Senin, 06 Mei 2013

Bubur Jujur

3 comments
korupsi yang menjamur di indonesia selalu membuat orang saling curiga. dibuatlah sistem seketat mungkin supaya orang tidak bisa berbuat jahat lalu dibuat pula pengawasan seketat mungkin supaya orang tidak berbuat curang. semua itu di dasari satu hal, tidak adanya kepercayaan pada sesama manusia. atasan tidak percaya pada karyawan atau setiap orang pada rekan dan teman masing-masing. semua sistem dibuat supaya mencegah bahakan atau minimal meminimalisir terjadinya kkejahatan, seperti korupsi misalnya. maka tak sadar sesungguhnya berada dalam pandora sesat yang membut kita dipaksa saling curiga antar sesama.

itu semua dibuat dalam lingkungan sistem profesional, padahal sejujurnya di masyarakat-masyarakat bawah yang saya alami misalnya, semakin longgar sistem justru semakin baik. saat sistem diperketat, orang tak nyaman dalam kondisi seperti itu. namun di sistem yang longgar orang justru merasa nyaman, termasuk dalam berbuat jujur. misalnya hal-hal yang sering saya rasakan sendiri ketika makan.

di restoran-restoran tertentu misalnya saya disuruh bayar dulu sebelum makan, kadang itu menimbulkan pertanyaan, "makan aja belum udah suruh bayar". sistem itu dibuat pada dasarnya karena ada ketidakpercayaan pada pembeli, mungkin ditakutkan kabur setelah makan. bisa dibilang, belum apa-apa udah curiga. tapi pemndangan seperti itu tidak pernah saya dapatkan di tempat biasa saya makan di jogja, warung burjo, angkringan, soto grobak atau penjual bubur ayam. rata-rata semuanya menarik bayaran setelah orang selesai makan, kemudian pembeli menyebutkan dengan apa saja dia makan.

yang terjalin dari pemandangan itu adalah adanya kepercayaan dari penjual ke pembeli, dan pembeli ke penjual. ya pembeli ke penjual, karena terkadang pembeli bisa menaksir harga setiap yang dimakan dan penjual tidak akan menaikan harga secara "ghaib". maka makanpun jadi nyaman.

lalu apa hubungannya dengan judul "bubur jujur". ini pengalama unik saya akhir-akhir ini ketika makan bubur ayam saat sarapan. warung buburnya semi permanen, berada di jalan pandega marta yogyakarta, persisnya di depan rumah batik Apip's. beberapa kali saya makan bubur disitu dan terkadang entah karena terlalu pagi atau terlalu siang, uang yang saya bayarkan terkadang tidak ada kembalian. harga bububurnya Rp.5000 kadang-kadang saat saya bayar pake RP.50.000 tidak ada kembalian.

dalam kondisi seperti itu, penjual bubur dengan santai hanya mengatakan "bawa dulu saja uangnya mas, kapan-kapan kalau kesini lagi bayarnya". dalam sistem pencegahan korupsi yaang digadang-gadangkan orang-orang besar kata itu adalah aneh, wah, luar biasa atau justru mungkin omong kosong, tapi dalam sistem kehidupan lokal itu adalah kata-kata biasa. sang tukang bubur yang -bisa dibilang- pendapatannya tak seberapa di bandaing waralaba asing itu begitu percaya pada pelanggannya kalau sang pelanggan tidak akan kabur atau tidak bayar.

kepercayaan antar sesama manusia inilah yang mulai menipis, ini bukan tentang sistem bisnis, atau ilmu marketing. ini tentang kehidupan sosial kita dalam berteman dan bermasyarakat. kehilangan kepercayaan kita sesungguhnya tidak hanya terjadi pada urusan uang semata tapi juga dalam kehidupan. mozaik kecil dari jogja ini hanyalah satu dari jutaan serpihan kebijaksanaan yang membuat kita yakin, negeri ini tak memiliki tradisi korupsi, namun justru mempunya tradisi kejujuran. sekian

senin pagi ketika matahari sudah menampakan diri di sisi selatan kaki merapi

3 komentar:

  1. jujur kacang ijo eaa om..sueger..

    BalasHapus
  2. berat berat om..kalau mo diterapkan di sana.. alias di dunia yang isinya udah materialistis semua.. halah ngomong.. apa yak ini.. ya dah.. siap pegi jualan burung kenari dulu om.. wk.wkk

    BalasHapus
  3. klo ada uang ada barang itu bayar dulu baru dikasih barang, tapi klo soal makan lebih baik makan dulu baru bayar heheheeh (salam kenal mas, mampir ke rumah virtual saya juga)

    BalasHapus

bagi komentar, saran dan kritiknya kawan.... (no spam)