Rabu, 12 November 2008

memaknai cermin

Leave a Comment
hari itu seperti biasa, karman, ki tumin, dan dodi yang anak gaul berkumpul di warung mba tuminah untuk sekedar melepas lelah, sambi minum kopi dan makan gorengan setelah melakukan pekerjaan mereka sehari-hari.

dodi membuka pembicaraan,
"kang tau ga yang namanya si kardi, kalo ga salah gosipnya dia kan habis ngamili anak RT sebelah si maya itu loh,,,,"

sambil mengunyah pisang goreng yang masih di mulut,karman ikut nimbrung,
"oh, si maya yang cantik itu...!?!
iya, ya kasihan,,,
harusnya dia sama aku aza... he he he?

"hus, jangan ngomongin orang ga baek..."
mba tuminah mencoba menentramkan suasana

"tapi itu kan bener, fakta mba"
dodi yang mencoba meyakinkan sang pemilik warung kopi

"tapi kan tetep ga baek kan, kang karman"
pemilik warung ga mau kalah, mencoba minta dukungan karman yang pernah mondok jadi santri

dengan suara halus khas kiyai karman mulai membuka mulutnya untuk berbicara
"kang sekalian, bener kata maba tuminah ga baek ngomongin orang"
sambil meletakan gelas kopi yang dari tadi karman pegang dia mulai melanjutkan pembicaraan
"begini kang, kita kan orang islam. Di dalam Islam, ada dawuh,” Almu’minu miraatul mu’min”,” Orang mukmin adalah cermin mukmin yang lain”; “Inna ahadakum miraatu klhiihi”,” Sesungguhnya salah seorang di antara kamu adalah cermin saudaranya. Artinya masing-masing orang mukmin bisa –atau seharusnya-- menjadi cermin mukmin yang lain. Seorang mukmin dapat menunjukkan noda saudaranya, agar saudaranya itu bisa menghilangkannya."

"maksudnya bagaimana karman jangan setengah-setengah kalo ceramah"
ki tumin mulai agak penasaran...

"baik saya lanjutkan"
karman mencoba untuk lebih serius
"Dalam pengertian yang lain, untuk mengetahui noda dan aib kita, kita bisa bercermin pada saudara kita. Umumnya kita hanya –dan biasanya lebih suka—melihat noda dan aib orang lain. Sering kali justru karena kesibukan kita melihat aib-aib orang lain, kita tidak sempat melihat aib-aib kita sendiri."

"tuh,,, nah..!!!"
mba tuminah brteriak lantang
" inget dodi, km jangan sok suci, sampai ngatain orang segala"

"udah deh mba, kita dengerin dulu omongan si karman"
ki tumin mencoba bijak menengahi ,,,,

"sok lanjutin atuh kang,,"
ujar dodi serius

karman melanjutkan pembicaraannya, dalam susana yang lebih serius dari sebelumnya
"Seperti kita ketahui, melihat orang lain adalah lebih mudah dan jelas katimbang melihat diri sendiri. Marilah kita lihat orang lain, kita lihat aib-aib dan kekurangan-kekurangannya; lalu kita rasakan respon diri kita sendiri terhadap aib-aib dan kekurangan-kekurangan orang lain itu. Misalnya, kita melihat kawan kita yang sikapnya kasar dan tak berperasaan; atau kawan kita yang suka membanggakan dirinya dan merendahkan orang lain; atau kawan kita yang suka menang-menangan, ingin menang sendiri; atau kawan kita yang bersikap atau berperangai buruk lainnya. Kira-kira bagaimana tanggapan dalam diri kita terhadap sikap kawan-kawan kita yang seperti itu?

Kita mungkin merasa jengkel, muak, atau minimal tidak suka. Kemudian marilah kita andaikan kawan-kawan kita itu kita dan kita adalah mereka. Artinya kita yang mempunyai sikap dan perilaku tidak terpuji itu dan mereka adalah orang yang melihat. Apakah kira-kira mereka juga jengkel, muak, atau minimal tidak suka melihat sikap dan perilaku kita? Kalau jawabnya tidak, pastilah salah satu dari kita atau mereka yang tidak normal.

Normalnya, adalah sama. Sebagaimana kita tidak suka melihat perangai buruk orang lain, orang lain pun pasti tidak suka melihat perangai buruk kita. Demikian pula sebaliknya; apabila kita senang melihat perangai orang yang menyenangkan, orang pun pasti akan senang apabila melihat perangai kita menyenangkan.

Namun kadang-kadang kita seperti tidak mempunyai waktu untuk sekedar bercermin, melihat diri kita sendiri pada orang lain seperti itu. Hal ini mungkin disebabkan oleh ego kita yang keterlaluan dan menganggap bahwa yang penting hanya diri kita sendiri, hingga melihat orang lain, apalagi merasakan perasaannya, kita anggap tidak penting. Orang lain hanya kita anggap sebagai figuran dan kitalah bintang utama. "

"oh gitu to, kang,,,"
kata dodi sambil menggerakan kepalanya keatas dan kebawah...

"Allahuakbar Allahuakbar"
terdengar sayup-sayup suara adzan menembus angin

"wah sudah adzan tu sebaiknya saya ke musola dulu,,,"
karman mencoba mencairkan suasana sambil membayar apa yang dia makan tadi

"saya ikut kang,,"
teriak dodi sambil berari mengejar karman....


"sekarang aza tobat tuh si dodi, palingan besok penyakitnya kumat lagi ngomongin orang"
ki tumn berbicara sinis

"mendingan si dodi besok kumat lagi, daripada sampeyan baru aza di bilangin udah kumat lagi ngomongin orang"
mba tuminah mecoba menyindir

0 komentar:

Posting Komentar

bagi komentar, saran dan kritiknya kawan.... (no spam)