Jumat, 05 Maret 2010

dunia humor kita, kini

7 comments
Jika ada Negara di muka bumi ini yang menjadikan kekerasan dan penderitaan orang lain adalah tontonan mengasikan dan bahkan salah satu sumber kebahagiaan, Indonesia adalah salah satu diantaranya yang berada di barisan paling depan.

Saya tidak tahu, bagaimana pilunya arwah Hardjodipoero dan Drs Raden Panji Purnomo Tedjokusumo mereka berdua di jaman Revolusi dulu sering duet di corong RRI sebagai Mang Cepot dan Mang Udel, menyaksikan tontonan humor yang biadab penuh kekerasan (baik fisik maupun verbal), penghinaan, serta pelecehan terhdap profesi dan kondisi fisik adalah suatu hal yang menarik yang dapat membuat kebanyakan orang Indonesia tertawa lepas dan menikmatinya.


Humor seperti halnya bentuk seni, penerimaan tergantung pada demografi sosial dan berbeda dari orang ke orang. Sepanjang sejarah, komedi telah digunakan sebagai bentuk hiburan di seluruh dunia, baik di pengadilan raja Barat atau desa-desa di Timur Jauh. Kedua etiket sosial dan kecerdasan tertentu dapat ditampilkan melalui bentuk-bentuk kecerdasan dan sarkasme. Abad kedelapan belas penulis Jerman Georg Lichtenberg mengatakan bahwa “semakin banyak yang anda tahu tentang humor, semakin anda menjadi menuntut kebaikan.” Itulah kenapa pelaku humor (bukan sekedar pelawak) banyak dianggap orang cerdas karena mampu menjungkirbalikan logika.

Dalam bahasa Sansekerta kuno drama, Bharata Muni’s Natya Shastra didefinisikan humor (hāsyam) sebagai salah satu dari sembilan nava rasas, atau prinsip rasas (respons emosional), yang mendapat inspirasi di antara penonton dengan bhavas, yang imitasi emosi yang dilakukan para aktor. Setiap rasa dikaitkan dengan bhavas tertentu digambarkan di atas panggung. Dalam kasus humor, itu berhubungan dengan kegembiraan (hasya).

Istilah “komedi” dan “sindiran” menjadi sinonim setelah puisi Aristoteles diterjemahkan ke dalam bahasa Arab di abad pertengahan dunia Islam, di mana diuraikan di atas oleh penulis Arab dan filsuf Islam seperti Abu Bischr, muridnya Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Averroes . Karena perbedaan budaya, mereka memisahkan diri dari bahasa Yunani, setelah terjemahan Latin abad ke-12, istilah “komedi” memperoleh makna semantik baru dalam literatur Abad Pertengahan.

Bahkan Allan Calley pernah mengungkapkan dalam bukunya Humor in The Arts bahwa Perkembangan humor di Inggris sudah terlembaga sejak abad ke-16 Pada masa tersebut, terdapat penulis dan pemain teater humor yang sering disebut pemain komedi. Komedian yang terkenal yaitu Ben Johnson, yang satu karyanya berjudul Man Out of His Humor . karya tersebut memperlihatkan dua bentuk humor yang berbeda dalam kehidupan, yaitu humor dalam kata-kata dan humor dalam tingkah laku. Abad ke-17 merupakan zaman yang sangat pesat bagi perkembangan humor di Inggris, terutama dalam hal teater komedi dan naskah humor. Teater komedi akhirnya menjadi tradisi masa selanjutnya.

Pertengahan abad ke-18, teater humor bermetamorfosa menjadi satire. Sampai akhir abad ke-18, bentuk teater etrsebut menjadi mode di seluruh daratan Eropa. Abad ke-19, humor di Eropa menentukan bentuk baru dalam wujud komik. Abad itu ditandai dengan munculnya berbagai macam komik humor dari Jerman, yang kemudian menjadi kegemaran seluruh daratan Eropa bahkan sampai ke daratan Amerika dan Asia.

Dunia lawak di Indonesia, boleh dikatakan berdiri otonom dan tidak dipengaruhi oleh unsur impor, dalam tradisi lawak di Indonesia harus dilihat struktur kekuasaan sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam melihat dunia lawak kita. Ada arus utama budaya lokal yang berkembang di Indonesia. Di Indonesia, secara informal, humor juga sudah menjadi bagian dari kesenian rakyat, seperti ludruk, ketoprak, lenong, wayang kulit, wayang golek, dan sebagainya. Unsur humor di dalam kelompok kesenian menjadi unsur penunjang, bahkan menjadi unsur penentu daya tarik. Humor yang dalam istilah lainnya sering disebut dengan lawak, banyolan, dagelan, dan sebagainya, menjadi lebih terlembaga setelah Indonesia merdeka, seperti munculnya grup-grup lawak Atmonadi Cs, Kwartet Jaya, Srimulat, Surya Grup, dan lain-lain Masuknya Bing Slamet kedalam dunia lawak mendorong lahirnya jenis pelawak urban yang populer terutama dari kalangan Taman Siswa seperti : Ateng, Benyamin S, atau Edi Sud Trio EBI (Edi Sud, Bing Slamet dan Iskak), Ateng, Iskak, Bing Slamet dan Edi Sud membentuk Kwartet Jaya yang fenomenal sampai meninggalnya Bing Slamet awal tahun 70-an.

Hingga kemudian muncul para komedian group parodi Pancaran Sinar Petromak (PSP), Sersan Prambors., dan Warkop DKI ternyata hanya warkop yang mampu bertahan walaupun agak sedikit mengikuti selera pasar, itu dikarenakan tindakan repsesif orde baru, itu yang menyebabkan adanya perbedaan isi lawakan warkop di film dan radio, di radio lawakannya cendrung lebih provokatif terhadap orde baru.

Pasca awal reformasi perkembangan dunia humor Indonesia banyak di dominasi oleh opera komedi yang sebenarnya bukanlah seni melawak yang spontan, karena keterikatannya pada teks yang sedemikian kuat. Dibarengi dengan kemunculan para “pengikut” warkop jebolan Radio SK, ajang pencarian bakat, artis yang “ganti lahan” hingga perkembangan humor dunia politik yang sebenarnya tidak terlalu laku.

Bagi penulis awal kehancuran dunia lawak Indonesia adalah mulai pudarnya pelawak-pelawak seperti Alm. Bing Slamet, Eddy Sud, S Bagyo, Ateng, Mang Udel, Kang Ibing, Abah Us Us, dan bisa disebut juga Benyamin S, lawakan mereka yang cerdas dan hampir bersih dari “penghinaan dan kekerasan” sungguh berbeda dengan pelawak dan dunia lawak Indonesia kini, gaya melawak sekarang (pelawak yang kini membanjiri layar televisi) sungguh tidak membuat lawakan itu sebagai bahan renungan dan alat kritik yang bisa membuat orang reflektif terhadap kehidupannya, gaya lawakan mereka adalah lawakan yang bercanda, menyakiti (baik hati dan fisik) lawan main, lawakan “kebun binatang” dan kemudian tidak memberikan humor-humor cerdas. Ditambah pengaruh gaya yang di tiap detik kata-katanya adalah menghina orang, merendahkan lawan main, dan menangkis kata-kata dengan mencela fisik. Ini sungguh memprihatinkan. Dan ironisnya gaya lawakan yang tidak sesuai dengan tipe mereka disuruh minggir.

Sementara gaya lawakan yang spontan, membuat orang merenung dan menyikapi kondisi sosial dengan gayanya yang cerdas sama, belum muncul. kita ingat bagaimana Krisbiantoro mampu melawak dalam bahasa Perancis, ataupun Ebet Kadarusman yang melawak berjam-jam di radio Australia dengan bahasa Inggris, Sukarno yang membuat orang terpingkal-pingkal di dalam pidatonya, Churchill yang santai dan sempat membuat anekdot sebelum mendeklarasikan perang dengan Jerman ataupun Gus Dur yang mampu menyembunyikan kesulitan-kesulitannya dalam memecahkan problem-problem sosial-keagamaannya dengan melucu, spontanitas yang cerdas, masih menjadi impian dalam dunia lawak kita yang sedang hancur lebur ini.

Namun sekarang kita –hanya- bisa saksikan semua kelucuan yang dibuat haruslah menyengsarakan orang, yang lebih menarik ini bukan hanya terjadi di acara yang notabene temanya adalah komedi, baik acara kuis, musik bahkan acara yang menemani kaum muslim sahur dibulan ramadhan harus pakai “properti yang tidak berbahaya” untuk dapat rating tinggi maka sejahteralah komedian kita yang memang spesialis untuk dikerjain bahkan di gebukin. Semoga bangsa kita tidak termasuk bangsa yang baru merasa terhibur jika melihat orang lain menderita, jika penderitaan yang bisa membuat kita bahagia, mungkin bangsa ini akan bahagia sampai penderitaan itu habis di negeri ini.

7 komentar:

  1. Atmonadi Cs, Kwartet Jaya, Srimulat, Surya Grup,
    aku malah gak tau mereka siapa dan gimana cerdasnya tipe lawakan mereka.

    setuju kalo selera humor di indonesia sekarang sedang sangat memprihatinkan. lawakan2 yang bersifat fisik dan menyakiti lawan bicara. meskipun maksutnya bercanda,tapi lawakan macam ini gak lantas dapat dibenarkan, kan??
    bAhkan gaya lawakan seperti inilahyg uda jadi tren di masyarakat kita.
    kalau masyarakat kita -khususnya generasi muda- dicekokin lawakan tak mendidik macam ini terus, bisa jadi benar, bahwa bangsa kita lama kelamaan hanya akan menjadi bangsa yang baru merasa terhibur ketika melihat orang lain menderita dan terhina.

    BalasHapus
  2. whaha bener banget...
    malah maho maho alias manusia yang terkesan homo banyak berseliweran...

    BalasHapus
  3. menurutku humor indonesia makin asyik. soalnya aku sering nonton ovj. bikin stress ilang lah,

    BalasHapus
  4. kalo menurut saya, humor di Indonesia makin berwarna..seperti OVJ misalnya...acara ini lebih bagus daripada sinetron yang aktrisnya bicara sering sendiri...

    kunjungi juga blog saya http://mimiensworld.blogspot.com

    BalasHapus
  5. lawak yang mempunyai nilai humor yg tingg adalah lawakan yang tidak menyangkut hal fisik lwannya. tetapi lebih cenderung kepada pola bicara yang memang seperti spontan tapi ad ilmiahnya an dapat dipertanggung jawabkan keberadaan kata tsbut. klo bisanya hanya cma seputar fisik ( orang dikampung2 pun tiap hari makanannya) ciptakn humor indonesia yg cerdas dan inpiratif jngan profokatif dan menjadikan bangsa ini atau masyarakat ini seolah bodoooooooh. ( makasih )

    BalasHapus
  6. tulisan yang berkualitas kawan... mengangkat tema yang tak tersentuh oleh renungan orang - orang biasa seperti saya, namun tepat pada sebuah permasalahan nyata tapi segelintir orang yang menyadari dan merenungkan.. setelah saya berpikir... kesimpulan saya, segitu mengenaskankah budaya kita bahkan untuk membuat orang lain tertawa. jujur kadang saya ikut menikmati, tanpa berpikir dari banyak sudut pandang seperti yang sampean utarakan. trims... nice post.

    BalasHapus

bagi komentar, saran dan kritiknya kawan.... (no spam)