timeline beranda facebook lagi rame apa hukum mengucapkan "selamat natal". di sisi lain itu di seperti "kiamat 2012" yang di kooptasi media dan industri hiburan menjadi film, tayangan reality show, talkshow. seperti itu juga ucapan "selamat natal" di jual oleh yang sebenarnya tidak merayakannya. kelompok lain mengundang tokoh2nya untuk berbicara dan berargumen yang mana mereka sudah membuat kesimpulan, sedangkan kelompok lainnya membuat acara yang sama dimana kesimpulan dibuat dengan hasil yang berbeda.
saya membaca banyak tulisan dan mendengar banyak diskusi tentang pro-kontra "Selamat natal". hebatnya ikhtilaf tentang "frasa sakti" tersebut tak hanya menjadi diskusi pada tataran "Furu' Juz'iyah" namun diskusinya hingga dibawa pada tataran "Ushul Kulliyah". anehnya lagi perdebatan (mungkin sudah bukan diskusi lagi) tentang akhlak (prilaku) berakhir dalam kesimpulan tentang aqidah (keyakinan). dan akhirnya dalam kebodohan, saya hanya bisa geleng-geleng kepala. orang lain yang hari raya lah orang kita malah "ribut". ampppuuunnn........
damai aja ya | foto : kaskus |
sebenarnya saya bingung juga mau mulai dari mana, ini agak susah membuat kesimpulan karena menyangkut keyakinan. jadi saya tidak akan membuat kesimpulan di akhir tulisan. saya hanya mencoba meraba dari kedua belah sisi yang berlawanan. pihak yang mengatakan halal berpendapat karena ucapan itu hanya soal akhlak saja, hubungan habluminannas dengan pemeluk agama yang berbeda. sikap ini hanyalah ungapak saling memberi selamat saat hari raya, tidak ada maksud lebih apalagi sampai menyentuh aqidah sang pengucap.
sedangkan untuk yang mengharamkan berpendapat hubungannya terletak pada kata "natal" yang berarti kelahiran. siapa yang dilahirkan? yaitu "yesus". peringatan kelahiran yesus yang dianggap tuhan oleh teman-teman nasrani ini dirayakan dalam bentuk natal. ucapan "selamat natal" berarti adalah pengejawantahan dari sikap persetujuan atas kelahiran tuhan, padahal dalam islam soal ketuhanan adalah soal akidah. sehingga ucapan itu dianggap persoalan "uslull".
ulama dan tokoh, baik yang mengharamkan maupun yang menghalalkan saya akui keilmuannya dan saya hormati masing-masing pribabdinya. maka siapakah saya ini berani berbendapat berbeda dengan mereka.
saya dalam batas kemampuan saya tidak bisa memberi kesimpulan ataupun asumsi atas iktilaf yang terjadi. saya hanya hanya mencoba menarik garis tengah saja, mari kita hormati yang merayakan natal, mari kita hormati yang menganggap mengucapkan "selamat natal" semata soal akhlak, mari kita hormati pula yang menganggap mengucapkan "selamat natal" itu persoalan akidah. jika perbedaan agama saja bisa membuat kita damai berdampingan tentu persoalan ucapan tidak akan memecah belah persatuan kita.
0 komentar:
Posting Komentar
bagi komentar, saran dan kritiknya kawan.... (no spam)