Jumat, 25 November 2011

(GoVlog) Odha Sahabat Kita

5 comments
Chanda hanya bisa terdiam membisu disamping ibunya yang terus terisak, tak ada yang bisa dilakukan gadis kecil itu didepan adik kecilnya yang terbaring lemas tanpa nafas. air matanya sudah kering, dan matanya menatap kosong meja logam tempat dimana sang adik terbaring dengan penuh tanya. Namun, Chanda memiliki tanggung jawab terakhir yang istimewa, yaitu mempercantik sang adik di hari terakhirnya di dunia. Ia mencoba tegar dan merias bayi mungil itu dengan seadanya, mendandaninya dengan pakaian terbaik yang tersedia serta ia pula yang meletakannya dalam peti sederhana dari kayu berwarna coklat. gadis 12 tahun ini menunjukan ketangguhan diri dan kedewasaan menghadapi kengerian situasi yang harus dia alami. 

Mari lindungi Odha, dan jadikan mereka juga bagian dari kita, kamu tidak sendiri.
( Foto ilustrasi : copyright shutterstock)

Itulah sepenggal kisah, sebuah cuplikan frame dari film berjudul "Life, Above All", film yang didedikasikan untuk anak-anak yatim akibat AIDS dan ber-setting di Afrika Selatan. Film yang diadaptasi dari novel berjudul "Chanda's Secret" karya penulis asal kanada Allan Stratton. karya dari sutradara Oliver Schmitz dan naskah skenarionya ditulis oleh Dennis Telepon serta Schmitz sendiri. Sebenarnya tidak hanya menyajikan kisah sedih saja, namun justru di dominasi oleh perjuangan dan kisah inspiratif persahabatan Chanda dan Esther. Esther dikisahkan seorang anak yang tinggal sendiri karena semua anggota keluarganya meninggal karena AIDS, dalam ketakutannya itulah Chanda hadir sebagai sahabat yang tetap akan menggenggam erat tangannya walau apapun yang terjadi. sikap Chanda adalah sebuah inspirasi keteguhan dan perjuangan seorang anak berusia 12 tahun melawan stereotip dan prasangka masyarakat, bagaimana dia melindungi sahabat dan keluarganya dari tuduhan-tuduhan menyakitkan. Film ini menceritakan sebuah kisah ketahanan tanpa klise tentang kemenangan semangat manusia atau tanpa janji-janji palsu tentang masa depan yang tak berawan.

Kisah seorang tokoh "Chanda" sebenarnya tidak hanya hadir dalam film "life, Above All" ataupun novel "Chanda's Secret". Namun, juga hadir dalam diri kebanyakan orang indonesia yang peduli HIV/AIDS.  Siti Nurdjana Solatif misalnya, yang sejak tahun 1998 memutuskan menjadi relawan penderita AIDS tidak hanya merawat numun juga memberi motivasi dan perhatian. Siti juga menjadi salah satu inisiasi Jayapura Suport Group (JSG) yang setiap senin sampai minggu meluangkan waktu untuk memberikan perhatian dan cinta kasih pada teman-teman Odha. Karena sebenarnya Odha tidak harus -malahan dengan tegas dikatakan- tidak boleh dikucilkan, mereka sama saja seperti kita-kita, seperti kebanyakan orang hanya saja "ketitipan" suatu penyakit yang cukup berat. teman-teman Odha tidak harus ditinggalkan malah harus didekati, sayang sekali anggapan masyarakat yang menganggap penyakit ini penyakit kotor belum juga bisa di eliminir seutuhnya.

Sebuah wacana bahwa istilah kata "Odha" bukan singkatan atau akronim tapi kata yang mengacu kepada Orang dengan HIV/AIDS sehingga tidak semua hurufnya kapital. Istilah ini sendiri dianjurkan oleh Prof Dr Anton M. Moeliono, ketika itu Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud, kepada aktivis YPI al. Husein Habsyi dan alm. Suzana Murni (16/11-1995). Menurut Prof Anton pemakaian kata Odha lebih netral dan dinamis daripada menyebut penderita, pengidap, korban, dll. (Syaiful W Harahap/kompasiana).

Tentu saja anggapan bahwa HIV/AIDS sebagai penyakit "menjijikan" masih saja ada di masyarakat, meski dengan kampanye yang dilakukan akhir-akhir ini anggapan tersebut bisa mulai tergerus namun masih belum sepenuhnya terhapus. Kesimpulan pendek tersebut terkadang di ambil dari kisah  tertularnya teman-teman Odha yang didominasi sex bebas dan narkoba. Namun sesungguhnya ada juga yang mengidap bukan karena narkoba maupun perilaku sex menyimpang. Seperti yang di tuturkan Nancy, teman saya di relawan kanker anak Rumah Sakit Sardjito, yang juga jadi relawan di SPAY (Solidaritas Peduli HIV/AIDS Yogyakarta). menurut Nancy, ada juga yang mengidap HIV/AIDS saat jadi relawan gempa dan tertular dari korban gempa ketika melakukan penanganan medis.

Perjuangan untuk mencegah pandangan buruk masyarakat tentang AIDS bahkan sudah digalakan sejak 80an. sebuah film berjudul "AIDS Phobia" yang diproduksi tahun 1986 dan dibintang Jamal Mirdad serta disutradarai Abenudin SE. film ini mengajak penontonya untuk lebih terbuka dan tidak membeda-bedakan teman-teman Odha. memang belum banyak film yang memuat tentang edukasi tentang AIDS diperfileman nasional saat ini, namun edukasi itu harus tetap kita kumandangkan.

Odha tidak selalu identik dengan lemah dan tak berdaya, tapi justru malah banyak juga Odha yang bisa survive dan bahkan bisa berprestasi. Deradjat Ginandjar misalnya,berhasil membuktikan bahwa dia mampu membawa harum nama bangsa di kancah internasional. Di ajang Homeless World Cup 2011 yang dihelat di Paris, Agustus lalu, Ginan meraih predikat sebagai pemain terbaik. Homeless World Cup 2011 adalah ajang sepak bola jalanan yang diikuti komunitas tunawisma. Pesertanya anggota komunitas yang kurang beruntung yang ada diseluruh dunia. Ginan adalah salah satu contoh Odha yang berprestasi, masih banyak Ginan-Ginan lain di sekitar kita yang mampu survive dan bahkan berprestasi lebih.

Apapun alasannya kita tidak berhak membeda-bedakan bahkan mengucilkan teman-teman Odha, mereka sama seperti kita. Mereka juga punya kesempatan dan kompetensi yang sama. Kita harusnya menjadi sahabat Odha, memberi dorongan dan motivasi. Sekaligus juga memberi edukasi kepada masyarakat, tidak hanya edukasi tentang HIV/AIDS itu sendiri tapi juga edukasi bahwa Odha juga bagian dari masyarakat yang harus kita dekati dan tidak boleh dihindari. Dengan itu kita bisa memberi motivasi kepada teman-teman Odha, bahwa kamu tidak sendiri.

Aziz Abdul Ngashim, Yogyakarta

sekian
Read More...

Kamis, 10 November 2011

Mengemis Popularitas

Leave a Comment

jika ada negara di dunia ini yang rakyatnya sangat haus popularitas, mungkin indonesia masuk dalam jajaran 10 besar dalam daftar, tak hanya orang dewasa bahkan anak-anak pun dipaksa mengemis popularitas. lihatlah anak-anak kecil dalam sebuah kompetisi ceramah, isi ceramahnya sama sekali tak ada isinya dan para penonton kemudian bertepuk tangan terlihat kagum, mereka dianggap anak-anak beriman di masa depan, namun semua itu sangat bias. bagimana sebuah bisnis bisa memanfaatkan anak dan agama sebagai sebuah ladang uang, kompetisnya memanya sedang tidak laku, sekarang musim dimana agama diecerkan di televisi. anak-anak dipaksa menjadi peminta-minta mengemis tiap ketikan huruf di layar ponsel, kemudian anak-0anak itu akan berharap menjadi yang terbaik dengan dukungan tertinggi. ini memang terjadi pada semua sistem kehidupan dalam dunia pertelivisian kita yang menyuguhkan popularitas dengan cara “masuk tipi”.

itu memang terjadi pada semua hal, kompetisi menyanyi dan ceramah, termasuk bakat. semuanya ditentukan oleh jumlah sms dimana para peserta diwajibkan mengemis sms dukungan. saya kasihan melihat orang minta didukung, mungkin sebegitu inginnya menjadi terkenal hingga sampai mengemis dukungan. wajah-wajah seperti inilah juga yang nampak pada komod, orang-orang sesumbar bahwa masuk 7 keajaiban dunia itu kebanggan. itu semua omongkosong. apa yang dibanggakan dengan komodo menjadi bagian dari 7 keajaiban dunia baru? ini bukan soal sms buat saya, ini soal bagaimana saya memandang, bahwa negeri ini sangat butuh popularitas butuh terkenal. untuk dikenal orang, kita mendukung diri kita sendiri. apa arti kebanggan dari itu semua.

gambar : phylopop.com
popularitas itu sangat bernilai, namun semakin populer maka sebagian dari kita harus sadar bahwa privasi akan semakin tipis. itulah kenapa orang atau sesuatu yang populer dengan cara palsu akan cepat redup, orang yang naik dengan cepat juga akan hilang dengan cepat pula. tidak ada, bahkan sangat sedikit popularitas yang didapatkan dengan sebuah vote akan bertahan lama, lihat semua artis-artis yang muncul lewat sebuah voting dalam kompetisi yang diadakan stasiun-stasiun televisi, silahkan nilai sendiri. orang menghargai sesuatu lewat sebuah proses, itulah kenapa piramida dan borobudur memiliki nilai lebih dari patung penebusan dosa di brazil dan patung liberty di amerika, sejarah piramida kuno zaman firaun dan sisa-sisa kejayaan wangsa saylendra dalam bentuk stupa candi punya nilai historis dan proses.

kita mengemis sebuah popularitas untuk mendukung TNK sebagai keajaiban dunia, kita menjadi orang-orang yang tidak percaya diri bahwa satu-satunya makhluk hidup yang tersisa dari zaman dinasti dinosaurus masih bertahan hidup di indonesia. komodo bertahan hidup saja sudah bagian dari keajaiban, tapi kita tak pernah merasakan itu. yang kemudian orang-orang butuhkan sepertinya pengakuan dari luar, kita seperti butuh diakui bahwa itu bagian dari keajaiban. kasihan….

semoga dengan komodo menjadi populer kalian akan bangga dan bahagia, mungkin dengan itu orang-orang yang menjadi aktivis pemenangan akan merasa bangga komodo menjadi populer, bangga bahwa dengan tingginya popularitas komodo maka destinasi pariwisata akan bertambah, kunjungan meningkat dan pendapatan masyarakat lokal akan naik. pikiran itu amat sangat salah, coba cek aja labuan bajo, daerah yang akan dipusatkan sebagai bagian dari pesta keajaiban ini sepi, masyarakat tidak antusias menyambutnya. apa pasal,,,,,

dulu orang kesana adalah -rang-orang yang ingin benar-benar mengenal komodo sebagai sebuah “alien” dari masa purba, tak ada yang istimewa beberapa losmen berada disekitar situ. tapi lihat sekarang, hotel-hotel berbintang masuk dan melakuakn penetrasi besar-besaran dengan modal yang besar pula, losmen-losmen yang dikelola orang lokal tergerus habis dan ada pada masa-masa suram,  begitu juga di flores. tak hanya itu masuknya kapal-kapal penyebrangan dari pihak orang luar flores yang lux benar-benar menyingkirkan peran nelayan setempat dalam hal transportasi, lihat pula masyarakat asli di pulau komoda atau rinca yang kerjanya hanya mengukir kayu dan membuat patung komodo, rakyat setempat semakin tergusur oleh masuknya modal-modal luar, semakin terkenal komodo, semakin besar penetrasi pemodal luar untuk masuk dan perlahan akan menghabisi peranan masyarakat lokal.
komodo mendapat popularitas dengan tidak alami, bahasanya dikarbitkan, ataubahas yang lagi tren di kompasiana “instan” mengapa saya sebut instan, karena komodo sebenarnya sudah ada sejak zaman belanda, dan perlahan tapi pasti pengunjung TNK meningkat, peningkatan jumlah wisatawan diikuti dengan perlahan juga oleh masyarakat lokal, hingga biro-biro wisata lokal dan losmen serta hotel-hotel biasa bermunculan, beberapa orang kemudian menjadi pengrajin, semua berjalan alami walau perlahan hingga penduduk lokal merasakan hasil sebagai bagian dari industri pariwisata itu. tapi sekarang, dengan “tiba-tiba” komodo “terkenal” modal luar masuk tanpa bisa dibendung dan menyingkirkan industri yang di kelola orang lokal secara cepat.

Adalah tidak benar bahwa perkembangan pariwisata di Pulau Flores dimana komodo berada adalah hasil dari Vote Komodo saat ini, tetapi dia merupakan hasil perjuangan dan perjalalan sangat panjang mempromosikan destinasi ini kepada dunia pariwisata baik domestik maupun asing. Komodo pun telah dikenal dunia internasional sejak zaman Belanda. ada biro-biro wisata lokal yang sudah berjuang selama 36 tahun, ada hotel-hotel dan losmen yang mungkin usianya lebih dari itu, mereka berjuang, penduduk lokal yang menjaga kelestarian komoda dan percaya sang komodo merupakan bagian dari cerita rakyat setempat. mereka mungkin tidak akan tercatat dalam prasasti seperti anda yang mengirim banyak sms.

anda sekarang boleh bangga sebagai orang yang manjadi bagian sejarah, sejarah menjadikan TNK menjadi keajaiban dunia baru, dan anda pula akan menjadi bagian dari sejarah mempercepat punahnya komodo dan tersingkirnya masyarakat lokal dari industri pariwisata. dan dengan itu semua seperti ucapan jusuf kalla, jika sukses dinobatkan menjadi keajaiban, komodo akan jadi tempat ekslusif dan mahal, tujuannya untuk membatasi pengunjung, apa itu artinya, artinya penduduk indonesia yang hidup secara murah alias berpendapatan rendah tidak dapat menikmati TNK, bahkan bisa saja orang NTT bahkan flores tidak bisa masuk ke TNK karena begitu mahal dan ekslusif, itulah kenapa ajang idol-idolan lewat voting sesaat hanya akan membuat sesuatu tumbuh cepat tapi di sisi lain mati dengan cepat. komodo tidak butuh terkenal, tidak perlu menjadi objek wisata, itu taman konservasi bukan taman hiburan yang harus dikunjungi banyak orang. komodo tidak butuh popularitas, malah harusnya dirahasiakan.
Read More...