam gelap saat PLN kalap mematikan lampu pelanggan di rumah yang tak beratap. penghuni rumah di jalan mulai kesepian, orang rumah di meja makan mulai kegelapan.

penghuni rumah memberanikan diri menerobos deras rintik hujan, dan orang rumah bangun dari duduk untuk menghangatkan makanan. kompor menyala didapur menghangatkan tubuh dan makanan, penghuni rumah berlari menembus hujan demi sebuah perasaan. ditemani sebatang lilin kecil, orang rumah kembali menyiapkan makanan di meja dengan dua kursi berhadapan. penghuni rumah datang, terdengar ketuk pintu dari depan halaman. cukup satu ketukan orang rumah tahu penghuni rumah tiba dari bekerja. wajah keduanya bertatapan seolah faham apa yang telah terjadi dalam rintik hujan.

singkat cerita daripada bosen membaca, keduanya langsung makan, tentu saja setelah badan penghuni rumah di keringkan dan makanan yang dingin sudah dihangatkan, biarkan es yang mencair menjadi saksi air yang mengalir dari cakrawala yang entah kapan berakhir. begitu kisah singkat orang kehujanan di pinggir jalan, jangan protes apalagi minta jatah makan dan sisa jualan es. sekian dan terima kasih, mari makan dengan yang terkasih.
Read More...

Kata-Kata Malam

Leave a Comment

biarlah kata-kata yang menemaniku setiap malam hingga pagi buta menjelang. bersama setan-setan jalang menghentak setiap nurani orang-orang yang katanya beriman itu. bertanya kenapa anda hidup dan untuk apa hidup bagai buir yang menjadi batas imajiner debur ombak dengan pantai. buih yang mengisi lobang-lobang karang yang diterpa gelombang. masihkah nurani bertahan diantara sisa-sisa debur kehidupan yang tak bertuan. adakah hal bertanya tentang maknawi jiwa-jiwa yang terluka.

biarlah kata yang menemaniku membelah setiap luka yang tak pernah ada. kututup kutambal dengan kata yang terjuntai nurani kata tanpa suara. mendekatlah kini sayang, dimana kau berada. adakah kau berada dalam pelukan keabadian maut yang mengancam, ataukah dalam pantauan izrail yang rama, ataukah izrail tampak garang dihadapanmu. rindukan izrail seperti merindukan kedatang kekasih menyapa setiap menjelang tidur.

sumber foto ilustrasi : agendajogja.com
mari sentuh tanganku karena kata tak pernah bicara. atas nama pengkhianatan dan kesetiaan. karena sesungguhnya pengkhianatan terbesar dan kesetiaan paling hakiki adalah sebuah kebranian. kita yang setia sesungguhnya adalah sebuah keberanian untuk mengkhianati perasaan kita sendiri demi kepercayaan orang lain.  dan kita yang berkhianat sesungguhnya adalah para pemberani untuk mengkhianatai sebuah kepercayaan demi egisme pribadi.

malam yang mengancam dengan kata-kata yang tajam, menghujam. angkat tangan kita katakan tidak pada ketidakadilan. kenapa dia bisa makan sedangkan banyak yang kelaparan. katakan dengan diam dikala lidah kelu dan biarkan kata terangkai dengan kaku, merambah dunia yang rindu, rindu pada kelmbu, yang menutup hati dari debu. kelambu kusam yang kian menghitam.

aku rindu melihatmu tersenyum seperti kerinduanku meluhatmu menangis, bersyukurlah kau masih bisa menampakan emosimu. karena aku lupa bagaimana cara menangis dan tertwa. rindu bagaimana kita bercengkrama dalam tama, saling menjaga bahu ditengah luka. kini dimana dirimu, tak ada lagi kau disampingku. hanya ada kata-kata malam yang menemani dingin malam yang bisu.
Read More...