Minggu, 21 Agustus 2011

Bu

Leave a Comment
ilustrasi :  dejulogy.wordpress.com

bu, apa kabar pagi dini hari ini, sebagian orang bilang jam-jam segini sebagai tengah malam ada juga yang bilang ini sebagai sepertiga malam terakhir, bahkan ada juga yang bilang jam segini sudah masuk pagi, entah mana yang benar, dan entah kenapa lewat jam 12 orang menggapnya sudah pagi, padahal sebagian orang bilang pagi itu saat lembayung terlihat di ufuk timur. sebagian hal kecil ini membuat anakmu ini semakin tidak percaya dengan dunia dan manusia.

bu, apa kabar rumah, mungkin rumah sudah menjadi semakin sepi, kala adek si bungsu hijrah ke kota sebelh untuk melanjutkan pendidikan yang lebih baik, dan engkau restui dengan berat hati penuh harap, rumah akan semakin membuat ibu dan bapak serasa hening, sepi beraroma romantisme pengantin baru, tak ada lagi teriakan adik yang menangis, dan ibu serta bapak tak perlu lagi marah padaku yang membuat si perempuan bungsu menangis.

bu, apa kabar bapak, apakah tangan kanannya masih sering sakit, atau bapak semakin menikmati kegiatan sorenya mengajar ngaji anak-anak kampung sekitar rumah, ah lama rasanya tidak mendengar bapak mengomel setengah berteriak membangunkanku tidur sambil menyuruh sholat, mandi dan mengaji. lama rasanya tidak menikmati sawah setiap pagi bersama beliau, atau sekedar sore menengok kolam ikan. bu apa kabar bakap, semoga beliau sehat dan lebih kuat. semenjak bapak menjadi yatim-piatu saat mbah di kebumen meninggal serta pade juga ikut menyusul beberapa waktu lalu, saya yakin ibu adalah orang terdekat saat ini bahkan dari dulu.

bu, apa kabar adek kecilku si ciwek itu, kabarnya dia pulang kerumah kemarin waktu, semoga saat dia beranjak remaja tidak tambah membuat ribet isi rumah, walau rasanya tidak mungkin, anak perempuan ibu satu-satunya itu memang anak paling baik, paling pintas dan paling berbakti. semoga si bungsu bisa jadi pengobat rindu, pada keramaian rumah yang semakin sepi. sampaikan salam kakaknya ini, katakan “aku tak kan pernah berhenti menjahilimu”
bu, apa kabar engkau, aku rindu. sudah 7 tahun lamanya aku selalu merasakan puasa di tanah orang, dan pulang hanya saat mendekati akhir lebaran. kali ini akan selalu begitu. bu lama kita tak bertemu walau baru kemarin rasanya kita berjumpa di sebuah perjalanan mimpi. bu apa kabar, engkau…. semoga baik-baik saja dan Allah selalu melindungi, melindungi dari perbuatan anakmua yang selelu membuat engkau kecewa.

bu, kau mengajari aku banyak hal, kaulah orang pertama yang mengajari aku bagaimana mengucap dan mengeja kata, tiap hari dengan sabar engkau berucap mengajariku huruf demi huruf hingga kata demi kata, ah aku lupa kapan pertama kali kusebut ibu, engkau ajari aku kata-kata bagus tanpa cela, namun kini, lidahku begitu buruk dengan sering mengumpat, maaf bu… lidahku begitu kotor hingga tak berani menatap engkau yang mengajariku kata-kata bagus dan terpuji

bu, dengan kesabaranlah engkau merawatku dengan keihklasan, dengan ketulusan, dengan cinta kasih yang tak mampu kubalas dengan apapun di dunia ini. saat kecil bisa saja kau membungku ketempat sampah atau membunuhku yang selalu membuatmu kerepotan, namun cintamu menglahkan itu, engkau curahkan kasihmu tanpa batas, hingga Tuhan meletakan surga dibawah telapak kakimu yang semakin hari semakin melepuh, jejakmu surga bu. maaf bu… cintaku begitu kotor hingga was-was jika engkau menelpon, karena hanya takut akan omelanmu yang penuh cinta.

bu, hatimu begitu murni dan suci, hingga tak pernah kudengar engkau mengumpat dan mengutuku. tiap hari hidup anakmu yang rusak ini di topang oleh doa-doa mustajab yang terucap disertai derai airmata di kala tahajud. tiap hari doa yang aku terima dari engkau dan tak pernah kau mengutuku walau aku selalu membuatmu susah. maaf bu… aku mengotri doa indahmu dengan perbuatan terkutuk hingga aku begitu menderita tiap menatap binar matamu.
bu, tak ada surga di dunia ini kecuali saat engkau memeluku dengan penuh haru, tak ada sorga di dunia ini, tanpa belai halus tanganmu di keningku, tak ada sorga di dunia ini tanpa ucap merdu di tiap doamu, dan tak ada sorga di dunia ini tanpa hadirmu di dunia ini, engkau adalah sorga tanpa penggambaran dalam lebar kitab kalam Tuhan.  engkau adalah sebenar-benar sorga di langit tertinggi.

bu, engkaulah yang selalu rindu dan bertanya tentang kabar dan keadaanku di tanah jauh. engkaulah yang selalu khawatir, lebih khawatir bahkan dari diriku sendiri saat aku telat makan, engkau yang paling selalu ingin tahu akan kabarku lebih dari siapapun. namun aku bu, serasa tak pernah ingin tahu kabar engkau dirumah.

bu, engkaulah yang selalu lemas lunglai saat aku marah dan pergi, kemarahnku adalah dosa terkutuk tapi engkau selalu membalasnya dengan doa dan cinta serta senyum. engkaulah yang paling sedih saat aku marah. namun aku bu, serasa anak durhaka yang tak tahu akan arti dari cinta.

bu, engkaulah yang selalu menanggung perbuatan buruku selama ini, saat aku berprestasi orang akan sebut namaku, tapi saat aku berbuat jahat dan buruk orang akan bertanya anak siapa ini, engkaulah yang menanggung malu saat aku berbuat memalukan. namun aku bu, serasa anak tak tahu malu atas sikap dan salahku padamu.

bu, engkaulah yang selalu khawatir penuh tanya kemana dan dengan siapa aku pergi menghabiskan hari-hariku. dan doamulah yang mengiringi tiap langkah kepergianku yang penuh sesat ini. engkaulah yang selalu paling khawatir atas setiap jejak langkahku di bumi. namun aku bu, serasa tak pernah ingin tahu dimana dan bagaimana keadaanmu kini.

engkau adalah terbaik dari yang terbaik, terharum dari yang terharum tertinggi dari yang tertinggi, terindah dari yang terindah di dunia ini. engkaulah pondasi terkuat dalam diri dan jiwaku bu. engkaulah motovator paling dahsyat yang selalu menopang dari kejatuhanku, engkau yang selalu berkata, sabarlah nak dan jangan pernah kecewa pada dunia.

engkau adalah engkau bu, dengan bergetar kupanggil engkau ibu, ibu, adalah kata paling sakral dimana mengucapnya penuh dengan haru. tak ada kata apapun untuk memanggil perempuan yang rela memutuskan 40 urat nadinya demi membuatku melihat secercah sinar mentari yang membuatku bergetar kecuali kusebut IBU.

bu, ketika engkau tersenyum padaka maka cinta tak perlu lagi kucari darimu dan saat engkau memelukku maka tak perlu lagi ku cari surga di dunia ini.
Read More...

Selasa, 16 Agustus 2011

Kala Tukang Koran Memberi Arti Nilai Berbuka

Leave a Comment
jumat kemarin mungkin akan berlalu seperti hari-hari biasa saja jika saya tidak terlambat datang ke rumah salah satu murid les private saya. maklum saya seorang mahasiswa yang beberapa hari sekali mencari tambahan lewat mengajar les di rumah anak-anak sekolah setingkat SMP dan SD. jumat kemarin harusnya saya datang tepat waktu, sekitar jam 3 sore, karena jadwal les yang biasanya malam di geser menjadi sore, tapi karena belum terbiasa saya datang terlambat sekitar jam 3 lewat 15. sesuai jadwal saya harus memberi les teman-teman kecil saya 2 jam, akhirnya les selesai pukul 17.15. apa mau dinyana, pada bulan ramadhan jam segitu untuk regional jogja sudah mendekati waktu berbuka yang biasanya sekitar 17.40an. dan jarak dari rumah tempat sayang mengajar sampai rumah kost sekitar 30 menit, itu jika jalan normal, ini jelas jalan pasti ramai karena menjelang berbuka. sesuai perkiraan saya terjadwal buka di jalan.

ilustrasi : radiotapecontrol.blogspot.com
beruntung orang tua dari murid saya baik sehingga saya diberi “jatah” kolak dalam bungkusan plastik. tepat tebakan saya, belum sampai kost adzan maghrib sudah berkumandang di dijalan, tepatnya di perempatan kotabaru jogja, saya putuskan untuk mencari, tempat istirahat sebentar sekitar trotoar setelah perempatan. alhamdulillah sedikit di utara tepat dekat dengan UII (univeritas islam indonesia) selatan dekat kator pusat BRI. ada warunbg PKL yang menjual minuman air mineral. tanpa pikir panjang saya berhenti untuk sekedar membatalkan puasa. setelah cukup istirahat dan membatalkan puasa, nasib tidak berpihak pada saya. karena ternyata uang yang saya gunakan untuk membayar air mineral terlalu besar sehingga tidak ada kembalian. saat saya kebingungan inilah tiba-tiba seorang anak-anak yang biasa berjualan koran di perempatan kotabaru menawari untuk membayarkan air mineral seharga Rp.3000 tentu saja saya kebingungan sekaligus bahagia. tapi melihat wajah ikhlas anak itu akhirnya bantuan itu saya terima, karena di buru maghrib, sedangkan saya belum sholat. saya berjanji dan menawari untuk membayar uang tersebut, namun anak itu menolak. saat anak itu bilang ikhlas dan ngotot tidak mau menjadikannya sebagai hutang, akhirnya saya menyerah dan tidak memaksa. saat itulah saya ingat bahwa saya dibawakan kolak saat pulang dari rumah les tadi. sengaja kolak tidak saya makan karena memang susah makan kolak dalam plastik. akhirnya saya tawari kolak tadi sebagai “pembayaran” atas kebaikannya menolang saya tadi dalam urusan air mineral. meski awalnya menolak si anak koran akhirnya mau menerima.

terkadang kita tidak tahu ada rahasia dibalik rahasia, kolak dan tukang koran tadi memberi pelajaran bagaimana keikhlasan menaungi semua celah kehidupan. ada misteri yang tersimpan sebelum Allah membukanya. dari sini saya belajar bahwa sikap seseorang tidak ditentukan oleh pakaian dan profesi tapi oleh tingkat dan taraf keimanan dan kedekatan pada tuhan, mungkin tukang koran ini adalah pilihan. tukang koran yang wajahnya tidak akan saya lupakan dialah tukang koran nomer satu yang di sore hari masih menjual koran pagi, persis seperti apa yang dinyanyikan iwan fals dalam lagu berjudul “sore di tugu pancoran” gambaran si budi kecil yang menunjukan pada dunia arti sebuah keikhlasan. bukan nilai nominal bantuannya tapi bagaimana secara moral dia telah menyindir saya tentang arti nilai dalam hidup, tukang koran ini benar-benar yang terbaik yang pernah saya temui dia benar-benar TOP1.
Read More...

Kamis, 11 Agustus 2011

Hujan

Leave a Comment

selalu saja seperti itu
mengalir deras tiap waktu
membuyarkan imaji
menggores mimpi

masihkah bersuara dalam kicau mentari
menemani angin surga tiada makna
masihkah pelangi akan datang menemani
saat badai angin reda pada suatu masa

ada yang hilang dari sebuah mimpi
yaitu kenyataan yang tak pernah terbeli
akankah hadir tetesan kedua
dari awan yang tak mau mendua

harapmu bukan harapku
mimpimu bukan mimpimu

tak lagi terurai bias mata
diujung hati yang terluka

hujan telah reda
meninggalkan seberkas pelangi
masihkah cinta berawal dari mata
menembus batas gelap mimpi
Read More...

Kamis, 04 Agustus 2011

Indonesia Tanah Airku, Tanah Tumpah Darahku

Leave a Comment
sumber ilustrasi : sulistiantost.wordpress.com

mentari bersinar terang di langit jogja siang ini, cahayanya mempesona menembus helai-helai kanopi dan membias di jendela yang belum terbuka. jogja terasa sama seperti hari sebelumnya, tapi setidaknya suasana puasa masih menggelayut membuat beberapa orang malas untuk bergerak. jogja yang indah bersemi dalam akulturasi agama dan budaya, sebagian orang mulai mencoba merusak keharmonisannya, dan istana di jakarta sepertinya mulai bersahabat dengan jogja. jogja yang nyaman berbeda dengan kepenatan dan kesibukan yang terjadi di jakarta, penuh polusi dan kemacetan. orang bilang bicara jakarta adalah bentuk mini dari indonesia, mungkin betul, karena orang istana pikir dalam soal pembangunan indonesia hanya jakarta, jakarta yang pertama dan utama. mungkin saja orang-orang diperbatasan berkah untuk marah pada pusat, sintang berteriak akan menurunkan merah-putih, palangkaraya memanasa menolak rel kereta, dan papua bergolak minta merdeka.

mungkin lantunan “indonesai raya” tak lebih dari sekedar retorika, indonesia tanah airku tanah, tumpah darahku. atau mungkin itulah kenyataan. dari sejak pertama masuk tingkat satuan pendidikan dengan seragam merah putih hingga menjadi maha dengan pakaian bebas di kampus, kita diajari bagaimana mencintai negeri ibu pertiwi, negeri subur makmur gemah ripah loh jinawi, kita diajari berseru indonesia tanah air kita tanah tumpah darah kita, dulu saya pikir ini hanya isapan jempol biasa, tamun ternyata inilah fakta bagaiaman kita diajari untuk merasakan kecintaan kita pada negeri, kepada tanah dan air serta pengorbanan darah yang tertumpah.

kita diajari untuk mencintai tanah dan air. kita tidak diajari untuk mencintai garam dalam 68% luas wilayah teritorial negeri, kita tidak diajari mencintai kekayaan negeri ini yang ada di bawah laut, kita tidak diajari mencintai ikan dan trumbu karang, bahkan kita tidak diajari mencintai minyak bumi, batu bara dan gas, kita tidak diajari mencintai sumber kekayaan alam hayati dan energi, hasilnya keanekarahaman hayati yang terdistorsi, dan kekayaan energi yang habis tanpa pernah sebagian besar rakyatnya rasakan. emas di keruk asing, gas di jual murah, hampir tak ada yang tersisa dari semua isi tanah dan air kita. rakyat diahruskan mencintai tanah dan air, hasilnya warga negeri ini hanya bisa merasakan tanah longsor dan air banjir.

kita diajari dalam heroisme perjuangan, tanah ibu pertiwi sebagai tanah tumpah darah dimana pahlawan berjuang meraih kemerdekaan. kita tidak diajari bagaimana membangun negeri ini, kita tidak diajari bagaimana tumpah darah berarti perjuangan meraih kesejahteraan dan pendidikan, tumpah darah tak diajari bagaimana berbagai dan kesehatan yang murah. tumpah darah diterjemahkan bagai dewi sri diamna darah yang tumpah adalah untuk penyubur, hasilnya setiap kekuasaan di negeri ini dibayar dengan darah. di tanah sumatra, puluhan tahun aceh bergolak ribuan darah tumpah di tanah ibu pertiwi, tragedi lampung berdarah, jawa-bali banjir darah saat puluhan sampai ratusan ribu simpatisan komunis dibantai oleh orang-orang yang mengaku beragama. darah mengucur dan tertumpah di sampit hingga ambon, kepulauan timor tak lepas dari tetesan meras dari tubuh, bahkan hingga kini papua masih mencurah darah merah dari nadi rakyatnya di tanah ibu pertiwi.

tak ada yang salah, dari kalimat heroisme itu, dan pemerintah serta rakyatnya menerjemahkan itu dengan sangat baik dengan pemaknaan literal yang hebat. syair yang terlantun dari lagu-lagu nasional dan perjuangan kita begitu luar biasa hingga menghipnosis kita, di negeri ini apa yang kita cintai benar-benar kita dapatkan, cintai tanah airmu maka kau dapatkan tanah longsor dan air banjir, rasakanlah tanah ini tanah tumpah darahmu maka percayalah di tanah ini darah akan terus tumpah.
Read More...

Selasa, 02 Agustus 2011

Nyekar yang Berakar, Telaah Arah dan Sejarah Ziarah

Leave a Comment

akhir sya’ban, adalah masa dimana pemakaman khususnya di indonesia terlihat lebih cerah dan terang dariapada biasanya. begitu juga dengan pemakaman umum yang hanya berjarak 100 meter dari tempat tinggal saya.  rumput-rumput liar serta ranting-ranting pohon yang menjulang terlihat dibersihkan. semua ini bukannya tanpa sebab, karena akhir sya’ban, tepat beberapa hari menjelang ramadhan adalah saat dimana masyarakat indonesia terutama orang-orang jawa menjadikan ziarah kubur sebagai “ritual” tahunan menjelang bulan ramadhan tiba. ritual yang sudah mendarah daging, sebagai bagian yang sulit dipisahkan dari akulturasi masuknya islam dalam budaya jawa.

ziarah yang dalam bahasa jawa lebih terkenal dengan istilah nyekar, berasal dari kata dalam bahasa jawa yaitu kata “sekar” yang berarti “bunga” dalam bahasa indonesia, secara filosofi nyekar berarti menabur bunga, yaitu “ritual” yang tak pernah tertinggal dari serangkaian prosesi ziarah, selain berdoa tentunya. dalam tahap selanjutnya ada pergeseran makna dimana nyekar bisa diartikan juga ziarah.
sumber foto : infopublik.kominfo.go.id

ziarah dalam hal ini sebenarnya tidak hanya milik islam atau jawa saja, setiap agama memiliki budaya ziarah tersendiri, pemeluk buddha misalnya berziarah ke kavilavastu dan bodh gaya, diaman sang buddha dilahirkan dan mendapat pencerahan selain benares dan kusinagara. umat khatolik mengunjungi nazaret sampai bukit golgata, bahkan sendangsono di jogja. islam tentu juga memiliki tempat-tempat suci yang dijadikan sebagai tempat ziarah, seperti makkah dan madinah, terutama saat mengunjungi madinah para jamaah bisa dipastikan menengok makam nabi muhammad sampai makam para syuhada perang badar.

namun keunikan muslim indonesia adalah akulturasinya dengan budaya lokal salah satunya akulturasi dengan budaya jawa, dan dalam konteks ziarah adalah terletak pada ritus nyekar. fenomena yang oleh kalangan muslim moderenis dianggap bid’ah hingga menjadi penyebabrusaknya akidah umat. dalam perkembangannya ritual ziarah makam di bulan sya’ban terjadi pada dua mode pamahaman para peziarah, pertama peziarah tradisional sufisme jawa, dan peziarah tradisi faham modern.

pada golongan yang pertama yaitu peziarah tradisional sufisme jawa, peziarah ini sudah mulai berkurang, namun konsep awal dari golongan inilah yang kemudian menjadi panutan yang menyebar di masa kini. orang-orang jawa (masa lampau) percaya bahwa pada akhir bulansya’ban, arwah orang-orang mati akan kembali ke dunia untuk menjenguk keluarga, oleh sebab itu bulan sya’ban dinamai ruwah dalam horoscope jawa, yang berarti arwah yaitu buntuk jamak dari ruh. bulan itu dianggap bulan yang baik untuk ziarah sebelum bulan ramadhan.

golongan kedua yaitu peziarah tradisi faham modern, peziarah ini tidak lagi menganut konsep asal nyekar, tapi tetap menjalankan tradisinya. golongan kedua tetap menjalankan tradisi nyekardengan alasan dan konsep berbeda, golongan ini yang banyak pada zaman modern, golongan kedua melakukan ziarah di akhir bulan sya’ban dengan alasan refleksi pada kematian, serta berbagi doa dengan keluarga yang sudah meninggal, hingga sekedar pengobat rindu atau bahkan ada yang sekedar ikut-ikutan. konsep ini dianggap lebih islami dan jauh dari sikap bid’ahdan syirik.

tapi tentu saja ziarah tidak lepas dari pertentangan berkepanjangan, apalagi ritus ziarah di bulan sya’ban. Sejarah dalam konteks pemahaman awal saja sudah pengalami benturan besar dalam gharis-garis sekte islam, terutama wahabi dan non-wahabi. Kaum wahabi menggap segala bentuk ziarah sebagian besar berentuk bid’ah dan mendekatkan pada syirik. Suara kritik keras akan ritus ziarah keluar dari beberapa ulama seperti Ibn Aqil (1119 m), ibn Taimiya (1328 m), ibn qayim al-jawziyya (1350) dan puncaknya saa muhammad b. Abd al-wahab dan muhammad b. Sa’ud menguasai makkah dan madinah. Dan mengembangkan pemahaman konsep wahabi, salah satunya melakukan pelarangan ritus ziarah karena mendekatkan dengan syirik dan bid’ah.

Gugatan atas sepak terjang wahabi masa itu diserukan oleh syakh ja’far subhani lewat kitab berjudul “wahhabiyah fi-l-mizan”. Namun jauh sebelum itu, sebetulnya al-ghazali sudah merumuskan konsep “jalan tengah” bahwa konsep ziarah berarti penyerahan diri. Konsep itu yang juga berarti kata islam. Hal ini didasarkan al-ghazali pada hadist nabi “mengunjungi makam-makam menjadi anjuran dengan tujuan untuk membuat pengenangan (dhikir) dan sekaligus mengadakan permenungan (i’tibar) …. semula Allah melakukan pelarangan kunjungan ke makam-makam, tapi kemudian ia mengizinkannya.

Dalam tataran ritus jawa konsep ziarah dengan pendekatan islami secara bertahap dilakukan oleh para wali terutama para walisongo, seperti sunan kalijaga, sunan bonang, sunan giri, hingga syaikh maulana ishak di pasai. Sumber-sumber awal ini bisa dicari di munaskrip sastra jawa seperti suluk wujil, suluk sukarsa dan beberapa suiluk lain dalam konsep sufisme jawa, ziarah adalah proses kembali keawal. Konsep ini berasal dari kalimat innalilahi wa innailaihi roji’un“berasal dari Allah dan kembali pada Allah” dalam prosesi ziarah adalah menelusuri asal usul kejadian (sangkan paraning dumadi). Sesungguhnya para wali memberi gambaran dan mengajarkan penyebaran islam tanpa kekerasan dalam bentuk apapun, maka ziarah juga bukanlah sebuah proses kekenesan atau mencari pelarian. Sebab dalam ritus ziarah ada kenangan akan nilai kemanusiaan yang agung.

Syahdan, pendekatan apapun yang tertuang dalam konsep ziarah kubur akhirnya bermuara pada satu hal yaitu kematian. Ziarah dalam konsep jawa kuno memang sudah mulai ditinggalkan walau ritusnya tidak, artinya pemahaman nyekar di bulan rewah (sya’ban) tidak lagi didasari pada pemahaman kuno jawa tapi lebih pada proses pendekatan diri kepada Allah lewat i’tibar dan perenungan kematian, namun disisi lain masyarakat tetap menjalankan ritual nyekar sebelum ramadhan. Dan satu hal penting yang harus difahami nyekar atau ziarah mendekati bulan ramadhan bukanlah prosesi ngalap (meminta) berkah pada jenazah atau arwah.
Read More...