Sabtu, 15 Desember 2012

Balada Citra Sang Diva

4 comments

kenal wajah ini?
jika belum mari saya perkenalkan, namanya Norma Jeane Mortenson. perempuan cantik yang tidak kenal ayahnya semenjak lahir serta di asuh oleh teman ibunya saat kecil hingga kemudian diserahkan ke panti asuhan yatim piatu. Siapa sangka, perempuan yang lahir 1 juni 1926 itu akhirnya menjadi simbol wanita paling terkenal dalam sejarh populer amerika dan menjadi bagian dari invasi budaya amerika paling radilkal dalam sejarah peradaban barat.

dipertengahan tahun 1940an Norma Jeane mendapat kontrak pertama dari "Twentiieh Century-Fox Studios" dan untuk kepentingan bisnis Jeane harus mengganti namanya menggunakan nama panggung. Dan kemudian pilihan nama panggung jatuh pada "Marilyn Monroe", nama yang kemudian membawanya dalam puncak ketenaran sekaligus penderitaan bagi sang diva. Saat awal karir di Hollywood Merilyn mengatakan "Hollywood adalah tempat dimana kamu akan dibayar seribu dollar untuk sebuah ciuman, dan lima puluh sen untuk jiwamu”.

karir Marilyn tidaklah dibangun dengan mudah, bahkan untuk berkarir di Hollywood dia harus menjual dirinya tak hanya di ruang casting, tapi juga di pesta-pesta malam para kaum film. Hingga akhirnya keberuntungan berpihak saat berhasil memikat Joe Schenck. Marilyn menemaninya main kartu, mengosongkan asbaknya, serta membiarkan payudaranya menjadi mainan menejer Fox tersebut.

tak butuh waktu lama bagi Marilyn untuk mencapai puncak ketenaran. dia hadir di saat yang tepat bagi kehausan bangsa amerika akan kebebasan. right women in right place, dialah sang “penerjemah” pandangan bapak psikoanalisis Sigmun Freud bahwa kebenarana terakhir manusia adalah naluri seksualnya. dan diri Marilyn Monroe menyediakan diri sebagai wadah bagi kebenaran itu, serta merelakan dirinya sebagai tubuh dan daging bagi kesadaran baru tentang sexsualitas.

Marly hadir sebagai gambaran imajinasi yang ada di benak para lelaki amerika 50an yang tenggelam dalam dunia rasis termasuk imajinsi bidadari impian. bentuk tubuh kenyal, semok dan seronok, langkah berjingkat seksi sambil menggoyangkan pinggul dengan mengoda. pantat kenyal montok dibarengan leher jenjang namun lembut. buah dada kencang menerawang seakan selalu telanjang. disertai bibir menantang dengan suara merintih mendesah dan otak rasis amerika yang menggap hanya yang berkulit putih dan berambut piranglah yang berhak sensual. maka sempurnalah Marilyn sebagai dewi kulit putih yang menghiasi ruang imajinasi hampir semua ruang imajinasi para keponakan Paman Sam.

namun Marilyn bukanlah sekedar penjual dada dan paha semata, dia juga mengurai ide dan prilaku itulah sebabnya dia menjadi simbol sekaligus objek bahkan subjek. Dia juga muncul saat studi kinsey tentang sexsualitas menjadi kontroversi di media, bersamaan dengan itu pula playboy melakukan propaganda hebat tentang sex. pandangan negatif tentang sex pada saat itu sebagai tabu, dosa, penyakit, dan penuh rasa malu. Dilawan oleh Playboy dengan propaganda yang tak kalah masif dan menampilkan gambaran sex itu sebagai kebahagiaan, keindahan, kenikmatan, dan perasaan cinta. Marilyn adalah penumbuh dari ideologi sexsual baru itu. ia tak pernah mengaitkan sexsnya dengan rasa malu atau tabu. ia juga tidak pernah merasa bersalah dan berdosa akan apa yang dia kerjakan. "aku tidak perlu malu, aku tidak melakukan sesuatu yang jahat. aku dipoto telanjang demi 50 dollar untuk reparasi mobil di bengkel" ujarnya saat foto untuk kalender Golden Dreams tahun 1949.

namun di tengah ke populran, Marilyn kehilangan dirinya. celakanya bagi seorang bintang seperti dia, identitas tidak pernah bisa dicari apalagi dibuat diluar citra yang dipasangkan publik pada dirinya. citra bagi seorang bintang bukanlah sesuatu yang personal, melainkan suatu sistem yang dibentuk oleh jalinan opini publik. kebenaran pada seorang bintang bukanlah kebenaran dirinya, melainkan kebenaran dari citra-citra tentang dirinya yang dibuat oleh jalinan opini media. sehingga Marilyn sadar dia tidak pernah berbicara dan berlaku sebagai dirinya, namun sebagai orang ketiga. Itu seperti dia harus membicarakan orang lain sebagai dirinya sendiri.

Marilyn kehilangan dirinya tak hanya dalam karir tapi juga kelurganya. masa lalu yang suram tanpa ayah dan menghabiskan masa kecil di panti asuhan, dan tidak pernah berhasil membina hubungan rumah tangga dengan banyak laki-laki. meski dia pernah berkata, kalau dirinya punya banyak mimpi dan imajinasi tentang seorang ibu rumah tangga, namun tak pernah ia dapatkan. Bisa jadi itu dikarenakan para lelaki yang mendekati serta menikahinya tidak menginginkan cinta Merilyn, tapi lebih hanya mengejar citranya saja. hal itu juga yang membuatnya berada dalam skandal percintaan terbesar gedung putih bersama prsiden amerika Jhon Kennedy serta saudara laki-laki sang presiden yang menjadi jaksa agung yaitu Bobby Kennedy.

sang bintang sebenarnya hanya ingin menjadi orang biasa, ia mulai merasakan kehilangan jati dirinya sendiri, sehingga membuatnya merasa seorang diri. “I'm selfish, impatient and a little insecure. I make mistakes, I am out of control and at times hard to handle. But if you can't handle me at my worst, then you sure as hell don't deserve me at my best.” ujarnya.

Ketenaran ternyata tidak membuat dia mengenal dirinya sendiri. malahan ketenaran menjebaknya dalam kesia-siaan dan kenistaan atas apa yang telah dia peroleh. 

"ketenaran bagiku hanya perasaan keberuntungan sesaat dan secuil saja. ketenaran hanyalah sesuatu yang tidak dapat memenuhi dan mengisi diriku. ketenaran hanya menghangatkan sejenak saja, untuk kemudian segera pergi dariku." Ketenaran yang dia dapatkan jauh dari ekspektasi awal yang hanya ingin jadi model pemotretan demi menyambung hidup.

Marilyn memperoleh ketenaran itu, tapi justru karena itu ia tak memperoleh dirinya. ia tak mengenal siapa dia. yang dia kenal hanya buatan orang lain tentang dirinya. 

"diam-diam aku merasa, aku tak pernah setia, jujur dan apa adanya. aku merasa diriku hanyalah semacam pemalsuan yang dibuat dengan demikian sempurna. aku percaya setiap orang pernah merasakan itu. tapi dalam pengalamanku, pemalsuan itu terjadi dengan demikian jauh, sehingga akhirnya aku berfikir, aku hanyalah produk buatan orang lain belaka."

citra tidak menghidupkannya tapi menghancurkannya. citra tidak menghibur kesepiannya dan meredakan kegelisahannya, tidak pula mengisi kekosongan jiwanya. citra hanya merakusi dan melahapi daging serta tubuhnya yang cantik dan indah. citralah yang membuat dirinya bermusuhan dengan dirinya sendiri. hidup ini semestinya jalan bagi manusia untuk menemukan dirinya. sedangkan Mariyln dipaksa oranglain untuk menjalani hidup semata-mata untuk menemukan citra yang dibuat orang lain tentang dirinya. mungkin inilah gambaran nyata seperti sebuah novel karya paulo celho yang berjudul "the winner stands alone". novel yang menceritakan kompleksitas dan kepalsuan orang-orang film. Novel ini mengambil setting cerita festival film canes di prancis, dan tokoh-tokoh dalam novel itu menggambarkan kehidupan orang-orang film yang kesepian ditengah ketenaran yang didapatkan.

foto diatas adalah "Norma Jeane" sebelum menjadi "Marilyn Monroe" dan memberi gambaran pada kita tentang sisi lain sang mega bintang. rambut bergelombang yang pirang kecoklatan dan senyum jujurnya ditemani seekor domba memberi kita akan kepolosan hidup tanpa citra. disana Marilyn sebagai anak alami yang sekaligus sebagai keajaiban alami pula. foto yang diambil Andre de Dienes untuk sebuah majalah keluarga (bukan majalah dewasa) menyimpan keluguan dan jati diri seorang Marilyn sebelum menjadi Mariyln. dialah Norma sebelum berubah menjari Marilyn yang didandani dengan berbagai perhiasan gemerlap dan seolah tak tersentuh.

Marilyn dapat ditangisi sebagai putri amerika yang hilang, dipuji sebagai tokoh yang sukses luar biasa, disesali sebagai martir patriarki, didewakan sebagai prototipe semua kewanitaan, dirayakan sebagai tokoh komik yang berbakat, ditertawakan sebagai seorang bodoh tak berkemampuan, dicaci sebagai diva yang arogan, disayangi sebagai anak yang malang, diratapi sebagai korban konsumerisme, dikecam sebagai simbol ambisi invasi budaya pop amerika, dilecehkan sebagai orang tak waras, pun dicap sebagai agen komunis yang licik.

di atas itu semua Marilyn hanyalah seorang manusia. manusia biasa yang dipecah-pecah dan dibagi-bagi dalam berbagai citra yang saling bertentangan. dan itulah takdir mahabintang. namun seperti diperlihatkan sejarah mahabintang hanyalah ciptaan masyarakat yang membuat sang bintang tak pernah menjadi dirinya sendiri.

mahabintang itu pun akhirnya menyearah pada tekanan kesendirian. dia kesepian dalam keramaian. 5 agustus 1962 wanita dengan berat badan 106 pound dan tinggi 1,66 meter tersebut ditemukan meregang telanjang di atas ranjang sambil memegang gagang telepon. Marilyne Monroe seolah guru bagi Michael Jackson dan Wetney Huston yang meregang nyawa akibat overdosis alkohol dan obat penenang. ketenaran tidak membuat jiwa seseorang menjadi tenang. ketenaran dan keglamoran memaksa seseorang tidak menjadi dirinya sendiri namun menjadi yang orang lain inginkan. Dan hingga akhir hayatnya Marlyn Monroe tidak pernah bisa kembali menjadi Norma Jeane Mortenson.


NB: 
tulisan ini didasarkan "Die Aamerikanische venus", Der Spigel Nr.31/29.7.02
dan disarikan dari "yang cantik dan yang mati", Basis No.09-10,th51,02

4 komentar:

  1. Hey ho....wah dah lama nih gak mapir, apakabar?
    Btw bintang besar rata2 menyimpan cerita besar juga d baliknya.
    Wah, msh rajin ngeblog, tk dah ampir 2 thn ini vacum.
    Eh, bantu like + comment buat posting tika ttg bank mandiri dong, lg ikut nlog contes hehe..
    Thank u.

    BalasHapus
  2. artikelnya bagus gan,,, :)
    salam berbol.com berita bola terbaru dan terlengkap

    BalasHapus
  3. Thanks infoy Gan...yuk kenalan dengan kami di http://livingmail.blogspot.com kritik, komentar and saranya ya....

    BalasHapus

bagi komentar, saran dan kritiknya kawan.... (no spam)