Jumat, 25 Desember 2009

Refleksi Akhir Tahun

63 comments
Siapa yang paling senang dengan permainan sederhana tapi tak lekang zaman ;
“ciluk ba!”?
Tutup wajah dengan kedua tangan, terus buka! Maka tertawalah dia!

Siapa yang dengan ngotot mempertahankan argumentasi yang di saksikan di kotak ajaib bergambar, film kesatria, power rangers misalnya, itu robot asli padahal bagi yang sudah bangkotan tetep ngotot bilang itu hanya kostum saja, bukan dari besi.

Siapa yang berdebar-debar menyusuri jejak langkah mandor di hutan pinus ujung desa ? sudah merasa berpetualang dengan gagah berani, yang kalau di tempuh Cuma beberapa menit dari rumah.

Siapa yang berlari-lari bahagia dan dengan riangnya serasa sudah terbang hanya karena mengikat ujung sarung dileher sehingga berlagak seperti supermen.

Siapa yang kalau sedang sakit selalu bangga dikerok punggungnya padahal hanya menggunakan bawang putih! Bebas memilih makanan dari bakar lele hingga makanan-makanan ajaib lainnya.

Siapa yang dengan senjata obor setiap malam saat kemarau dan habis panen pergi kesawah mengikuti warga untuk menangkap belalang dan saat musim hujan menangkap laron kemudian di masak dan menjadi lauk pendamping nasi saat sarapan.

Siapa yang ketika bulan purnama sehabis sholat isya menyususri kebun belakang masjid untuk mencari jamur yang bisa bercahaya sambil berlarian menangkap kunang-kunang, dan protes pada orang tua karena jamur dan kunang-kunang tidak bercahaya lagi ketika akan berangkat sekolah.

Siapa yang kerjanya membantu memasukan bibit cabe yang sudah dicampur tanah dan kotoran kambing dalam bedeng plastik untuk di tanam, padahal kebun punya paman, kemudian di sanjung-sanjung karena dianggap bekerja?

Siapa yang ikut membungkus air yang diberi warna kemudian dimasukan kulkas hingga mengeras, terus dijualin di tremos es dan di bawa ketika berangkat sekolah. Dengan harga 100 rupiah tiap batang, tapi selalu merugi karena uang penjualan es di pakai untuk beli jajanan di warung sekolah.

Siapa yang bebas bermain di kebun tetangga ? dan ketika mangga masak, babas untuk mengambilnya tanpa takut diomelin pemilik.

Siapa yang baru juara makan krupuk saat perayaan agustusan sudah merasa keren sekali ? dengan ekspresi kayak menangin trophy apa gitu.

Siapa yang terkagum-lagum ketika mendengar kisah-kisah leluhur desa, kisah nabi dan rosul ? dengerin keajaiban dan mukjizat udah langsung senyum memamerkan gigi yang masih ompong, dan berbinar-binar penuh cahaya tuh mata kecil.

Siapa yang diajak ibunya pergi ke kota ? di bawa mampir dari pasar tradisional hingga toko swalayan dan dengan bangga membawa oleh-oleh ‘perahu kotok” yang terbuat dari seng dan dijalankan dengan minyak goreng, kemudian berjingkrak kegirangan melihat perahu dari kota berjalan di atas air dan berputar mengelilingi ember.

Siapa yang bangun jam 4 pagi lari ke masjid, kemudian berebut untuk adzan subuh setelah itu pulang kerumah untuk tidur lagi.

Siapa yang olahraganya banyak variasi dari pelataran sawah hingga di tepi sungai, bermain bola, engklek, maen petak umpet, dan bermacam permainan anak desa sambil sesekali menceburkan diri kesungai.

Siapa yang kalau lebaran selalu jadi buah bibir di setiap rumah yang dikunjungi ? mendadak jadi seleb yang ditanya-tanyain kegiatannya. Udah kelas berapa ? berapa umurnya ? siapa namanya ? mau ini? Mau itu?

Siapa yang sedari kecil sudah belajar jauh dari orang tua dan hidup bersama dua renta kakek dan nenek yang mengajari arti hidup.

Siapa yang lebih dahulu lancar membaca huruf hijaiyah berharokat daripada abjad A-Z dan lebih dahulu mempelajari kitab kuning gundul daripada memahami tullisan jawa kuno.

Siapa yang istirahatnyaa sambil mendengarkan kaset cerita drama hikayat petualang, tertawa bahagia menyimak KH. Zainudin MZ, suka-suka saja dengerin kisah surti dan tejo dari jamrud dan berjingkrak mendengar iwan fals dan gombloh bersenandung di radio.

Siapa yang setiap minggu pagi pergi ke sungai mengumpulkan batu untuk ditumpuk di samping sekolah karena sekolah tertua di desa itu semakin tergerus arus sungai hingga hampir ambruk.

Siapa yang setiap minggu siang memulai petualangan bersama teman-teman, persiapannya cukup dengan tempat air yang terbuat dari bambu dilengkapi senjata ketapel dan pisau dapur, nyari kayu bakar sambil mancing di kolam ikan entah punya siapa kemudian langsung di bakar tanpa bumbu apapun dan minum dari air kelapa yang juga entah punya siapa.

Siapa yang sayang-sayang belanjain duit-duit baru yang diberi sodara saat lebaran padahal hanya lembaran 100 rupiah, kemudian dimasukin celengan hingga busuk.

Siapa yang setiap memori hidupnya menikmati udara bebas dan segar, merasakan sepoi-sepoinya hembusan daun dan merasakan wanginya padi ketika mulai menguning, menyerap segarnya air sungai yang bebas di minum kapanpun tanpa perlu dimasak, berlari penuh tawa ketika tetes awan yang terkondensasi mulai menjadi bulir hujan sehabis itu merasakan harumnya tanah basah yang menusuk hidung hingga menjalar kejaringan syaraf otak, hingga album memori itu masih tersimpan.

Curigalah kalau semua yang diatas itu adalah secuil kenangan memori dari penulis ini. Curiga kalau itu semua cerita tentang kita. Kita yang masih muda beberapa tahun yang lalu. Siapapun yang pernah muda, sangat muda, anak-anak. Beberapa bagian mungkin tidak sama, tapi juga ada yang merangkai irisan kenangan yang telah ada. Yang dulu masa kecilnya di jaman-jaman Sembilan puluhan.

Masih ingatlah ya dengan si komo yang suka membuat macet jalan ? menahan mati bosan kalau sudah ada PON atau event olahraga yang menyerobot tayangan kartun kita. Saat adzan masih berkumandang di senja kala dari setiap stasiun televisi yang tayang mulai berhamburan pergi kemasjid.

Waktu itu sekolah masih indah ya? Ringan perasaan tanpa dihantui UN (dulu adanya EBTA & EBTANAS) yang nentuin kelulusan, NEM (Nilai Ebtanas – evluasi belajar tahap akhir nasional, kalo ga salah- Murni) masih berguna buat jadi tiket masuk ketingkat selanjutnya….. ya nggak? Enak masih karena sore hari banyak pilihan buat ngisi waktu, pergi kemasjid, main kelereng, nonton layar tancep kalo malem. Dan sejuta tawa tanpa rumus-rumus.

Nostalgia emang asik. Banyak hal yang mungkin telah kita temukan. Banyak titik-titik yang ternyata menjadi garis yang mengantar kita hingga menjadi apa kita sekarang ini. Hati-hati lubang kesedihan menganga di setiap langkah yang telah terjejak, bahkan kegembiraan menjadi suatu hal yang pahit untuk dikenang karena maknanya menjadi berbeda kini. Dia yang dulu mungkin bergembira dengan kita telah tiada, dia yang dulu menjadi kesayangan orang lain, dan betapa singkatnya semua tertutup menjadi kenangan dibungkus waktu dalam kotak ingatan. Kisah yang mungkin jika kita diminta untuk menceritakannya tidak bisa membuat kita bercerita lebih dari 12 jam. Itu pun sudah banyak ‘e’nya. Semua ketakutan akan kesalahan tersimpan rapi untuk ditemui lagi nanti. Keinginan yang diiringi ketidakmampuan untuk kembali ke masa-masa itu. Seringkali mengenang semua ini, dengan prangkat foto-foto, benda & barang yang mulai melapuk atau apapun yang menjadi tiket menuju terminal-terminal ingatan itu, menyita, merantaimu di tempat sekarang. Keinginan untuk melangkah mendadak hilang. Atau mungkin malah membuatmu berlari menuju kejalan kehidupan menduga-duga setiap kejutan keceriaan yang belum pernah kamu temui, karena setiap fase mempunyai momentumnya sendiri. Mempunyai rasanya sendiri, sampai yang terakhir, menutup album kehidupan. Satu cerita pendek berakhir, satu cerita pendek baru lahir.

Anak-anak dengan segala keliaran fantasinya, kebebasan imajinasinya. Anak-anak dengan semua hal-hal yang baru ditemui dan disukainya. Mendengar hal yang berbeda tanpa prasangka. Anak-anak dengan semua ketidakterkaitannya dengan waktu yang terjadwal. Anak-anak dengan semua daya tangkap dan ingatannya.
Kembali melangkah menuju pemberhentian. Setelah lelah berjalan dan bekal habis, berhentilah dulu, mengisi lagi. Untuk kembali riang menebar senyum disepanjang jalan. Berbagi bekal dengan semua yang menghampiri. Mari kembali merasakan kekosongan bekal kita, kembalilah membaca, melangkah ke tempat pemberhentian.

Belajar lagi. Kadang kita terlalu cepat melangkah dengan bekal seadanya, hingga tanpa sadar hanya sedikit yang tersisa padahal perjalanan masih panjang. Kita tidak tahu memang kapan perjalanan ini akan selesai, inilah menariknya jalan kehidupan.

Tanpa kembali lagi berdiam, membaca, merenung, mengolah lagi makanan pikiran dan jiwa yang kita baru dapat lagi. Tanpa pembacaan lagi, tanpa menggali sumur lebih dalam dan menemukan mata air tambahan, ilmu yang ada pada kita berputar di tempat dan membosankan bagi yang mendengar, membaca. Padahal ilmu manusia itu setinggi-tingginya tidak akan ada artinya dengan pemilik semua ilmu, Allah azza wa jalla, dan Allah adalah Maha Pemberi, maka mintalah ilmu itu pada tempat yang tepat dengan cara yang tepat pula. Anak-anak dengan perasaan kosong dan haus hal baru.

Kembali bermimpi seperti anak-anak, dimana tidak ada yang utopis untuk dibayangkan, diperjuangkan. Tapi jangan kembali menjawab cita-citamu dengan lima pilihan, presiden, pilot, supermen, jendral, doraemon ya!

---------------------------------------------++++++++------------------------------------------------
Menggugat dengan sederhana
Dari negeri kata-kata

Ba’da isya
Kotak 3X4 meter yang kumuh
yogyakarta
Read More...