Selasa, 11 Januari 2011

Achievement

Leave a Comment

Beberapa penghargaan dan prestasi yang pernah saya raih dalam dunia blog dan penulisan

Pemenang pertama writing contest Merayakan Keberagaman (Pesta Blogger 2010)

Pemenang kedua review Axio Neon NHM reg. yogyakarta (Axio Indonesia - kompasiana.com)

Salah satu dari dua pemenang utama "cerita dari perbatasan" (Keana Production - kompasiana.com)

Masuk 10 Nominator GoVlog-AusAid 2010 (AustraliaAid - vivanews.com)

masuk 10 pemenang utama lomba review tampilan baru viva.co.id (viva.co.id)
Read More...

Selasa, 04 Januari 2011

Mencoba Menjadi Tuhan

Leave a Comment

mencoba menjadi tuhan atau yang mencoba-coba menjadi tuhan sesungguhnya adalah para pemilih sifat yang diinginkan. tuhan-tuhanan muncul dalam skala sosial yang bisa di tengok dalam setiap menit. mereka yang mencoba menjadi tuhan biasanya melata di bawah ambang kemnusiaan dan harmonisasi kehidupan. penuhanan pancasilais adalah contoh ideologi yang di pertahankan atas darah kekuasaan. mereka yang mengaku dan mencoba-coba jadi tuhan terhempas dalam kekacuan, dari sejarah firaun dan nambrudz hingga gaya kepemimpinan maca hitler dan idi amin yang berlaku “sekarepe-dewe” dan menjadi cerminan kenapa banyak kepala negara di dunia cendrung menjadi tuhan dengan cara mengadopsi sebagian sifatNya.

sumber ilustrasi : dumalana.com
kekayaan dan kekuasaan yang dimilikinya justru di kemudian hari malah menyusahkan dirinya sendiri. sebagain dari mereka itu memperoleh kekayaan dan kekuasaan dengan menghalangin dan menghilangkan sebagian bahkan keseluruhan hak dan rizqi orang lain. jadi menjadikan ririny tuhan hanya mengadopsi sebagian sifat tuhan dengan menasbihkan sifat yang lain.

mereka yang mengaku-ngaku dan mencoba menjadi tuhan itu dengan lancang menerapkan dan menafsirkan sifat-sifat tuhan tanpa berketuhanan. seharusnya membagi rizqi malah meramp[asnya. yang seharusnya diamankan malah di hamburkan. haarusnya di buang malah dipelihara. penguasa dan orang-orang yang menuhankan dirinya itu hanya memilih sifat tuhan yang tertentu saja dan meletakannya di luar inti sifat Tuhan yang maha adil.

aku bukan Tuhan, tapi bisa bersikap seperti Tuhan ……
ketika kesombongan menguasaiku……
tapi aku tetap saja terkalahkan…..
oleh sebuah keterbatasan dan ke-tidak abadi-an….
Read More...

Senin, 03 Januari 2011

Sketsa, Secuil Cerita di Pusat Kota

Leave a Comment

fajar menyingsing mendahului bangunnya mentari pagi. diluar masih berkabut dan tetesan embun menjalar di ujung-ujung kanopi daun yang tersisi di pinggiran jakal. sekelompok wanita renta dibantu suaminya mulai menempatkan diri di emperan ruko yang pintunya masih tertutup angkuh. matahari mulai terbit di ufuk timur, berkas cahaya lembayung menembus sela-sela dinding-dinding gedung membingkai jaring-jaring silau yang menembus kedip mata. rona warna merah oranye adalah pertanda betapa kotornya bumi jogja, karena partikel debu, partikel kecil, aerosol padat dan aerosol cari di atmosfir adalah hal yang paling bertanggungjawab membentuk rona indah yang menjadi pujaan banyak manusia.

sketsa pagi jakal, tak kan pernah lepas dari para penjual gudeg yang kian hari menantang keangkuhan dunia. para ibu-ibu perkasa dengan berani menghidupi keluarga dengan mempertahankan makanan tradisi yang tertelan ambisi penguasa. kini jakal tak ramah lagi untuk mereka, perlahan tapi pasti, jakal dikuasai konglemerasi manusia-manusia berduit yang tak punya hati. jakal yang dulu sederhana, penuh penjual pecel dan ketoprak, bubur ayam, gudeg, karedok, sate padang dan jenis-jenis makanan sederhana lain kian hari kian tertutup dinding angkuh makanan cepat saji.

pagi ini, saya bertemu seorang ibu penjual gudeg yang ramah di pinggiran jakal, dengan gagah berani dia berjualan di depan penjual makanan dari luar neger, eh maaf maksud saya penjual makanan cepat saji itu tak tahu diri berani berjualan di depan ibu-ibu penjual gudeg, karena ibu itu sudah bertahun-tahun berjualan disitu. dua bakul kecil didepannya adalah pangkal hidup keluarga si ibu yang raut wajahnya menyimpan berbagai rahasia problem dunia.

sapaanya ramah dengan senyum, “makan mas, sama apa….?”
“emmm, apa ya”
telor, tahu, ayam swir, ayam daging….” tambah ibu itu memberi pilihan
“sama telor aja bu… jangan terlalu pedas ya…” saya mencoba menjawab piihan yang diberikan
“nasi’y seberapa mas…”
“jangan terlalu banyak bu….dikit aja”
“minumnya apa?”
“teh anget, tapi jangan terlalu manis”
“monggo mas”

diskusi pagi dengan ibu penjual gudeg pagi ini memberi banyak hal diluar kata “kenyang”. mendengarkan diskusi ibu itu dan suaminya, memberi warna resah di pagi yang cerah. tentang problematika anaknya yang sekolah di SMA, dan bingung membeli buku. atau kisah yang dibicarakan tentang berjubelnya makann siap saji di serambi jalan yang tak terjangkau. hingga gosip keluarga yang dibicarakan. keresahan keluarga kecil penjaga tradisi yang kian terjepit sebuah nama yang disebut “moderenisasi”, saya terkadang berfikir, apakah moderenisasi kota harus disertai dengn menempatkan pzza hut, hoka-hoka bento, dunkine donats, cafe-cafe luar negeri, dan sebarek makanan dari negeri yang jauh di lur sana.

kabut mulai hilang tersapu ombak kendaraan yang semkin ramai berlalu lalang saat pagi menjelang siang. baru setengah piring nasi yang bersemedi dilmbung, turun seorang wanita muda yang mungkin saja masih anak SMA, disusul seorang kawannya beberapa detik kemudian dari pintu yang sama di baris kedua. penampilannya simpel dengan pakian seadanya walau terkesan mewah, wajahnya terlihat lelah walau senyumnya tetap merekah. sebuah HP tipis namun lebar digengam erat mereka bedua.

“bu gudegnya dua… dibungkus” ucap salah satu wanita berbaju merah muda
si ibu penjual gudeg mulai meracik gudeg yang diminta dengan mimik serius karena rasa adalah reputasi yang menjadi harta, sedangkan kedua anak tadi sibuk dengan dengan HP tipis nan lebar tadi, tanganya sibuk menari senyumnya lebar namun serius. sesekali matanya mengkerut, beberapa detik kemudian tebuka lebar. lain saat senyumnya berubah menjadi tawa kecil yang renyah. saya pikir mereka sedang berkomunikasi dengan kawan atau sodaranya yang jauh. tapi tak lama saya tersentak saat salah satu dari mereka mengangkat dagu dan menngok kawan disampingnya dan berkata kata yan tak pernah saya kira.

“eh lu ya, yang barusan ngirim….siala lu”
“hahhahahah….. iya, lu sih, ga bales-bales twit gw”
“hahahaa…. iya sori, sori lagi seru nih, ketemu gebetan baru”
iya deh, gw ngerti….”

yang membuat saya terkejut bukan “lu-gw” yang terucap di tanah jogja, tapi bagaimana anak SMA yang berkomunikasi dengan kawan disampingnya selama beberapa menit dengan HP (mungkin BB) itu ternyata dua manusia yang dikendalikan mesin. mereka kehilangan bahasa verbal dalam sopan santun. komunikasi mereka yang berdampingan ternyata dikendalikan dari sebuah gadget ditangan. saya semain tidak mengerti dengn misteri hidup yang dilalui. 

sebenarnya manusia itu maju atau mundur, sehingga komunikasi yang bisa dilakukan dengan sederhana sampai harus menggunakan alat mewah. ah entahlah… karena say masih berfiir positif bahwa cewek metropolitan ini masih mau makan gudeg…
tapi positive thinking hanya lah sebatas angan saat kedua wnita muda ini beranjak dari tempat meeka berdiri,

“ni mba gudegnya, dua 10.000″ ucap si ibu penjual gudeg
oia, “ sebatas itu katanya sambil memberikan uang dan mengambil bungkusan sangat singkat, seperti tak pernah diajarkan car berbicara.
“hey, emang pagi ini kita mau makan gudeg? “sergah kawan di sampingnya
“ga lah, ini buat orang tua gw, kita makan di hokben depan situ aja, kan deket tinggal nyebrang jalan”
————-
catatan kecil : JAKAL adalah singkatan dari Jalan KAliurang yang membentang dari kampus UGM hingga taman wisata kaliurang. dan kisah ini di Jakal sekitr KM 3-4.
Read More...

Sabtu, 01 Januari 2011

Tembang Bisu di Malam Tahun Baru

Leave a Comment

seperti malam-malam sebelumnya di tahun 2010 maka malam-malam yang akan datang di tahun 2011 juga tak akan jauh beda. hanya ada dua pilihan malam malam itu akan bertabur cahaya bintang dalam pijar indah rembulan atau akan gelap gulita tanpa cahaya. dan -kebetulan- malam ini di jogja diperkenankan oleh Allah untuk mendapat pilihan pertama. suasana cerah berbagi tawa anak-anak manusia yang menyambut datangnya tahun baru. tapi sesungguhnya entah suka cita apa yang dirayakan, kisah selama 2010 atau harapan di 2011. manusia tak pernaha tau apa yang akan terjadi nanti, seperti itupulalah hakikat manusia sebenarnya, selalu menjalani "sandiwara" yang di sutradarai Allah SWT.

antara desa dan kota

ketika secara perlahan hidup saya pindah dari desa ke kota maka sesungguhnya tanpa di sadari saya mengalami apa itu yang disebut "shock city" kekagetan akan kehidupan kota dengan segala macam tetek-bengeknya termasuk di dalamnya kekagetan dalam perayaan tahun baru. aya tak pernah betul-betul memahami, mengapa orang –khususnya di kota-kota–selalu menyambut Tahun Baru dengan suka ria.

Pesta-pesta dan hura-hura untuk memeriahkan pergantian tahun dilangsungkan dimana-mana bahkan sering kali dengan menghamburkan uang yang tidak sedikit. Apakah itu sekedar mengikuti tradisi yang sudah berjalan atau merupakan naluri dari kesenangan manusia terhadap sesuatu yang baru. Senang Tahun Baru seperti senang kepada baju atau sepatu baru, atau naluri senang kepada peningkatan dan pertambahan. padahal sesungguhnya esensi tahun baru beda dengan kata "baru" yang lain, karena tahun baru adalah lepasnya tahun-tahun yang telah lampau.

saat saya di kampung, tahun baru hampir tidak pernah spesial, berlengsung biasa saja, justru perayaan tahun baru hijriah lebih meriah diisi dengan pawai obor sambil bersholawat. mungkin masih kentalnya lingkup adat lokal dan agama membuat tahun baru diisi dengan bermuhasabah diri, bukan dengan pesta-pesta dan hura-hura. ini semua membuat saya rindu akan kampung di mana perayaan tahun baru diisi dengan "kesunyian".

tahun baru itu

tahun baru itu sesungguhnya adalah mengenang kembali perjuangan ketika ibumu rela memutuskan 40 urat nadi di dinding rahminya dengaun peluh keringat dan darah disertai jeritan perjuangan hanya untuk membuatmu melihat cerahnya mentari pagi dan engkau bisa menghirup nafas kehidupan, supaya kau tahu apa artinya sebuah cinta dan kasih sayang
tahun baru itu sesungguhnya adalah mengang kembali wajah khawatir bapakmu ketika bibirnya tak lepas dari doa ketika menyaksikan perjuangan ibumu. saat itu adalah saat dimana mendengarkan kembali alunan adzan yang terlauntun di telingamu sebagai awal suara pertama yang bapakmu isi sebagai bekal perjalanan hidupmu kelak, supaya kau tahu apa artinya kehormatan

sumber foto antara
tahun baru itu sesungguhnya adalah mengenang kembali waktu yang telah hilang dimasa lampau. merasakan kembali sejarah manis getir hidupmu yang telah kau lewati selama ini. semua yang ada pada dirimu saat ini adalah sebuah proyeksi atas apa yang telah kau lakukan dimasa hidup yang telah kau lewati dulu supaya kau tahu apa artinya kehidupan

tahun baru itu sesungguhnya adalah menatap laju kedepan sebagai sebuah persiapan mengejar cita-cita dan harapan. mempersiapkan diri untuk perjalanan dan lika-liku hidup yang penuh misteri yang tak pernah kau tahu akan hal itu karena kita dimasa depan adalah apa yang kita lakukan sekarang. lepaskan semua harapan dari belenggu kekahawatiran untuk cita dimasa depan supaya kau tahu apa artinya perjuangan

tahun baru itu sesungguhnya adalah melihat sisa usia pada diri kita yang penuh noda. karena pada setiap kembang api bersinar sekejap lalu padam yang padam, pada setiap  gema trompet yang kita tiup adalah pertanda mulai padam dan terpotongnya jatah usia kita untuk beribadah dan berbakti sebagai anak dan hamba. mozaik itu adalah epos nyata suaya kau tahu apa artinya pengabdian

tahun baru itu sesunggunya adalah menikmati setiap jejak langkah hidup kita yang bertabur, manis, pahit, asam dan asin. merasakan setiap titian langkah hidup yang penuh misteri dan kejutan tak beralas, mengurai kembail rangkaian benang-benang kusut yang membuat wajah kita berganti tawa ceria hingga duka penuh luka. semua itu akan menyadarkan kita akan apa artinya perjalanan

tahun baru itu sesungguhnya menyadari keberadaanmu sebagai manusia didunia. mengingatkanmu akan hak yang kau miliki dan kewajiban yang harus kau jalani. kehadiran dirimu sebagai individu dapat dipengaruhi dan bisa mempengaruhi orang lain sehingga membentuk karaktermu sendiri. itu semua terangkai dalam setiap kisah supaya kau tahu apa artinya tanggungjawab

tembang kebisuan

hingar-bingar beberapa menit yang penuh suara dan cahaya itu kembali hilang dalam sesaat. kegaduhan, keramaian, hura-hura, sekejap kemudian hilang. ditelah oleh kegelapan dan kesunyian. harapan dan sejarah berputar jadi satu dalam bianglala, terkadang di atas terkadang pula di bawah. seperti layaknya percikan kembang api, seperti itu pulalah hidup ini jika di sadari. hanya sekejap, bersinar dan bersuara dalam sekejap. setelah itu hilang tak berbekas, kembali lagi menjadi gelap dan sunyi seperti biasa dan malam-malam sebelumnya.

… yen ing tawang ono lintang cah ayu,
aku ngenteni tekamu…
marang mego ing angkoso, nimas
sun takokane pawartamu…

tembang nenek-nenek itu begitu lirih, mengurai notasi sunyi sambil menghitung uban yang merambat di kepalanya. walau uban itu terlihat hitam di malam ini, hanya sekelibatan kilat dari kembang api saja yang membuat uban nenek itu tampak bercahaya akibat pantulan.
di lingkungan kami (saya dan nenek itu) begitu sepi, mungkin sebagian besar penduduknya pergi keluar, ke pusat-pusat keramaian jogja. di sini hanya gemerisik angin di musim hujan saja yang menghalau setiap kegisuan yang di datangkan malam. di dipan kayu lusuh yang berada di depan rumahnya itu, sang nenek menembang, mengalunkan melodi-melodi mengiris hati, seolah menantang deru lutas kembang api dan terompet yang tak pernah henti.

suaranya terus meranggas dalam hutan-hutan beton, hingga terbawa angin malam kalah beradu dengan teriakan dari sound system di pelataran bundara+boulevard UGM. dari sudut rumahnya inilah sang nenek bisa melihat ribuan percik cahaya kembang api berkedip. terkenang semua kisah dan sejarah di masa lampau yang penuh asam garam kehidupan. tembangnya sendiri adalah sebuah romantisme mengenang hidup yang penuh perjuangan dari masa-masa sebelum kemerdekaan hingga sejarah di ancamnya keistimewaan di bumi jogja ini. sebuah nostalgia yang hanya bisa dia nikmati sendiri karena suaminya telah menghadap yang kuasa terlebih dahulu.

Nostalgia sang nenek di tahun baru mungkin juga nostalgia saya, Nostalgia emang asik. Banyak hal yang mungkin telah kita temukan. Banyak titik-titik yang ternyata menjadi garis yang mengantar kita hingga menjadi apa kita sekarang ini. Hati-hati lubang kesedihan menganga di setiap langkah yang telah terjejak, bahkan kegembiraan menjadi suatu hal yang pahit untuk dikenang karena maknanya menjadi berbeda kini. Dia yang dulu mungkin bergembira dengan kita telah tiada, dia yang dulu menjadi kesayangan orang lain, dan betapa singkatnya semua tertutup menjadi kenangan dibungkus waktu dalam kotak ingatan.
nyanyian sang nenek itu masih sangat terasa membius saya malm ini, hingga enggan beranjak untuk pergi, lantunannya benar-benar menyihir saya dalam remang kebisuan malam. tembang nenek itu adalah sebuah tembang harapan dan kenangan, entah harapan untuk apa dan kenangan akan siapa. tembang itu menjadi terasa bisu malam ini, dalam magis gemerlap kembang api sang nenek terus bernyanyi tanpa peduli karena mungkin buat nenek itu, malam ini tak jauh beda dengan malam-malam sebelumnya.

….yen ing tawang ono lintang cah ayu
aku ngenteni tekamu…

tembang magis ini beradu deru terompet dan ledakan kembang api, hingga mengurai melodi notasi yang membuatnya serasa penuh kebisuan.
Read More...