Senin, 30 April 2012

Dododododo

2 comments
Saya bukanlah penggemar berat musik grunge, bahkan saya tak hafal satupun musik beraliran grunge, dan jelas saya tidak tahu apa-apa mengenai musik grunge. Namun ada satu hal yang mengikat saya dengan aliran musik ini yaitu sebuah sebaris lirik yang terdiri dari dua huruf do do do dodo – dodo do. Semua penggemar grunge di seluruh dunia pasti mengenalnya inilah lirk penutup dari sebuah lagu berjudul “Black” yang dibawakan oleh Pearl Jam. Sebuah lirik “sakral” bagi saya karena membawa saya pada sebuah perjalanan unik yang susah untuk saya lupakan hingga kini. Sejatinya saya hanya ingin berbagi pengalaman tentang dododo do do do.

Saya menjalani masa kecil saya di tahun 1990an di sebuah desa terpencil dimana listrik hanya menyala saat akan berkumadangnya adzan maghrib dan akan padam setelah acara dunia dalam berita berakhir di TVRI itupun listrik yang hidup dari mesin disel. Dengan skema hidup seperti itu adalah luar biasa bagi telinga saya mendengar suara musik, karena satu-satunya musik yang paling sering saya dengan adalah suara hadrah dimana setiap jum’at malam sabtu para remaja latihan dengan menabuh alat musik dari kulit kambing sambil mendendangkan lagu berbahasa arab yang sebenarnya mereka tak pernah tahu artinya. Suatu hari, saya sangat ingat hari itu hari sabtu. Ini bukan lelucon karena saya jelas masih ingat saya memkai pakaian pramuka pulang ke rumah dengan berlari karena hari itu lilik (baca : paman) saya pulang.

Saat sampai rumah itulah suara yang pertama terdengar ada alunan do dododo do do, alunan yang selalu mengingatkan saya pada kampung halaman dan masa kecil saya. Dua huruf yang terangkai itu seperti sebuah tatto permanen yang tergambar di otak hingga kini. Bisa dibilang dari sinilah pertama kali saya tahu petikan gitar hingga tabuhan drum. Saat itu usia saya baru 1 dekade lebih sedikit dan otak saya merekam dengan jelas alunan itu. 1 minggu om saya dirumah saya selalu mendengarkan lagu-lagu berbehasa asing dari sebuah kaset yang diputar pada sebuah tape berbatrai 3 ukuran besar, dan lucunya saya hanya hafal do dododod do dan tak hafal yang lain.

Hingga om saya kembali ke kota saya tidak pernah lagi mendengar alunan musik itu, bahkan hingga saya akhirnya lulus sekolah dasar. Saat SMP saya pindah sekolah di kota, dimana listrik dapat dinikmati 24 jam ddengan potongan “byar-pet” yang tak pernah bisa diprediksi. Hingga masuk milenium baru saya mulai bisa menikmati musik-musik indonesia yang rock hingga melayu tahun-tahun saat indonesia dijejali lagu-lagu malaysia. Saat itulah saya masih penasaran dengan alunan dododod dodod, yang sering saya senandungkan saat sedang bengong itu.

Masa-masa itu pula saya mengenal nirvana lewat poster-poster hingga kaos dan jamper yang banyak bertebaran di lorong-lorong pasar. Namun saya sama sekali tidak pernah mendengar musiknya, atau mungkin saya mendengarnya tapi tidak tahu kalau itu nirvana. Hingga pada suatu hari saya agak lupa kapan, tapi saat itu angkot yang saya tumpangi tidak masuk pasar seperti biasa. Akhirnya saya harus berjalan hingga pasar supaya bisa naik angkutan lain. dalam perjalanan itulah dari sebuah lapak kecil yang hanya terdiri dari sebuah meja saya mendengar kembali alunan persisi seperti yang saya dengar kala kecil, senandung yang sering saya lantunkan saat bengong dodododdo dodo do.

Dan tanpa pikir panjang saya langsung menghampiri penjual kaset bajakan dan membelinya seharga Rp5000 dengan cover aneh bertulis “Pearl Jam” dan tulisan “Kencana Record” tertulis di dinding kaset diantara dua lingkaran. Hingga saya berfikir ini adalah grup band asal indonesia karena saya tulisan “kencana record”. Sampai rumah saya segera memutar kaset tersebut, namun yang membuat saya merasa seperti orang bodoh sekarang, saat itu saya memutar keset hanya untuk mendengar dododdodo setengah jam telinga saya di dekat tape membuat saya hampir frustasi dan berniat akan mengembalikan kaset ke sang penjual bajakan hingga akhirnya alunan sakral itu muncul.

Butuh 1 tahun kemudian untuk tahu bahwa senandung dodododo itu adalah bagian dari lirik lagu berjudul Black dari Pearl Jam yang merupakan band dari amerika, itu juga dikasih tahu teman SMP yang tahu tentang musik. Itu karena di kaset bajakan tidak terdapat lirik lagu hanya seembar cover berwarna hitam biru dengan tulisan Pearl Jam.

Kini saat saya sudah menjadi mahaiswa, saya mulai mengerti lirik lagu “Black”, saya mulai mengerti bahwa lagu ini tidak hanya sakral karena kata dodododod yang selalu mengingatkan saya akan masa kecil saya namun juga penuh pesan yang dalam, setidaknya buat saya. Seperti lirik awal “Black” Sheets of empty canvas, untouched sheets of clay, seperti itulah yang saya raskaan saya mendengar lagu ini, yaitu kembali ke masa kecil saat masih menjadi kanvas kosong. Kembali ke masa anak-anak di desa dimana bisa tertawa lepas tanpa beban I take a walk outside, I'm surrounded by some kids at play, I can feel their laughter, so why do I sear?, hal yang mungkin akan sudah dirasakan di kota dimana kita tak lagi bisa menemukan anak-anak yang bermain dan tertawa diluar. “Black” adalah satu-satunya lagu dari Pearl Jam atau bahkan dari aliran Grunge yang saya tahu dan begitu mempunyai sejarah sendiri dalam hidup saya.

2 komentar:

  1. Semoga Grunge tetap eksis seperti dulu kala. Semoga sukse. Mohon beri komentar pada tulisanku yang ini ya.- Grunge, Pearl Jam, Masa dulu dan kini

    BalasHapus
  2. wow... luar biasa ternyata efeknya...

    BalasHapus

bagi komentar, saran dan kritiknya kawan.... (no spam)