Sabtu, 21 April 2012

Kompasiana Memang Tempat Para Amatir

1 comment

Hari ini saya membaca sebuah kirimian link dari teman sesama kompasianer. i itu mengarah pada tulisan wari darmadi seorang kompasianer asal purwokerto, orang yang dulu -katanya- OB dan sekarang sudah jadi wartawan setelah si bos melihat tulisannya di kompasiana. tapi saya tak peduli dan tidak terlalu tertarik dengan tulisan yang dia buat, apalagi setalh dia menyatakan mudur dahulu kala lalu balik lagi setelah tulisannnya di plagiat kompasianer sesama purwokerto. oke stop membicarakan orang yang pernah perang opini dengan faizal assegaf tersebut. saya justru tertarik dengan komentar dari om admin senior, alias om isjet oke kesannya tua ya, saya tulis mas isjet.
coba cermati apa komentar beliau,
“untuk saat ini saya cuma mau bilang: anda salah besar menganggap kompasiana sebagai tempat amatir. karena istilah amatir hanya tersedia di media atau di tempat mainstream (arus utama). kompasiana adalah tempat umum, setiap orang boleh masuk, berbagi dan berinteraksi di sini.”
kalimat itu menarik karena menggap para penulis di kompasaian katanya bukanlah amatir, disini ada kesalahan konklusi dan diasambiguitas soal makna kata amatir. dan yang membuat saya mengertitkan dahi hingga kedua alis saya hampir berciuman. karena kalimat ini keluar dari pegiat jurnalisme warga dan merupakan chif editor portal jurnalisme warga terbesar di indonesia. ada beberapa hal yang menjadi catatan saya.
ilustrasi | zenith-404.blogspot.com

pertama tentang mengajukan sebuah bantahan bahwa kompasaina bukan sebagai tempat “amatir”. kemelesetan berfikir kita adalah bahwa amatir seolah-olah adalah “jelek”, “buruk”, “tidak berkemampuan” hingga “kompetensi rendah” ini selalu disandingkan dengan antonim “profesional” bahwa profesional itu “terdidik”, “berkemampuan”, “hebat” dan ber ISO:1945. padahal amatir dalam makna sebenarnya mengacu pada Kamus Besar Bahasan Indonesia “amatir adalah kegiatan yang dilakukan atas dasar kesenangan dan bukan untuk memperoleh nafkah” intinya amatir adalah orang yang melakukan sesuatu untuk kesenangan bukan untuk uang.

dalam hal ini saya kira orang yang menulis di kompasiana tidak bertujuan untuk mencari uang tapi untuk kesenangan. tapi memang ada yang untuk mencari uang seperti untuk masuk freez atau untuk ikut lomba, tapi itu tetap dilakukan bukan atas dasar penghidupan dan profesi. dan saya masih cukup yakin tetap didasarkan pada kesenangan, dan inilah yang dinamakan amatir. hal ini terjadi dalam dunia tinju atau sepakbola misalnya. itulah kenapa petinju yang masuk olimpiade disebut petinju amatir, itu karena mereka bertinju bukan petinju seperti yang diorbitkan promotor (yang berbasis) untuk meraih gelar dunia misalnya, dan tidak menjadikan bertinju sebagai profesi. begitu juga dalam sepakbola ada kompetisi amatir, itu bukan mereka kualitas buruk tapi memang kompetisinya berbeda dengan kompetisi profesional.

kedua, istilah amatir yang hanya ada di media arus utama, menilik ke atas sebenarnya tidak sejalur. di media arus utama tidak mengenal kata amatir, karena di media arus utama mereka yang bekerja (menulis) adalah orang yang di bayar untuk bekerja dan pelakunya berprofesi dan berkemampuan menulis. dan inilah yang dinamakan “profesional ” bersangkutan dengn profesi, memiliki kemampuan khusus, dan mengharuskan adanya pembayaran” . maka jelas media arus utama tidak mengenal kata amatir yang menajalankan sesuatu hanya atas dasar kesenangan dan bukan uang.

terakhir saya setuju bahwa kompasiana adalah tempat umum dan siapa saja boleh berbagi dan berinteraksi. inilah tempat amatir tempat orang-orang berbagi (tulisan khususnya) atas dasar kesenangan dan bukan uang. jurnalis warga bukanlah kontributor apalagi wartawan tapi adalah orang-orang yang menikmati menulis dan berbagi wacana, opini, hingga cerita atas dasar kesenangan. inilah kompasiana, tempat para amatir bersenang-senang. maka tak perlu risau dipanggil amatir karena amatir adalah orang yang melakuakn denangan cinta tanpa iming-iming harta benda.

namun, mengacu pada ungkapan Virginia Woolf, seorang sastrawati paling berpengaruh inggris di awal 1900an Writing is like sex. First you do it for love, then you do it for your friends, and then you do it for money” sampai kapan kita akan berbadi (menulis) atas dasar kita mencintai menulis? itu pertanyaan besar bagi kita sendiri sebenarnya. waris darmadi yang memancing om eh mas admin membuat pernyataan adalah bukti dari uangkapan satrawati yang wafat bunuh diri di sebuah sungai ini, beliau pertama mungkin menulis di kompasiana karena memang suka menulis, setelah itu dia menulis untuk temannya seperti masa-masa ribut dengan faizal assegah, dan kini setelah jadi wartawan mas waris menulis untuk mendapat uang.

syahdan, mengacu pada quote tante Virginia Woolf…. untuk apakah kita menulis sekarang wahai para amtir…… cinta, teman, atau uang…

1 komentar:

  1. hmm.. saya pilih profesional amatiran, atau amatir yang profesional..

    yah intinya senang2 tapi bisa dapet uang, dan bisa dapet uang walau senang2..

    nah lho bingung kan, hhe

    catatan : yah begitu lah mas, di Indonesia ini kadang ada banyak hal yang mengalami pergeseran makna dan norma. seperti yang mas bahas ini tentang amatir, lalu jadi pengusaha itu hina, ga seperti karyawan, dll, terlalu banyak kalau disebutkan :)

    salam kenal dari bangedo.com :)

    BalasHapus

bagi komentar, saran dan kritiknya kawan.... (no spam)