Jumat, 10 Agustus 2012

Antara Kematian dan Perpisahan, Misteri Tanpa Ilusi

Leave a Comment

seperti apa rasanya kematian?

belum pernah saya melihat orang bangkit dari kubur kemudian bercerita tentang kematian, tentang rasanya sakaratul maut saat izrail mencabut nyawa manusia atas intruksi Tuhan yang tertulis di Lauhil Mahfudz. kenapa ada orang begitu takut dengan kematian dn kenapa ada orang justru mengejar kematian, kematian inlah misteri terbesar manusi yang tak pernah terpecahkan, setidaknya dalam ruang lingkup pemikiran saya amat sangat terbatas sebagai makhluk Tuhan.

kematian adalah sebuah perpisahan, berpisah dengan kehidupan, berpisahnya nyawa dengan raga. waktu SD saya pernah melihat seorang nenek-nenek berada dalam sakaratul maut, meregang nyawa yang nyata, nafasnya tersenggal-senggal, matanya melotot, tubuhnya seperti cacing kepanasan, dengan mulut terbuka lidah menjulur keluar, dan beberapa orang disekitarnya ada yang menangis serta membaca ayat-ayat Tuhan. entah bagaimana meninggalnya nenek itu, saya lupa, tapi memori masa kecil saya masih merekam dengan jelas prosesi saat manusia meregang nyawa.

sumber foto: mta-online.com
beranjak SMP saya semakin sering melihat orang-orang meninggal dunia tapi entah kenapa saya tida pernah merasa bersedih. mungkin hati ini sudah bebal. suatu waktu di depan sekolah saya ada sebuah kecelakaan dimana seorang pengendara mototr mengalami keclakaan dan meregang nyawa dengan berlumuran darah setelh terjadi kecelakaan dengan mobil pengangkut ban dan sebuah truk. saya tidak perlu menceritakan betapa parahnya kndisi pengendara motor itu, tapi melihat bagaimana dia meregang nyawa lewat proses menggeliat lebih lama, saya bisa menebak betapa sakitnyaa kematian itu.

bahkan Rasulluloh pun menangis saat izrail datang menjemput, merasakan bagaimana sakitnya kematian. ajal memang penuh misteri, dan ketika kematian itu datang sebuah prosesi perpisahan tak terelakan, tak ada yang dapat menolak. kata orang jika kematian ditangisi artinya dicintai dan jika kematian itu dibarengi tertawa yang hidup maka orang itu dibenci. tai suatau waktu nanti saya ingin kematian saya tidak usah terlalu ditangisi toh semuanya juga akan kembali.

saya jadi ingat dulu saat mendengar nenek yang di kebumen meninggal dunia, saya di telephon kalau nenek meninggal. saat itu saya langsung memacu motor legenda kesayangan saya dari jogja menuju kebumen pagi-pagi buta, sesampai di sana saya belum begitu melihat kesibukan berarti karena nenek saya meninggal di kroya tempat paman. tapi sat mendengar kabar bahwa nenek sudah di bawa dengan ambulans, kesibukan di rumah mulai terasa. beberapa orang mulai menyiapkan ruangan dan kursi serta tempat tidur untuk jenazah, suasana begitu ramai namun sunyi, wajah beberapa orang terlihat lebih tegang.

saat ambulance sampai di rumah dan jenazah sudah dibaringkan di ruang tengah, tak ada air mata yang mengalir di wajah. Saya sibuk memikirkan : apakah kematian itu sebenarnya?apa yang menyebabkan semua ini bisa terjadi? Wajah yang selalu tersenyum itu, kini tidak lagi memancarkan ekspresi. tangan yang biasanya kucium itu kini sudah salin menggenggam di dada.

padahal beberapa saat yang lalu saya bertemu nenek, ketika mampir ke kebumen dan mampir sebentar sebelum melanjutka perjalanan dari cilacap menuju jogja. lama berlalu perpisahan itu tak terlalu begitu nyata, tapi saat lebaran ketika saya kembail berkunjung kekebumen, saya meliaht pemandangan yang unik yatu rumah kuno peninggalan simbah sudah rata dengan tanah. tapi bukan itu yang membuat sya bertanya dalam hati, yang menganjal di hati saya yaitu tak ada lagi tangan keriput yang biasa saya cium.

perlu lebih dari satu hari untuk menyadarkan saya bahwa batas antara mati dan hidup beitu tipis, begitu sederhana namun sangat sulit unutk dicerna. lain nenek lain pula teman saya, seseorang yang biasa bersanda gurau sehari-hari namun tiba-tiba meninggal, sangat aneh rasanya merasakan situasi yang berbeda, orang-orang yang biasanya ada dan berbincang bersama kemudian pergi untuk selamanya, sebuah perpisahan yang terkadang tak pernah dirasakan pertandanya dan tanpa ucapan kata-kata.

batas antara mati dan hidup hanyalah sedetakan jantung saja namun begitu rumit untuk difahami. Andai saja kita semua punya cukup waktu dalam hidup untuk memahami kematian. Tapi waktu tidak pernah cukup untuk menjawab semua pertanyaan.  bermacam-macam fragmen kematian yang saya saksikan dari kecil hingga kini, memberi sebuah pemahaman sederhana dalam diri saya bahwa tubuh bukanlah manusia dan tubuh bukanlah kehidupan.

Tubuh memang tidak memahami apa-apa. Ada jiwa yang hidup di dalamnya yang memberikan tujuan kepada tubuh. Tangan, kaki, paru-paru, jantung dan otak, semuanya berhenti bekerja ketika jiwa itu pulang ke tempat asalnya, sesuai waktu yang telah ditentukan baginya. Yang terbaring dalam diam itu hanyalah tubuh, dan orang-orang yang terbaing kemudian dikubur itu bukanlah nenek, teman atau kerabat saya, kara itu semua hanya tubuh sedangkan mereka sebenarnya telah pergi. Andai saja ada waktu yang cukup untuk memahami segalanya. Tapi hidup ini memang tidak pernah cukup untuk menjawab semua pertanyaan, dan akal saya pun tidak cukup mampu untuk mencarikan semua jawaban.

apa yang terjadi pada saya tak kan jauh beda, saat kemaian itu tiba dan membuat sebuah perpisahan paling nyata dengan dunia, maka saya bukalah apa-apa, hanya seonggok tubuh tak berdaya tanpa nyawa tanpa jiwa. saat itulah saya tak kan lagi berdaya, hanya seonggk bangkai yang menerima apa saja yang dilakuka terhadap tubuh saya, hingga dikubur kemudian menjadi makanan cacing tanah. bermacam-macam feragmn dan sketsa kematian yang tampak di mata saya selama bertahun-tahun masih belum juga membuat saya memahami kematian. Saya takjub dengan sebuah kekuatan yang mampu memisahkan tubuh dan jiwa, kemudian membuat situasi menjadi begitu berbeda. Segalanya berubah ketika jiwa berpulang ke kampung halamannya.

saat kematian menyapa apalah daya anak manusia, seperti juga mereka yang megalami genosida, atau korban-korban perang dari berbagai negara hingga yang mengalami kematian dalam kecelakaan bahkan bencana, semuanya tak bisa apa-apa. akhirnya semua terkubur dalam gundukan tanah basah. dalam sebuah kesepian yang nyata. Mungkin untuk beberapa hari setelah kematianku, aku masih diingat dan masih banyak orang yang berkunjung ke kuburanku, tapi itu tidak akan lama. Pasti diri ini akan dilupakan. dan saya tidak tahu itu. Waktulah yang akan menjawabnya…….

Selamat jalan untuk diriku yang telah wafat……….

0 komentar:

Posting Komentar

bagi komentar, saran dan kritiknya kawan.... (no spam)