Rabu, 12 November 2008

malayasia dalam mata kamera

Leave a Comment
Email ini bukan hasutan, tetapi berdasarkan fakta nyata keseharian dan berdasarkan pengalaman pribadi serta pengalaman kawan-kawan sejawat selama hidup di Malassia. Beberapa dari anda mungkin tidak setuju dengan tulisan ini. Tetapi pikiran anda akan segera berubah bila anda pernah tinggal disini (Malassia-red). Bukan sekedar jalan-jalan.

Email ini atas tulisan yang dikirimkan dari negara termalas di dunia = Malassia

Saya seorang Melayu Deli, Sumatera. Pada tahun 2004 saya pindah ke Kuala Lumpur. Walaupun setiap hari disini saya berbahasa Melayu malingsia, tetapi dalam email ini sebaiknya saya menggunakan Bahasa Indonesia yang jauh lebih baik dari Bahasa malingsia yang sekarang sudah rusak[1]. Mungkin kawan-kawan tahu, bahwa Bahasa Indonesia lahir dari Bahasa Melayu Riau yang sudah mengalami proses penyempurnaan dan pembakuan berkali-kali, sehingga menghasilkan bahasa paling sempurna di Nusantara ini.[2] Dan Bahasa malingsia walaupun berasal dari bahasa Melayu Riau tetapi ia stagnan semenjak dulu sampai saat ini. Tidak berkembang, lambat dan hanya mengalami sedikit pembaharuan.

Jatuhnya Negara (yg mengaku) Negara Islam tapi Membenci Saudara Seiman dan Serumpun
Saya sudah tinggal (4 tahun) sejak 2004 di malingsia tepatnya di Bangsar, Kuala Lumpur dikarenakan mendapat tawaran pekerjaan yang cukup menjanjikan pada suatu syarikat dalam bangunan Petronas, malingsia. Terfikir sebelumnya saya akan bekerja dengan tenang, nyaman dan memuaskan hati. Saat anda membaca email ini, saya mungkin sudah berada di Jepang untuk melanjutkan study saya. Saya bekerja sebagai tenaga profesional di bidang IT (malingsia kekurangan tenaga ahli untuk itu). Mereka banyak mengambil tenaga ahli IT, arsitektur, astrologi, perminyakan, perkebunan dari Indonesia, India dan China. Melayu malingsia hanya bengong terpaku saja menunggu alih kepakaran dari tenaga ahli luar negara. Mereka akan merayu tenaga ahli kita dengan gaji yang besar, mobil dinas, fasilitas dan pembayaran rumah sewa/apartement untuk membuat kita mau menerapkan ilmu dan meng-alih kepakaran kepada mereka. Bila kepakaran anda terus diperlukan, liciknya, anda akan mereka tawarkan kewarganegaraan setelah masa tinggal lebih kurang 10 tahun, tetapi bila anda tidak diperlukan lagi kontrak anda akan diselesaikan atau anda akan berhadapan dengan gerombolan RELA. Sudah dapat gading bertuah, tanduk tidak berguna lagi. Habis manis sepah dibuang.

Sejak saya tinggal dan bekerja di KL, sudah banyak hal-hal miring tentang hubungan kedua negara (Indonesia dan malingsia) yang saya dengar, tetapi saya tidak pernah dan tidak mau ambil pusing. Karena saya fikir hal tersebut hanya hal biasa yang akan hilang dengan sendirinya. Dan kawan-kawan saya orang malingsia sendiri (seperti) tidak menampakkan sikap yang bermusuhan, aneh atau miring terhadap saya pribadi sebagai orang Indonesia. Saya berfikir hubungan malingsia dan jirannya, Indonesia sebagai hubungan saudara kandung. Indonesia sebagai abang dan malingsia sebagai adik[3] yang sudah terbina sejak dahulu. Di malingsia, bila ada hal-hal miring tentang mereka (bahkan teramat miring hingga buruk) mereka tenang-tenang saja. Sikap tenang mereka bukan karena mereka tidak ambil pusing, tetapi karena mereka tidak pernah tahu apa-apa. Media massa dan media elektronik disini tidak dibenarkan menyiarkan tentang keburukan mereka sendiri.[4] Contoh: masalah Ambalat, pemukulan wasit karateka Indonesia, penganiayaan TKI, pengusiran TKI, pemerkosaan pembantu rumah dan TKI, pejahatan dan kebejatan RELA, arogansi imigrasi malingsia, keangkuhan Polis Diraja malingsia (sebaiknya diganti menjadi Polis Dirajam malingsia), dan keburukan politisi tidak pernah mereka siarkan dan sebarkan dalam media akhbar atau juga televisi. Hal itu untuk menjaga nama baik pemerintah mereka dan ketenangan rakyat mereka sehingga terkesan masyarakat mereka beradab.
Cobalah anda sesekali mengunjungi Kuala Lumpur bagi yang belum pernah atau datang sekali lagi bagi yang sudah pernah tetapi dengan mengikuti petunjuk berikut. Bila anda datang ke malingsia, cobalah anda sesering mungkin bertanya kepada petugas tiketing Komuter, atau pengemudi bus RapidKL, security bank, petugas hotel, petugas teller bank, petugas tiketing, polisi, petugas imigrasi, petugas KLmonorail, bahkan pramugari. Cobalah untuk bertanya atau sekedar beramah-ramah dengan mereka. 100% saya yakinkan. Anda tidak akan mendapat apa yang anda inginkan, yaitu keramahan. Apalagi senyuman. Dan cobalah gunakan Bahasa Indonesia, saya yakinkan lagi 110%, anda akan terpana melihat sentuhan TRULY ASIA mereka (Arogan, Sombong, Intimidasi, Angkuh). Ini juga kerap berlaku di restoran, kedai makan, kedai runcit (toko kelontong) dan tempat-tempat lainnya yang menyediakan jasa public service. Kalau anda mendapat pelayanan yang baik, mungkin hari itu anda sedang beruntung.

Jangan terkejut bila berada di mall, bus, taxy, rumah makan, kantor-kantor, sekolah, kampus, radio-radio, televisi dan bahkan dimana-mana tempat diperdengarkan lebih banyak lagu-lagu pop Indonesia ketimbang lagu mereka sendiri, seperti Radja, Samson, Naff, Matta, KD, Peterpan, ADA Band, DEWA dan banyak lagi group band Indonesia yang tak terhitung jumlahnya (dibandingkan group band mereka yang dihitung tak habis jari tangan). Ini Menandakan bukan saja para tauke-tauke pengusaha importir tahu selera rakyatnya tetapi juga kurangnya kreatifitas orang malingsia dalam menciptakan seni lagu tetapi tetap menginginkan selera tinggi. Bahkan film-film Indonesia terus merambah tiap bulannya di bioskop-bioskop yang jumlahnya sangat sedikit di malingsia. Kurangnya kreatifitas mereka nyata terlihat dengan maraknya sinetron-sinetron usang Indonesia yang hampir tiap hari menghiasi layar kaca televisi malingsia dari stasiun televisi yang hanya berjumlah 7 stasiun (kalau tidak salah. Atau bahkan kurang). Jauh di bawah jumlah stasiun televisi lokal Indonesia yang berjumlah ratusan channel. Karena tiap provinsi di Indonesia memiliki stasiun televisi sendiri-sendiri. Perbedaannya di Indonesia, mungkin TV kabel dan TV satelit kurang laku (walaupun sudah berjumlah 5 buah ditahun 2007 saja) dikarenakan jumlah channel TV lokal saja sudah banyak sekali. Tetapi di malingsia lain halnya. TV lokal tidak begitu laku, mayoritas mereka lebih senang menonton TV kabel satu-satunya, Astro. Dilema orang malingsia yang tidak kreatif dan kurang hiburan, hingga nampak wajar mereka sering mencuri kreatifitas kesenian, lagu, budaya dan makanan dari Indonesia. Kalau sudah tidak kreatif, mereka hanya bisa berkata, malingsia sudah dijajah musik Indonesia. Pendapat yang tidak dihirau orang. Bahkan oleh rakyatnya sendiri. Mereka tetap asyik mendengarkan lagu-lagu Indonesia yang tidak mendayu-dayu seperti pada semua jenis musik mereka.

malingsia sekarang tengah berbangga dengan wawasan 2020 yang berkeinginan menjadikan negaranya sebagai negara maju di tahun itu. Tetapi saya khawatir sekali. Bagaimana sikap angkuh dan sombong boleh menjadikan mereka menjadi negara maju, sedangkan kesombongan dan keangkuhan hanya akan menbawa pada kejatuhan dan kehinaan saja. malingsia mengatakan bahwa rakyat Indonesia hanya iri melihat kemajuan negara mereka di bidang pembangunan. Tetapi sayang sekali mereka tidak mengetahui, bahwa rakyat Indonesia bukan rakyat yang memiliki sifat iri dan bukan bangsa yang lemah. Kehebatan Patih Gajah Mada menyatukan Nusantara menjadi ciri kekuatan Bangsa Indonesia sampai masa kini. Kehebatan Pelaut Bugis menaklukan samudera mengaliri semangat orang Indonesia sampai masa ini. Orang Indonesia tipikal pekerja keras, pantang menyerah, rendah hati dan memiliki semangat yang tinggi. Sewajarnya rakyat malingsia bersyukur dan berterima kasih kepada rakyat Indonesia, dikarenakan sifat semangat dan kerja keras dari tenaga-tenaga kerja Indonesia hingga boleh membangun Petronas/KLCC di Kuala Lumpur, boleh membangun Putrajaya, KLIA, LCCT di Sepang, Selangor. Membangun pangsapuri, flat, kantor-kantor, perumahan/taman-taman. Membina kolom-kolom untuk lintasan KLmonorail, membina jalan tol PLUS utara-selatan, bahkan Bandaraya Kuala Lumpurpun ramai tenaga kerja Indonesia yang membinanya. Menurut data yang diperoleh, jalan tol PLUS utara-selatan dan KLIA 100% menggunakan tenaga kerja Indonesia[5]. Untuk diketahui, bahwa tenaga kerja kita berjumlah 2,5% dari jumlah penduduk mereka. Jumlah penduduk malingsia hingga tahun ini (2007) berjumlah 25 juta jiwa saja(tidak lebih dari penduduk DKI Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi). Jadi siapa yang sepatutnya berbangga?

malingsia kekurangan penduduk. Untuk itu mereka :
- Menawarkan program ‘malingsia my second home’. Dengan kedok sopannya, Kedutaan malingsia dan jabatan imigrasi malingsia menawarkan program untuk siapa saja beserta keluarganya untuk tinggal lama di malingsia dalam masa 10 tahun dan boleh diperpanjang dengan persyaratan memiliki nominal jaminan diatas 100 juta rupiah keatas untuk satu anggota keluarga berjumlah 3 orang (dengan satu anak) pertahunnya. Dengan program ini diharapkan setiap keluarga memiliki ketertarikan terhadap malingsia, keterikatan batin dan menghasilkan devisa malingsia. Penawaran kewarganegaraan biasanya dilakukan bila peserta telah tinggal lebih dari 10 tahun ke atas.
- Menerima pekerja profesional yang ahli dibidangnya untuk bekerja di malingsia. Untuk diserap ilmunya, dan di iming-imingi oleh kemudahan dan kewarganegaraan.
- Meminta dan menerima tenaga buruh, pekerja kasar, pembantu rumah tangga, baby sitter, cleaning service, kuli bangunan, pekerja restauran, etc dari negara-negara jiran seperti Indonesia, Thailand, Myanmar, Burma, dan beberapa dari China. Indonesia adalah yang terbesar dalam menerima kuota permintaan tenaga kerja dari negara malingsia karena upah dan gaji yang relatif lebih murah berbanding negara lainnya dan memiliki kesamaan bahasa.
- Memurahkan uang biaya pendidikan, dengan pemberian subsidi pendidikan 30% dari kerajaan, sehingga berhasil menyerap masuk pelajar-pelajar dari luar negara (tahun depan subsidi ini akan dihapuskan). Pelajar dari Indonesia dan Arab adalah yang paling ramai berdatangan. Disusul oleh China dan Thailand. Dengan memanjakan para pelajar asing, memberi kemudahan fasilitas dan pujian-anugerah, diharapkan para pelajar ini terus menyambung jenjang pendidikannya di malingsia yang berarti devisa bagi negara. Dan bila berkemampuan lebih serta memiliki kepakaran khusus akan ditawarkan untuk dimanfaatkan bagi kemajuan negara malingsia. Jangan sampai anda menjadi seperti ayam diberi beras. Sudah gemuk nanti pastilah dipotong.

Tipikal orang malingsia yang sudah diakui sendiri oleh 3 orang kawan saya yang tulen orang malingsia (mereka dari Johor, Kelantan dan Pahang) adalah : sifat malas. Mereka sendiri mengakui bahwa orang Melayu itu pemalas. Kenyataan ini tidak terpungkiri dan tidak dinafikan oleh orang malingsia sendiri. Sehingga sesuai dari awal saya sebut mereka malingsia (Malas dan Sia’=kamu(sunda;kasar)). Perbedaaan orang Indonesia dengan orang malingsia (menurut mereka) adalah: Orang Indonesia sudah terbiasa dengan bekerja mengikuti strata. Mereka bersedia bekerja dari bawah, mulai dari staff sampai ketingkat manajerial. Orang malingsia, mereka tidak suka dengan strata kerja. Kalau tidak mendapat posisi yang diinginkan, mereka akan mencarinya di perusahaan lain. Orang malingsia (sebagian besarnya) tidak mau bekerja sebagai pekerja kasar, mereka sudah terbiasa dengan zona nyaman. Sifat kedua, manja. Sudah mengantuk disorokkan bantal pula. Hidup didukung orang tua, apa-apa tinggal minta, sudah dewasapun ingin yang senang saja. Sifat malas dan manja mungkin sudah terbentuk sejak kemerdekaan mereka yang nyata-nyata diberikan oleh Inggris (bukan hasil jerih payah perjuangan). Saya setuju dengan pernyataan bekas Perdana Menteri (PM) malingsia, Mahathir Muhamad yang mengatakan “Orang Melayu (orang malingsia-red) mudah puas, malas, kurang rasa terima kasih…” (dalam Mingguan malingsia:16 Juni 2002). Sifat ketiga adalah menunggu perintah. Ibarat pahat dengan penukul. Mereka tidak terbiasa dengan perintah dan suruhan. Mereka tidak terbiasa dengan inisiatif diri. Sehingga harus menunggu disuruh dan ditegur untuk mengerjakan sesuatu. Itulah mengapa mereka lebih banyak memperkerjakan tenaga kerja dari Indonesia. Selain upah lebih murah dari negara lain, orang kita terkenal giat dan semangat. Mereka akui bahwa pekerja Indonesia adalah pekerja keras. Sifat keempat adalah: sensitif, hingga akhirnya cenderung kasar. Mereka suka mengkritik tetapi tidak suka dikritik. Jangan terheran bila anda melihat hampir 100% pengemudi dan petugas lapangan bus, termasuk bus RapidKL angkuh dan sembrono membawa busnya. Dan jangan tersinggung bila anda menegur supir bus yang ugal-ugalan tadi untuk berhati-hati, malahan anda yang dimarahi. Itu sudah kerap kali terjadi. Jangan heran bila kawan malingsia anda tersinggung saat anda beritahukan email ini, karena memang mereka mudah tersinggung tanpa menyadari kenyataan dan menerima hakikat yang terjadi. Dan sifat yang (mungkin) terakhir adalah sombong. Entah bagaimana sifat yang satu ini bisa timbul. Selayaknya bila ingin dikatakan bangsa yang bermartabat haruslah rendah hati. Seperti padi yang berisi maka akan semakin menunduk. Bukan memandang rendah dan menghina saudaranya sendiri yang nyata-nyata mereka sering katakan serumpun dan mayoritas beragama Islam. Orang malingsia suka menyombongkan diri dan menyombongkan negaranya dengan mengatakan Indonesia tidak punya apa-apa yang hebat dan orang-orangnya kasar (mungkin mereka tidak mengetahui, bahwa Indonesia negara dengan pertumbuhan jumlah orang kaya ke-lima terbanyak di Dunia dan pemborong belanja terbesar negara Singapore tiap tahunnya, menurut badan survey dunia 2007)[6]. Dan lucunya, kebanyakan dari mereka yang berkata demikian belum pernah sama sekali datang berkunjung ke Indonesia, apalagi melihat Jakarta, Bali, Surabaya, Bandung, Medan, Padang, Bukit Tinggi, Malang, Makassar, Semarang, Yogyakarta dan kota-kota lainnya. Secara pribadi, sudah 3 orang yang berkata demikian kepada saya dan ketiga-tiganya buta sama sekali dengan Indonesia. Pada bulan Juni 2007 saya sempat tersenyum simpul kepada kawan saya, ketika melihat iklan perdana McDonald di Kuala Lumpur yang menuliskan bahwa restoran Amerika tersebut baru memproklamirkan mulai Juni 2007 buka 24 jam di cabang-cabang tertentu. Anda pasti tersenyum juga mendengarnya bukan. Kisah nyata, beberapa orang malingsia terkejut dan terkagum-kagum dengan keramahan, kesopanan, keindahan dan kemajuan Indonesia seperti yang diceritakan pada beberapa blog di internet milik mereka sendiri[7]. Merekapun terkejut dengan pusat-pusat perbelanjaan yang mewah-mewah di Jakarta dan senang mendapati Jakarta yang memiliki surga belanja terbesar dan termurah di Asia, bahkan di dunia. Dengan tulus dan rendah hati mereka berkata, bahwa ternyata orang-orang di Jakarta jauh lebih hangat, santun dan baik daripada orang-orang malingsia (itu mereka katakan orang-orang di Jakarta. Bagaimana bila mereka ke Bali, Bandung, Yogya dan Solo?!). (silahkan klik dan baca website mereka yang tertera pada footnote). Bicara kesantunan, jelas lebih santun masyarakat kita ketimbang mereka. Dan itu mereka akui, karena jumlah melayu mereka hanya 60% saja. Sedangkan kita yang berbhinneka, jelas merangkumi banyak suku yang menjadi satu bangsa yang sama. Satu bukti bahwa, janganlah banyak bicara sebelum melihat kenyataan yang ada. Orang Indonesia jelas lebih class dari orang malingsia, terlebih lagi dari cara bersikap dan berfikir.

malingsia memang alim-alim kucing. Menunjukkan sikap baik bila berhadapan, tetapi berkelakuan buruk bila dibelakang. Saya terkejut mengetahui bahwa pemerintah malingsia suka mencuri. Dan rakyatnya tidak tahu akan hal tersebut. Kasus pemakaian banyak lagu yang diakui sebagai lagu mereka baru-baru inipun tidak banyak beredar di kalangan rakyat malingsia sendiri. Semua media dibungkam. Kebebasan pers dikekang. Rakyat malingsia tidak tahu rakyat Indonesia berdemo habis-habisan di Indonesia menentang arogansi malingsia karena banyak tenaga kerja kita selalu disiksa. Rakyat malingsia tidak tahu rakyat kita marah besar ketika lagu, kesenian dan makanan kita diantaranya ‘Rasa Sayange’, ‘Jali-Jali’, ‘rendang’, ‘tempe’, ‘Batik Pekalongan’, ‘kebaya’, ‘Kuda Kepang’, ‘Tari Indang=jadi Tari Endang’, Reog Ponorogo=jadi singa Barongan dan entah apa lagi, di colong dan dipatentkan sebagai hasil karya ciptaan mereka oleh Kementerian Kebudayaan, Kesenian & Warisan (KeKKWa) dan Kementerian Pelancongan. (Untuk departemen ini mungkin sebaiknya diganti nama menjadi KEMENTERIAN KEBUAYAAN, KEISENGAN DAN WASIRAN & KEMENTERIAN PENCOLONGAN). Walau akhirnya KeKKWA meminta maaf kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia atas kasus pencurian lagu ‘rasa sayange’. Berita terkini menyatakan bahwa lagu kebangsaan malingsia “Negaraku”[8] merupakan hasil jiplakan lirik dari lagu daerah Indonesia tahun 1930 “Terang Bulan” yang memiliki English Version-nya yang berjudul “Mamula Moon”(Felix Mandelsohn:Album Paradise Isle:1947)[9]. Rakyat malingsia tidak pernah tahu kasus pelecehan, perampokan terhadap mahasiswa Indonesia di UM, UKM, UPM, USM, UiTM, UUM, dan berbagai kampus lainnya oleh gerombolan tak beretika RELA, karena media massa tidak pernah memberitakannya. Rakyat malingsia tidak pernah tahu wasit karate kita digebuki POLIS DIRAJAM malingsia sampai hampir mati di kawasan Nilai, Selangor, September 2007 lalu karena tidak pernah ada beritanya di televisi. Rakyat malingsia tidak pernah tahu kelakuan arogan polisi malingsia, keangkuhan imigrasi dan ketidakpedulian pemerintahnya terhadap orang Indonesia di malingsia karena semuanya dibungkam dan disimpan rapih dan dikemas seakan semuanya baik-baik saja. Rakyat malingsia tidak tahu istri pejabat tinggi negara Indonesia dipermalukan karena media takut memberitakannya.

Saya pribadi khawatir, hawa seperti ini akan menjadi bumerang bagi negara malingsia sendiri. Sesuatu hal busuk yang ditutupi pasti lambat laun akan tercium juga. Kesombongan tidak akan membawa keberkahan dan keangkuhan malah akan menjatuhkan. Mungkin tinggal tunggu waktunya saja. Kebusukan pemerintah dan sikap seakan merasa sebagai bangsa kelas satu akan memupuskan martabat bangsa itu sendiri. Menganggap bangsa lain warga kelas dua dan rendah hanya akan mempermalukan harga diri bangsa. malingsia terlalu congkak dengan kemajuan pembangunan yang sudah dicapainya sampai saat ini dari hasil keringat dan air mata saudara-saudaranya sendiri, Bangsa Indonesia. malingsia bangga dengan baju kurung dan teluk belanganya yang sebagian besar kainnya adalah hasil import dari Indonesia[10]. malingsia bangga dengan bahasa rojaknya yang campur aduk tidak karuan (Bahasa Melaysia kini banyak menyerap Bahasa Indonesia sebagai kosa kata baru)[11]. Bangga mencuri kebudayaan bangsa lain dan tidak mengakuinya, dan bangga menyatakan dirinya sebagai bangsa multi-ethnis. Mereka memang sedang mengalami krisis jati diri. Mungkin malingsia salah satu negara yang tidak beridentitas sampai saat ini. Tapi masyarakat Melayu sendiri mulai merasa tidak mendapat tempat yang sama dalam perniagaan dan kerja-kerja pejabat (kantoran) yang diberikan oleh kerajaan. Ekonomi negara disokong oleh etnis Cina yang ramai jumlahnya yang pada akhirnya boleh memecah belah antara mereka sendiri dan menjadi musuh dalam selimut karena mereka lupa akan nilai kebangsaan dan etika yang semakin bergeser jauh dari memartabatkan kemelayuannya, seperti cita-cita awal Tuanku Abdul Rahman. Bila kebanggaan multi-ethnis mereka berjalan congkak seperti sekarang, bukan menjadi tidak mungkin, suatu saat nanti Melayu di malingsia akan tersingkir oleh kaum Cina dan India (boleh anda bayangkan seperti nasib Melayu di Singapore sekarang). Allahualam! malingsia terlalu arogan untuk memiliki sifat rendah hati mengakui Indonesia yang lebih bermartabat dalam bahasa, budaya dan ke-Bhinneka Tunggal Ika-annya[12] itu dengan sengaja mempopulerkan istilah ‘INDON’ bagi menyebut orang Indonesia yang jelas melecehkan dan berkonotasi: ‘orang suruhan’, ‘orang gaji yang bisa seenaknya diperintah/dimaki’, ‘orang kecil’, ‘orang rendah’, bahkan berarti ‘budak belian/hamba sahaya’(lihat kamus Bahasa Belanda). Istilah dan sebutan ‘INDON’ justru dipopulerkan di majalah-majalah, koran, televisi, bahkan ditengah masyarakat malingsia sendiri, sehingga setiap orang Indonesia mereka sebut dengan ‘INDON’. Tak kira siapapun. Sehingga Perdana Menteri malingsia sendiri baru-baru ini (Sept 2007) meminta maaf secara resmi kepada pemerintah Indonesia atas penggunaan kata ‘INDON’ itu sendiri. Menurut saya pribadi, tidak salah bila sekarang muncul dan populer sebutan ‘MALINGSYA, MALINGSIA, atau malingsia’ untuk negara malingsia[13].

Pengalaman pribadi saya sendiri di malingsia. Anda tidak akan disebut ‘INDON’, tidak akan diacuhkan oleh pegawai public service, tidak akan ditanya terlalu banyak dan tidak penting oleh pegawai imigrasi di airport dan pelabuhan, tidak akan dicurigai Polis Dirajam malingsia, tidak diperlakukan minus dan dilecehkan oleh pasukan RELA atau tidak akan dicemberuti oleh pramusaji-pramusaji restoran dan kedai makan bila anda berperawakan Arab, India, Eropa, Amerika, China atau mirip-mirip wajah perdana menterinya dan menggunakan bahasa Melayu yang lebih kurang fasih atau rojak (campur aduk). Bila anda memiliki wajah yang lumayan dan berkulit putih bersih, dan sedang berkeinginan jalan-jalan ke malingsia, mungkin menggunakan bahasa isyarat lebih aman. Karena ketampanan dan kecantikan anda akan dipupuskan dengan cibiran dan sinis oleh karena ketidakmahiran bahasa Melayu rojak atau bahasa Inggris anda.

Sekedar saran dan tips :

- Bila anda berkeinginan dan berencana ingin berlibur atau jalan-jalan ke malingsia, silahkan saja. Paling tidak anda dapat melihat karya anak bangsa Indonesia, hanya saja lokasinya di negeri malingsia. Seperti : KLCC, Airport KLIA, LCCT, jembatan Penang, trek monorail, Putrajaya, dll. Mungkin anda saya sarankan tidak lebih dari 2 hari di Kuala Lumpur. Di kota yang besarnya hanya sepertiga (1/3) Kota Jakarta ini, anda tidak akan banyak menemui tempat-tempat menarik (seperti yang Kementerian Pencolongan malingsia sering syor-syorkan). Lebih dari 3 hari saya yakinkan anda untuk lebih baik segera mencari destinasi negara lain untuk dikunjungi atau serta merta pulang saja. Karena negara kita jauh lebih indah akan alam, kebudayaan dan tujuan wisata.
- Untuk yang ingin bekerja sebagai buruh, kerja kasar, kuli bangunan saya sarankan memilih negara lain selain malingsia pada agen anda. Dan selalulah memilih agen ketenagakerjaan yang resmi di Indonesia.
- Untuk yang berminat bekerja sebagai pembantu rumah tangga, baby sitter, pegawai restoran/kedai, pegawai mini market, cleaning service dan sejenisnya, sebaiknya memilih negara lain yang lebih menghargai hasil kerja dan jerih payah anda, dan negara yang menjunjung harga diri anda sebagai seorang mahluk ciptaan Tuhan. Gunakan agen perantara ketenagakerjaan yang resmi yang telah mendapat ijin resmi pemerintah Indonesia. Bila terpaksa juga anda harus bekerja di malingsia, mintalah untuk mendapatkan majikan yang waras, rendah hati dan menghormati sesama manusia, sadar sebagai mahluk ciptaan serta sadar suatu saat akan dipanggil penciptanya.
- Hati-hati bila menyeberang di jalan manapun (jalan raya maupun jalan komplek). Karena pada dasarnya semua kendaraan bermotor disini tidak dilengkapi dengan rem (atau mereka tidak mengerti kegunaan rem). Mereka dengan arogannya tidak akan memperlambat laju kendaraan bila anda menyeberang atau mungkin tidak rela ada yang menginjak aspal. Toleransi di malingsia sangatlah kurang.
- Hati-hati dengan dompet dan tas anda. Jangan anda pikir di malingsia tidak ada copet atau jambret. Untuk Kuala Lumpur, kawasan Bukit Bintang, Terminal Pudu, di dalam Komuter, Monorail, LRT, KL sentral adalah tempat-tempat yang rawan copet dan jambret.
- Bila anda tidak fasih berbahasa Melayu malingsia, adakalanya mungkin berbahasa tarzan, Bahasa Inggris atau menggunakan isyarat adalah solusinya. Itu bila anda tidak ingin sakit hati. Karena sudah banyak saudara-saudara kita yang disakiti hatinya dan raganya oleh rakyat dan pemerintah malingsia.
- Jangan terkejut bila anda melihat orang malingsia bertutur dengan sesama orang malingsia (sesama Melayu) menggunakan bahasa Melayu yang campur aduk dengan bahasa Inggris. Sungguh aneh dan rusak terdengar. Itu disebabkan kurangnya mereka menghargai dan memartabatkan bahasanya sendiri.
- Jangan terperanjat bila anda dilecehkan, itu sudah menjadi budaya mereka. Jangan ditanggapi, doakan saja mereka agar diampunkan dan dimaafkan kesalahannya oleh Tuhan. Kita orang yang berbudaya dan lebih beradab dari mereka. Jangan berbuat seperti apa yang mereka telah buat kepada kita. Bila anda mengikuti cara mereka, kita tidak lebih seperti mereka.
- Jangan lupa untuk selalu membawa KTP/Pasport/ID Card bila berjalan-jalan di malingsia, supaya anda tidak menemui kesulitan. Kalau pasport anda masih berwarna biru, hijau atau coklat berfikirlah dua tiga kali untuk mengunjungi negara malingsia, karena pasport berwarna hitam saja (pasport paling tinggi derajatnya) milik istri atase pendidikan Indonesia, Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk malingsia, Kuala Lumpur, masih bisa dilecehkan oleh hansip-hansip di malingsia, yang lebih dikenal dengan nama pasukan RELA. Mungkin karena itulah mereka dinamakan RELA. Rela menanggalkan etika, kesantunan dan keprofesionalan ketika menghadapi pendatang, tamu, pelancong/wisatawan bahkan pelajar.
- Jangan bosan dengan makanan-makanan mereka. Dengan bangganya mereka menyatakan diri mereka sebagai negara multi-etnis, Melayu-Cina-India merupakan etnis terbesar. Jadi jangan heran kalau dimana-mana menu makanan yang disuguhkan ialah: nasi lemak dengan rendang hasil karya curian, babi panggang dengan kuah kare dan teh tarik sebagai penutup. Perpaduan masakan Melayu, Cina dan India yang serasi. Anda akan rindu dengan makanan multi-tribe Indonesia yang lebih dari ratusan ribu jenis (untuk tradisional saja) dari beragam provinsi di Indonesia.
- Sebaiknya seluruh produsen makanan dan barang di seluruh Indonesia mencantumkan label “buatan Indonesia” atau “product of Indonesia”. Jangan lupa itu.
- Pemerintah Indonesia sebaiknya bertindak tegas dan melakukan langkah nyata. Jangan diam saja. Segera lindungi aset budaya seperti lagu, kesenian daerah, cerita legenda, makanan, dll. Jangan menunggu pencuri-pencuri lain mengambil harta kita hingga sepertinya kita tidak punya wibawa.

Bagi para pelajar, pulanglah ke kampung halamanmu yang penuh dengan kedamaian, keramahtamahan dan kesopanan. Majukan negaramu, baktikan keahlianmu untuk bangsamu. Jangan tertipu oleh kata-kata “Para pelajar, kedatangan anda di alu-alukan”, karena “kepulangan anda mungkin menjadi memilukan”. Bagi para pekerja, baik profesional maupun non profesional bila saatnya pulang menurut hati nuranimu, pulanglah. Majukan saja devisa negaramu dengan membelanjakan uang anda di negara sendiri. Pendapatan kerja anda mungkin tidak sebanding dengan pendapatan yang anda dapatkan di tempat asal, tapi harga diri dan kebahagiaan tidak akan anda dapatkan ditempat anda bekerja di malingsia. Jerih payah dan keringatmu akan dibayar dengan hinaan, cercaan, makian dan siksaan. Pikirkanlah tujuan negara lainnya bila memang anda berminat untuk kerja di luar negara. Bagi anda para profesional yang berfikir prestise, banyak negara asia lainnya atau eropa untuk menjadi tujuan masa depan anda. Bagi yang baru berencana bekerja dan belajar di malingsia, berfikirlah dua kali. Jangan membuat malu anda dan keluarga anda. Bagi para pelajar, jangan tertipu dengan biaya pendidikan yang seakan murah. Anda akan dihadapi oleh biaya hidup yang jauh lebih besar di malingsia. Para traveller dan pelancong, jangan tertipu oleh slogan “VISIT malingsia YEAR 2007”. Slogan itu hanyalah kedok untuk menunjukkan kebudayaan, kesenian, lagu-lagu dan makanan-makanan yang telah mereka curi dari negara dan bangsa lain dengan tidak ada rasa bersalah. Paling tidak tunggulah saat malingsia sudah mampu berfikir dan bertindak menghargai orang-orang yang sering mereka sebut sebagai saudara serumpun. Tunggulah sampai malingsia menjadi negara manusiawi yang menghargai hak asasi manusia. Tunggulah hingga mereka sadar akan asal-usul mereka dan nenek moyang mereka berasal[14]. Tunggulah sampai mereka sadar, bahwa pada tahun 1970 pemerintah mereka mengemis-ngemis kepada pemerintah Indonesia untuk meminta tenaga kerja. Dan hingga tahun 1996 pun pemerintah malingsia masih mengirimkan berbondong-bondong rakyatnya untuk sekolah ke Indonesia. Maka tidak heran dosen-dosen bahkan ramai pejabat tinggi negara malingsia hingga seperti Perdana Menteri Mahathir Muhammad dan Anwar Ibrahim adalah lulusan dari Indonesia[15]. Tunggulah hingga masanya mereka menghargai keringat dan cucuran air mata bangsa Indonesia yang telah membangun negara mereka. Tunggulah sampai mereka sadar bahwa mereka tidak lebih baik dari orang yang sering mereka sebut ‘INDON’.
Saya dengan sadar mengatakan, kita bukan hendak pandai mengata orang, kita bukan hendak pandai mengaibkan orang, kita bukanlah bangsa yang berfilsafat dalam tulisan menjatuhkan negara lain. Tapi kita bukanlah bangsa rendah, kita bukanlah bangsa kecil yang dengan sewenang-wenang boleh dihina, dicaci dan diinjak. Kita adalah bangsa yang besar yang mereka tidak akan mungkin menandingi kebesaran dan kekuatan bangsa kita. Kita bukan bangsa yang suka mendzalimi tamunya sendiri. Semua kesombongan, arogansi, angkuh, congkak mereka akan jatuh karena ulah mereka sendiri. Tuhan tidak pernah suka akan kesombongan. Semua ada masanya. Semua ada saatnya.

Ahmad Fauzy S.kom
Bangsar-Kuala Lumpur
malingsia
November 2007

Untuk pahlawan devisa negara yang mati sia-sia dan terhina
Untuk pelajar yang menuntut ilmu, terabaikan dan dimanfaatkan
Untuk pelancong dan traveller yang menghabiskan uangnya percuma

Untuk rakyat malingsia……Untuk mereka yang berjiwa besar
dan untuk mereka yang tidak tahu apa-apa….

Nota
[1] Baca Noriah Mohamed, Dasar Kebudayaan Kebangsaan:Bahasa Jiwa Bangsa, Dewan Budaya edisi Desember 2006, DBP, hlm.21. & Arbak Othman, Pembudayaan Rosak Intelek, hlm.24. Baca juga Arbak Othman, Berbudayakah kita?, Dewan Budaya edisi Juni 2006, hlm.15.
[2] Baca: Sejarah Orang Melayu, arsip Perpustakaan Nasional Daerah Kodya Pekanbaru, Riau. Dan baca juga: Drs.Suwandi MS, Dra.Marlely Rahim, Drs. Tugiman, 1986, Peta Sejarah Propinsi Riau, Departement Pendidikan & Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Investarisasi dan Dokumen Sejarah Nasional. Jakarta.
[3] Seperti perkataan Tunku Abdul Rahman dalam buku Shaw, Tun Razak,riwayat hidup dan zamannya.
[4] malingsia menduduki ranking buruk ke-124 dari total 136 negara diantara yang memiliki pembatasan dan pembungkaman hak & kebebasan pers/media. Sumber: Republika Oktober 2007.
[5] Anwar Ibrahim dalam wawancara MetroTV. Oktober 2007. Jakarta. Silahkan download dari www.youtube.com. Search kata kunci : kick andy.
[6] Batam Post Juli 2007, Republika Oktober 2007.
[7] www.mybloglog.com/buzz/community/deebahead (klik to : deebahead.blogspot.com)
[8] Hasil penelitian pakar telematika Indonesia, Roy Suryo (2007) seperti diberitakan dalam www.kompas.com
[9] Silahkan anda download di www.multiply.com ,http://static.paultan.org/terangbulan.mp3, http://rapidshare.com/files/60155247/terangbulan.mp3.html,atau download dari attachment dalam file ini.
[10] 60% hasil kain/bahan baku kain jadi malingsia merupakan hasil import dari Indonesia. Lihat di website Deperindag Republik Indonesia.
[11] “kebudayaan “ dan “kesenian” salah satu kata yang diambil sejak tahun 1950 dari perkataan populer Jawa tahun 1920 dikalangan nasionalis Indonesia. Baca Kroeber & Kluckhohn. 1952. Culture: A Critical Review of Concepts and Definitions. Silahkan lihat Kamus Dewan, terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, malingsia, edisi 4-2007.
[12] Dewan Budaya edisi desember 2006. DBP. Mohamad Daud Mohamad, artikel Budaya Melayu dalam Dasar Kebudayaan Kebangsaan, hlm.19.
[13] Silahkan browse di www.google.com, cari kata ‘malingsia’ atau ‘malingsia/malasia’.
[14] Rakyat malingsia banyak berasal usul dari Kepulauan Sumatera(Aceh,Minang,Riau,dll), Sulawesi dan Jawa. Baca buku Shellabear, Sejarah Melayu, 1976. Fajar Bakti. Kuala Lumpur.
[15] Anwar Ibrahim dalam wawancara MetroTV. Oktober 2007. Jakarta. Silahkan download dari www.youtube.com. Search kata kunci : kick andy

0 komentar:

Posting Komentar

bagi komentar, saran dan kritiknya kawan.... (no spam)